Kekerasan Seksual Anak

DP3A Karawang Ungkap Tren Kasus Kekerasan Seksual Anak Menurun selama Pandemi Virus Corona

Di luar dugaan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Karawang mencatat angka kekerasan seksual pada anak justru turun pada 2021.

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Valentino Verry
Istimewa
ILUSTRASI - Angka pelecehan/kekerasan seksual anak menurut DP3 Karawang menurun selama pandemi virus corona di tahun 2021. 

Lalu timbul ketakutan atau fobia tertentu, mengidap gangguan traumatik pasca kejadian, susah makan dan tidur, mendapat mimpi buruk, mudah merasa takut, dan cemas berlebihan.

"Orangtua juga harus mengawasi dengan baik anak-anak dan menjalin komunikasi secara intens dan dekat dengan anak-anaknya," tandasnya.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai tahun 2021 adalah tahun yang sangat memprihatinkan, karena maraknya kekerasan seksual pada anak yang terjadi di satuan pendidikan yang terungkap ke publik.

Bisa jadi ini merupakan fenomena gunung es.

Bahkan pada penghujung tahun 2021, publik dibuat geram dengan pemerkosaan terhadap para santriwati di Madani Boarding School, Kota Bandung, yang dilakukan oleh seorang pendidik sekaligus pendiri.

Sebanyak 12 santriwati diperkosa hingga hamil dan melahirkan.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti. (Warta Kota/Muhammad Azzam)

Komisioner KPAI, Retno Listyarti, menuturkan pihaknya mencatat setidaknya ada 18 kasus kekerasan anak yang terjadi di satuan pendidikan sepanjang 2021.Pengumpulan data dilakukan mulai 2 Januari sampai 27 Desember 2021 melalui pemantauan kasus yang dilaporkan keluarga korban ke pihak kepolisan dan diberitakan oleh media massa.

Selama tahun 2021, ada 3 bulan tidak muncul kasus kekerasan seksual di media massa ataupun yang di laporkan kepolisian, yaitu pada bulan Januari, Juli dan Agustus.

Sedangkan 9 bulan lainnya muncul kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan yang dilaporkan ke kepolisian dan diberitakan di media massa.

Dari 18 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, 4 atau 22,22 persen dari total kasus terjadi di sekolah di bawah kewenangan KemendikbudRistek, dan 14 atau 77,78 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama.

Sedangkan lokasi kejadian meliputi 17 Kabupaten/Kota pada 9 (Sembilan) provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogjakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara. Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua. Sedangkan kabupaten/kota meliputi Cianjur, Depok, Bandung, dan Tasikmalaya (Jawa Barat); Sidoarjo. Jombang, Trengalek, Mojokerto dan Malang (Jawa Timur); Cilacap dan Sragen (Jawa Tengah); Kulonprogo (D.I Yogjakarta); Solok (Sumatera Barat); Ogan Ilir (Sumatera Selatan); Timika (Papua); dan Pinrang (Sulawesi Selatan).

Mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi di satuan pendidikan berasrama atau boarding school.

Yaitu sebanyak 12 satuan pendidikan (66,66 persen) dan terjadi kekerasan seksual di satuan pendidikan yang tidak berasrama hanya di 6 satuan pendidikan (33,34 persen).

Kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan di bawah kemendikbudristek pun 2 (dua) diantaranya adalah sekolah berasrama, yaitu di kota Medan dan di Batu, Kota Malang.

Pelaku kekerasan seksual terdiri dari pendidik/guru sebanyak 10 orang (55.55%); Kepala Sekolah/ Pimpinan Pondok Pesantren sebanyak 4 orang (22,22 persen); pengasuh (11,11 persen); tokoh agama (5,56 persen) dan Pembina Asrama (5,56 persen).

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved