Indikasi Kerugian Negara Akibat Korupsi Pengadaan Satelit di Kemenhan Tembus Rp515 Miliar

Dalam gelar perkara ini diputuskan adanya unsur pidana dari keterlibatan pihak sipil dan militer.

ISTIMEWA
Indikasi kerugian negara dari kasus pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2015-2021, mencapai Rp515 miliar. 

“Diharapkan tim penyidik koneksitas segera dapat menetapkan tersangka,” ucap Burhanuddin.

Berpotensi Rugikan Negara Rp800 Miliar

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan dugaan pelanggaran hukum di balik kontrak pembuatan satelit komunikasi pertahanan di Kementerian Pertahanan pada 2015 silam.

Akibat dugaan pelanggaran ini, Indonesia dijatuhi putusan oleh pengadilan arbitrase internasional Inggris dan Singapura, yang mewajibkan pembayaran uang dengan total Rp800 miliar.

Potensi kerugian negara ini masih bisa bertambah, jika pihak lain yang dirugikan turut menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase.

Baca juga: WHO Bilang Pemberian Vaksin Booster yang Sama Seperti Dosis Lengkap Bukan Langkah Tepat

"Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 melakukan kontrak dengan Avanti, padahal anggarannya belum ada, dia kontrak."

"Kontrak itu mencakup dengan PT Avianti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat," ungkap Mahfud dalam konferensi pers di Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).

Kemhan membuat kontrak dengan 6 perusahaan, dengan menyalahi prosedur dan melanggar hukum, untuk pengadaan satelit komunikasi pertahanan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.

Baca juga: Terapkan Transparansi, PBNU Bakal Publikasikan Laporan Keuangan Secara Berkala

Sebab, saat penandatanganan kontrak, belum ada anggaran dalam APBN untuk pengadaan tersebut.

"Itu terjadi dalam kurun waktu 2015-2016."

"Kontrak kontrak itu dilakukan untuk membuat Satelit Komunikasi Pertahanan, dengan nilai sangat besar, padahal anggarannya belum ada," jelas Mahfud.

Baca juga: Tak Setuju Seragam Satpam Diganti, Legislator Gerindra: Kalau Perlu Dibikin Lebih Mirip Polisi Lagi

Oleh karena kontrak tanpa anggaran negara menyalahi prosedur, pihak yang ikut perjanjian, yakni Avanti, menggugat Pemerintah Indonesia di London Court of International Abitration, lantaran Kemhan tak membayar sewa satelit sesuai nilai kesepakatan kontrak.

Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase di Inggris menjatuhi putusan Pemerintah Indonesia wajib membayar uang sewa satelit Artemis plus biaya arbitrase, konsultan, dan biaya filling dengan nilai Rp515 miliar.

Pemerintah Indonesia juga menerima putusan serupa dari pengadilan arbitrase Singapura, untuk membayar 20,9 juta dolar AS atau setara Rp304 miliar kepada Navayo.

Baca juga: Dorong Jokowi Menjabat Hingga 2027, Waketum Kadin: Pilpres Belum Tentu Lahirkan Presiden Mumpuni

"Selain dengan PT Avanti tadi, juga pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi, nilainya sampai sekarang itu 20,9 juta dolar AS ke Navayo, yang 20 juta ini nilainya Rp304 miliar," beber Mahfud.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved