Partai Politik
Usulkan Pembubaran Fraksi di DPR, Ketum Partai Gelora: Anggota yang Tak Pernah Bicara Bakal Ketahuan
Selain mengajukan judial review ke MK, Partai Gelora juga akan mengusulkan pembubaran fraksi di DPR.
Anis mengaku beberapa bulan terakhir berkeliling Pulau Jawa dan Bali, di situ terungkap beban hidup masyarakat sehari-sehari di lapisan bawah justru bertambah berat, seperti tidak tahu bagaimana harus bergerak dari keterpurukan ekonomi saat ini.
"Jadi semua tentang pembusukan demokrasi dan hukum itu terjadi, karena memang ada ketakutan untuk memberontak terhadap situasi mereka (masyarakat)."
"Memang betul, ada kesulitan hidup, beban hidup dan impitan hidup yang makin berat," ujarnya.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 29 Desember 2021: 270 Pasien Sembuh, 194 Orang Positif, 10 Meninggal
Karena itu, kata Anis, terhadap situasi dan kondisi saat ini, perlu dilakukan perubahan besar-besaran yang dimulai dari satu titik, yakni perubahan politik.
"Partai Gelora akan mengajukan tiga judicial rewiew ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold (PT) nol persen, serta pemisahan Pilpres dan Pileg dalam satu waktu," ungkapnya.
Ketentuan PT 20 persen pada pilpres, dinilai telah menghalangi munculnya calon-calon potensial.
Baca juga: Pesan Muhadjir Effendy kepada Timnas Indonesia: Jangan Terbebani Setiap Masuk Final Selalu Kandas
Sebab, calon presiden hanya ditentukan oleh partai politik (parpol) yang lolos ke Senayan pada pemilu sebelumnya.
Sementara pada PT 4 persen ambang batas parlemen, ada banyak suara yang ikut pemilu menjadi sia-sia, karena persoalan fundamental dari sistem pemilu saat ini.
"Mudahnya begini, populasi dikurangi menjadi DPT."
Baca juga: Epidemiolog UI Nilai Indonesia Saat Ini Sudah Masuk Fase Endemi, Cuma Pemerintah Tak Pede
"Kemudian DPT ini dikurangi lagi partai yang tidak lolos."
"Lalu, dikurangi suara tidak sah, dikurangi lagi dengan partai yang tidak lolos parlemen."
"Maka kira-kira kurang dari 50 persen tingkat representasi anggota parlemen yang terpilih, ini sangat buruk sekali," ulasnya.
Baca juga: Epidemiolog UI Bilang Covid-19 Mulai Melunak dan Optimis 2022 Indonesia Masuk Fase Endemi
Sedangkan terkait pemisahan pilpres dan pileg, kata Anis Matta, belajar dari kasus Pemilu 2019 yang menyebabkan lebih dari 900 petugas pemilu meninggal dunia, akibat beban kerja.
"Kita akan mengusulkan pemisahan antara pemilihan pemilu legislatif dan pemilhan presiden, supaya tidak ada lagi beban kerja yang menumpuk."
"Pemilu 2019 lalu adalah pemilu terburuk sepanjang sejarah, angka kematiannya sangat tinggi," bebernya. (Chaerul Umam)