Ujaran Kebencian
Kuasa Hukum Disarankan Tempuh Praperadilan Jika Tak Terima Edy Mulyadi Ditahan
Namun demikian, Fickar menuturkan hal yang paling penting merupakan penetapan tersangka terhadap Edy Mulyadi.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai penahanan Edy Mulyadi sudah sesuai aturan.
"Jika sudah ada penetapan sebagai tersangka, yang ancaman hukuman pasal yang disangkakan minimal 5 tahun, maka upaya paksa (penahanan) bisa kapan saja dilakukan," kata Fickar saat dikonfirmasi, Selasa (1/2/2022).
Fickar menuturkan, penyidik Polri juga telah mengeluarkan surat penangkapan terlebih dahulu terhadap Edy Mulyadi, seusai diperiksa sebagai saksi pada Senin (31/1/2022) kemarin.
Baca juga: Sambil Menangis, Azis Syamsuddin Mengaku Tiap Tiga Tahun Diplonco Saat Kecil
"Itu artinya didahului dengan penangkapan, baru kemudian penahanan."
"Artinya harus ada surat penangkapan lebih dahulu baru kemudian penahanan," jelas Fickar.
Namun demikian, Fickar menuturkan hal yang paling penting merupakan penetapan tersangka terhadap Edy Mulyadi. Dengan penetapan itu, tersangka bisa langsung diproses penahanan.
Baca juga: 17 Temuan LPSK Soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Ada Dugaan Korban Tewas Tak Wajar
"Sudah tersangka baru bisa ditahan, dan penetapan tersangkanya harus didasari minimal ada dua alat bukti, sebagaimana ditentukan pasal 184 KUHAP."
"Yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, keterangan tersangka dan petunjuk," terang Fickar.
Fickar menuturkan, kuasa hukum bisa menempuh jalur hukum jika tak terima dengan penahanan kliennya.
Baca juga: Jokowi Minta PBNU Bujuk Ainun Najib Pulang, tapi Harus Bisa Menggaji Lebih Besar dari Singapura
"Saya kira jika penasihat hukum meragukannya, bisa diuji melalui upaya hukum praperadilan," beber Fickar.
Sebelumnya, tim kuasa hukum keberatan Edy Mulyadi ditahan, usai ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian.
Sebab, kata Herman Kadir, kuasa hukum Edy Mulyadi, kliennya belum diproses berita acara pemeriksaan (BAP) sebagai tersangka.
Baca juga: Luhut Minta Masyarakat yang Flu dan Batuk Tak Takut Tes Antigen Atau PCR
"Pertama, kami keberatan dengan penahanan itu."
"Karena apa alasannya? Bang Edy itu belum di-BAP sebagai tersangka."
"Kan saya yang dampingi dari pagi sampai sore," kata Herman saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (1/2/2022).
Baca juga: Azis Syamsuddin Ungkap Niat Ogah Berpolitik Lagi, Lebih Pilih Jadi Dosen Atau Advokat
Herman menjelaskan, penahanan seseorang harus melalui proses BAP sebagai tersangka terlebih dahulu.
"Jadi artinya, di dalam KUHAP juga kan sudah jelas untuk menetapkan orang tersangka kan harus di-BAP dulu sebagai tersangka."
"Baru bisa ditahan, kecuali kalau tangkap tangan," tutur Herman.
Baca juga: Lima Pasien Omicron di Indonesia Meninggal, Mayoritas Lansia dan 60 Persen Belum Divaksin Lengkap
Namun, kata Herman, kliennya langsung dikeluarkan surat penetapan penangkapan.
Padahal, katanya, saat itu Edy Mulyadi belum di-BAP sebagai tersangka.
"Kan tahu-tahu ada penetapan penangkapan."
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 31 Januari 2022: 10.185 Orang Positif, 3.290 Pasien Sembuh, 17 Wafat
"Surat penangkapan muncul keluar 24 jam kan?"
"Ketika mau BAP sebagai tersangka, kami keberatan, kami minta ditunda gitu loh."
"Kami minta ditunda, Hari Rabu."
"Nah, tahu-tahu pas mau bubar tadi ada perintah penahanan 20 hari," papar Herman.
Ditahan di Rutan Bareskrim
Bareskrim Polri akhirnya menetapkan Edy Mulyadi sebagai tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) dan penyebaran berita bohong alias hoaks, Senin (31/1/2022).
Edy Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka usai diperiksa selama enam jam oleh penyidik.
Penyidik pun melakukan gelar perkara untuk menetapkan status tersangka.
Baca juga: INI Sosok Ainun Najib, Jokowi Sampai Meminta NU Membujuknya Pulang dari Singapura
"Setelah itu penyidik melakukan gelar perkara."
"Hasil dari gelar perkara, penyidik menetapkan status dari saksi menjadi tersangka," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Edy Mulyadi langsung ditangkap oleh penyidik Polri.
Baca juga: Jokowi Minta PBNU Bujuk Ainun Najib Pulang, tapi Harus Bisa Menggaji Lebih Besar dari Singapura
Setelah itu, dia langsung ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan sejak Senin (31/1/2022).
Ramadhan menjelaskan, Edy Mulyadi bakal ditahan selama 20 hari ke depan, untuk diperiksa sebagai tersangka.
"Kemudian setelah diperiksa sebagai tersangka, dan langsung dari 16.30 WIB sampai 18.30 WIB, untuk kepentingan penyidikan perkara dimaksud terhadap Saudara EM, penyidik melakukan penangkapan dan dilanjutkan penahanan," jelas Ramadhan.
Baca juga: 17 Temuan LPSK Soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Ada Dugaan Korban Tewas Tak Wajar
Ramadhan mengatakan, ada dua alasan Edy Mulyadi langsung ditahan oleh penyidik Polri.
Pertama, terkait alasan subjektif.
Maksudnya, lanjut Ramadhan, Edy Mulyadi dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti hingga khawatir mengulangi perbuatannya kembali.
Baca juga: Sambil Menangis, Azis Syamsuddin Mengaku Tiap Tiga Tahun Diplonco Saat Kecil
"Penahanan dilakukan dengan alasan subjektif dan objektif."
"Alasan subjektif karena dikhawatirkan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, dikhawatirkan mengulang perbuatannya kembali," papar Ramadhan.
Selain itu, Ramadhan mengungkapkan alasan objektif yang menjadi pertimbangan penyidik, karena tersangka disangka telah melanggar pasal di atas 5 tahun penjara.
"Alasan objektif ancaman yang diterapkan kepada tersangka di atas 5 tahun," terangnya.
Terancam Dipenjara 10 Tahun
Edy Mulyadi dijerat pasal berlapis, usai ditetapkan sebagai tersangka. Dia kini terancam hukuman 10 tahun penjara.
"Ancaman masing-masing pasal ada, tapi ancamannya 10 tahun," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Dalam kasus tersebut, Ramadhan menjelaskan Edy Mulyadi disangka melanggar pasal terkait ujaran kebencian hingga penyebaran berita bohong alias hoaks.
Baca juga: Epidemiolog Duga Kasus Covid-19 Varian Omicron di Indonesia di Atas 100 Ribu per Hari
Hal itu termaktub dalam pasal 45 A ayat 2, jo pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Lalu, pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo pasal 156 KUHP.
"Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar-golongan," beber Ramadhan. (Igman Ibrahim)