Bupati Langkat Kerangkeng Manusia di Rumahnya, Habiburokhman: Jahatnya Enggak Ketulungan

Menurut Habiburokhman, Terbit bisa dijerat pasal 33 ayat 3 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan, dengan ancaman hukuman 8 sampai 9 tahun penjara.

TRIBUNNEWS/GITA IRAWAN
Migrant Care mengadukan temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin yang kini menjadi tersangka dugaan suap terkait proyek di Pemerintah Kabupaten Langkat, ke Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (24/1/2022). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman menilai apa yang dilakukan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangi Angin dengan membuat kerangkeng manusia, merupakan tindak pidana serius.

Menurut Habiburokhman, Terbit bisa dijerat pasal 33 ayat 3 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan, dengan ancaman hukuman 8 sampai 9 tahun penjara.

"Kita prihatin hal seperti ini terjadi, seperti di zaman Kolonial Belanda, ada tuan dan budak, atau sebelum Belanda bahkan."

Baca juga: 18 Orang Tewas Terbakar di Karaoke Usai Bentrokan Dua Kelompok Massa di Sorong, 1 Tewas Dibacok

"Yang merasa punya kewenangan untuk menahan dan memenjarakan orang, harus diusut tuntas," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (25/1/2022).

Waketum Partai Gerindra itu merasa heran dengan tindakan bupati yang tertangkap OTT KPK tersebut.

"Untuk jadi jahat pun dia perlu obsesinya yang begitu tinggi, kok bisa ya?"

Baca juga: Dapat Pelat Dinas Polisi, Pengamat: Arteria Dahlan Agen Rahasia yang Dititipkan Jadi Anggota DPR?

"Kita membayangkan saja enggak bisa, kok bisa dia merencanakan dan mewujudkan hal tersebut? Ini jahatnya enggak ketulungan," ucap Habiburokhman.

Sebelumnya, Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak memberikan penjelasan terkait temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.

Baca juga: BREAKING NEWS: Diplomasi Sejak 1973, Indonesia-Singapura Akhirnya Teken Perjanjian Ekstradisi

Berdasarkan hasil pendalaman, Panca mengatakan kerangkeng tersebut adalah tempat rehabilitasi yang dibuat secara pribadi oleh Terbit.

Kerangkeng yang ditemukan berisi 4 orang di dalamnya tersebut, sudah digunakan sejak 10 tahun lalu, untuk merehabilitasi pengguna narkoba.

"Dari pendataan atau pendalaman itu bukan soal 3-4 orang itu, tapi kita dalami itu masalah apa, kenapa ada kerangkeng?"

Baca juga: Dapat Pelat Dinas Polisi, Pengamat: Arteria Dahlan Agen Rahasia yang Dititipkan Jadi Anggota DPR?

"Ternyata dari hasil pendalaman kita, itu memang adalah tempat rehabilitasi yang dibuat yang bersangkutan secara pribadi, yang sudah berlangsung selama 10 tahun, untuk merehabilitasi korban pengguna narkoba," ungkap Panca, Senin (24/2/2022).

Panca menambahkan, orang yang berada di dalam kerangkeng adalah pengguna narkoba yang baru masuk dua hari, dan sehari sebelum Terbit kena OTT KPK.

Sementara, penghuni kerangkeng lainnya disebut tengah bekerja di kebun kelapa sawit.

Baca juga: Gara-gara Arteria Dahlan, Kapolri Bakal Evaluasi Aturan Pelat Nomor Dinas Polisi untuk Pejabat

"Yang lainnya sedang bekerja di kebun."

"Jadi pagi kegiatan mereka. Kegiatan itu sudah berlangsung selama 10 tahun."

"Yang bersangkutan itu menerangkan bahwa itu waktu saya tangkap di perjalanan saya dalami, itu sudah lebih 10 tahun dan pribadi," jelas Panca.

Pekerja Tidak Digaji 

Migrant Care mengadukan temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, ke Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (24/1/2022).

Terbit juga menjadi tersangka dugaan suap terkait proyek di Pemkab Langkat, di KPK. 

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, temuan tersebut berawal dari laporan masyarakat di Langkat, Sumatera Utara, bersamaan dengan operasi tangkap tangan KPK terkait dugaan kasus korupsi.

Baca juga: Usai Dikecam karena Sebut Kalimantan Tempat Jin Buang Anak, Edy Mulyadi Minta Maaf

Anis mengatakan, ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga merupakan praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang dipraktikkan di sana.

Pertama, kata dia, Terbit diduga membangun semacam penjara atau kerangkeng di rumahnya.

Kedua, kerangkeng tersebut dipakai untuk menampung para pekerja, setelah mereka bekerja.

Baca juga: PKS: Edy Mulyadi Pernah Jadi Caleg pada Pemilu 2019 tapi Setelah Itu Tidak Aktif di Kepengurusan

Ketiga, kata Anis, para pekerja tersebut tidak punya akses ke mana-mana.

"Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," kata Anis di kantor Komnas HAM, Senin (24/1/2022).

Kelima, lanjut dia, mereka diberi makan tidak layak, yakni hanya dua kali sehari.

Baca juga: Kasus Omicron di Indonesia Tembus 1.626 Orang, Dua Pasien Meninggal

Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja.

Ketujuh, mereka tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.

"Sehingga berdasarkan kasus tersebut kita melaporkan ke Komnas HAM, karena pada prinsipnya itu sangat keji."

Baca juga: Dua Pasien Omicron di Indonesia Wafat, Epidemiolog: Dari Sisi Kerawanan Tak Beda dengan Varian Lain

"Baru tahu ada kepala daerah yang mestinya melindungi warganya, tetapi justru menggunakan kekuasaannya untuk secara sewenang-wenang melakukan kejahatan yang melanggar prinsip HAM, anti penyiksaan, anti perdagangan orang dan lain-lain," tutur Anis.

Dalam pengaduannya ke Komnas HAM, Anis dan rombongan diterima oleh komisioner Komnas HAM M Choirul Anam dan jajarannya. (Reza Deni)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved