Berita Nasional

14 Tahun Wafatnya Soeharto: Jatuhnya Orba hingga Nostalgia lewat 'Piye Kabare, Penak Jamanku to?'

Kabar mundurnya Soeharto itu pun disambut gembira oleh kerumunan massa yang telah menduduki Gedung DPR dan MPR.

Editor: Feryanto Hadi
Istimewa
Stiker yang memuat foto mantan presiden Soeharto (alm) yang diplesetkan. 

Serangkaian unjuk rasa dan aksi protes terjadi di berbagai daerah.

Korban pun mulai berjatuhan.

Dengan situasi itu, sejumlah pihak mulai mendesak Soeharto untuk mundur dari jabatannya, di antaranya berasal dari pimpinan DPR, baik ketua maupun wakil.

Harapan itu disampaikan oleh Ketua DPR dan MPR Harmoko ketika memberikan keterangan pers yang hanya berlangsung selama lima menit.

Saat membacakan satu halaman keterangan persnya itu, Harmoko didampingi seluruh Wakil Ketua DPR atau MPR yakni Ismail Hasan Metareum, Abdul Gafur, Fatimah Achmad, dan Syarwan Hamid.

"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, Pimpinan Dewan baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," kata Harmoko, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 19 Mei 1998.

"Pimpinan Dewan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mewujudkan keamanan ketertiban supaya segala sesuatunya dapat berjalan secara konstitusional," sambungnya.

Usai menyampaikan keterangan persnya, Harmoko dengan ekspresi wajah tanpa senyum, bergegas meninggalkan ruangan tanpa bersedia diwawancara lagi.

Nostalgia Soeharto di masa reformasi

Dan kini, era reformasi sudah berjalan puluhan tahun.

Masalahnya, setelah puluhan tahun reformasi, sebagian masyarakat merasakan kondisi yang tidak jauh berbeda.

Sulitnya mencari pekerjaan dan tudingan masih masifnya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) telah menjadikan suara putus asa masyarakat.

Penghapusan subsidi, diantaranya subsisi BBM, kenaikan pajak hingga harga-harga pangan telah memukul kekuatan ekonomi rakyat.

Karena itu,  tidak aneh jika kemudian rakyat memilih untuk mengenang Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Soeharto bahkan jargon dia yang paling populer dengan sapaan yang memanusiakan rakyat pun kembali mendapatkan tempat di hati dan sanubari rakyat.

"Piye kabare,  penak zamanku tho (Bagaimana kabar Anda, enak zaman saya kan)?"

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved