Partai Politik
Usulkan Pembubaran Fraksi di DPR, Ketum Partai Gelora: Anggota yang Tak Pernah Bicara Bakal Ketahuan
Selain mengajukan judial review ke MK, Partai Gelora juga akan mengusulkan pembubaran fraksi di DPR.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Selain mengajukan judial review ke MK, Partai Gelora juga akan mengusulkan pembubaran fraksi di DPR.
Sehingga, membuka perdebatan yang panjang dalam membahas peraturan perundang-undangan atau perumusan legislasi.
"Nanti akan ketahuan, mana anggota DPR yang tidak pernah bicara sama sekali."
Baca juga: Kasus Omicron Bertambah, Pemerintah Belum Berniat Ubah Kebijakan Libur Nataru
"Mereka tidak bisa sembunyi di balik juru bicara, semua harus bicara."
"Tidak lagi diwakili fraksi sebagai juru bicara."
"Sehingga ketika membahas UU perdebatannya panjang dan matang," ucap Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, dalam Gelora Talk bertajuk 'Refleksi Akhir Tahun. Selamat Datang Tahun Politik. Bagaimana Nasib Indonesia di Masa Depan?' Rabu (29/12/2021) petang.
Baca juga: Ketua MA Bilang Vonis PT Jakarta yang Sunat Hukuman Pinangki Tidak Bertanggung Jawab
Perubahan besar dalam sistem politik ini, diharapkan dapat mengembalikan demokrasi Indonesia pada jalur yang benar.
Sehingga memungkinkan orang-orang terbaik dapat memimpin bangsa ini dan mampu mengatasi masalah ketimpangan ekonomi.
"Ini alasan mengapa saya percaya bahwa tahun 2022 nanti akan menjadi tahun perubahan besar."
Baca juga: Menko PMK Bilang Transmisi Lokal Omicron Masih Bisa Dikontrol, Belum Sampai Berkembang Biak
"Semua krisis dan kesedihan yang kita lihat sepanjang tahun 2021 ini, tidak bisa kita tutupi dengan angka-angka makro yang kelihatan menggembirakan, tapi sebenarnya tidak pernah kita rasakan."
"Karena itu, kita perlu perubahan dalam sistem politik kita," paparnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, 2022 bakal menjadi tahun perubahan besar terhadap penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi.
Baca juga: Heboh Delmicron, Ini Kata Dokter Reisa
Serta, pembusukan demokrasi dan hukum yang selama ini berpihak kepada oligarki.
"Ini semua bisa menjadi satu ledakan sosial yang bisa terjadi setiap waktu."
"Walaupun terus-menerus ditutupi dengan angka-angka ekonomi makro yang tampak menggembirakan," kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk 'Refleksi Akhir Tahun. Selamat Datang Tahun Politik. Bagaimana Nasib Indonesia di Masa Depan?' Rabu (29/12/2021) petang.
Baca juga: Ketum Partai Ummat: Jika Allah Mengizinkan, kenapa Kita Tidak Bermimpi Amien Rais Jadi Presiden?
Anis mengaku beberapa bulan terakhir berkeliling Pulau Jawa dan Bali, di situ terungkap beban hidup masyarakat sehari-sehari di lapisan bawah justru bertambah berat, seperti tidak tahu bagaimana harus bergerak dari keterpurukan ekonomi saat ini.
"Jadi semua tentang pembusukan demokrasi dan hukum itu terjadi, karena memang ada ketakutan untuk memberontak terhadap situasi mereka (masyarakat)."
"Memang betul, ada kesulitan hidup, beban hidup dan impitan hidup yang makin berat," ujarnya.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 29 Desember 2021: 270 Pasien Sembuh, 194 Orang Positif, 10 Meninggal
Karena itu, kata Anis, terhadap situasi dan kondisi saat ini, perlu dilakukan perubahan besar-besaran yang dimulai dari satu titik, yakni perubahan politik.
"Partai Gelora akan mengajukan tiga judicial rewiew ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold (PT) nol persen, serta pemisahan Pilpres dan Pileg dalam satu waktu," ungkapnya.
Ketentuan PT 20 persen pada pilpres, dinilai telah menghalangi munculnya calon-calon potensial.
Baca juga: Pesan Muhadjir Effendy kepada Timnas Indonesia: Jangan Terbebani Setiap Masuk Final Selalu Kandas
Sebab, calon presiden hanya ditentukan oleh partai politik (parpol) yang lolos ke Senayan pada pemilu sebelumnya.
Sementara pada PT 4 persen ambang batas parlemen, ada banyak suara yang ikut pemilu menjadi sia-sia, karena persoalan fundamental dari sistem pemilu saat ini.
"Mudahnya begini, populasi dikurangi menjadi DPT."
Baca juga: Epidemiolog UI Nilai Indonesia Saat Ini Sudah Masuk Fase Endemi, Cuma Pemerintah Tak Pede
"Kemudian DPT ini dikurangi lagi partai yang tidak lolos."
"Lalu, dikurangi suara tidak sah, dikurangi lagi dengan partai yang tidak lolos parlemen."
"Maka kira-kira kurang dari 50 persen tingkat representasi anggota parlemen yang terpilih, ini sangat buruk sekali," ulasnya.
Baca juga: Epidemiolog UI Bilang Covid-19 Mulai Melunak dan Optimis 2022 Indonesia Masuk Fase Endemi
Sedangkan terkait pemisahan pilpres dan pileg, kata Anis Matta, belajar dari kasus Pemilu 2019 yang menyebabkan lebih dari 900 petugas pemilu meninggal dunia, akibat beban kerja.
"Kita akan mengusulkan pemisahan antara pemilihan pemilu legislatif dan pemilhan presiden, supaya tidak ada lagi beban kerja yang menumpuk."
"Pemilu 2019 lalu adalah pemilu terburuk sepanjang sejarah, angka kematiannya sangat tinggi," bebernya. (Chaerul Umam)