Senator Setuju Usul Ketua KPK Agar Presidential Threshold 0 Persen, Demi Berantas Korupsi

Hal ini demi mencegah mahar yang tinggi saat pencapresan yang nantinya bisa berpotensi pada upaya korupsi.

Istimewa
Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha (ART) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI atau senator Abdul Rachman Thaha (ART) mengaku setuju dan mendukung usul Ketua KPK Firli Bahuri agar syarat ambang batas pencapresan atau presidential threshold menjadi 0 persen. 

Hal ini demi mencegah mahar yang tinggi saat pencapresan yang nantinya bisa berpotensi pada upaya korupsi.

"Nol persen, sudah betul Itu. Akhirnya Ketua KPK juga bisa membaca kerisauan kami di DPD selama ini. Keberadaan sistem presidential threshold menciptakan kepastian terjadinya mahar politik,' kata ART kepada Wartakotalive.com, Selasa (14/12/2021).

"Butuh bermilyar-milyar rupiah agar seorang calon bisa menangguk dukungan dari parpol. Situasi sedemikian sama artinya dengan menciptakan prakondisi politik berbiaya super tinggi, dengan sumber-sumber pembiayaan yang sangat mungkin tidak wajar. Baik pada masa penjajagan ke parpol maupun setelah si calon terpilih," tambah ART.

Dalam situasi semacam itu, kata ART, KPK pasti bakalan sibuk.

"Sehingga, ketimbang melihat pawai orang-orang masuk bui setelah pesta demokrasi, lebih baik dinolkan saja threshold itu,' tambahnya.

"Saya tidak antiparpol. Tapi banyak contoh situasi yang membuat keyakinan kita kian menggumpal, bahwa seleksi calon pemimpin melalui parpol justru laksana menyeleksi calon-calon narapidana korupsi," ujar ART.

Ini menurutnya seperti antitesis dari perkataan Ganis Harsono, seorang diplomat senior di masa Bung Karno.

Baca juga: 3 Karangan Bunga dari Politisi PDIP Terpajang di Rumah Duka H Lulung

Baca juga: Berkas Perkara Video Syur Gisella Anastasia Sudah Dikirim Penyidik ke Jaksa, Kapan Akan Disidangkan?

Baca juga: VIDEO : Penjelasan Dokter Kondisi Kesehatan Terakhir H. Lulung Sebelum Wafat

"Dari sisi kecerdasan, dia sebut BK sebagai tokoh kelas satu yang dikelilingi orang kelas tiga," katanya.

Sistem threshold hari ini, menurut ART, justru menciptakan situasi kebalikannya, yaitu melahirkan pemimpin kelas tiga yang dikerubungi politikus-politikus kelas satu.

"Habislah kepala si pemimpin dipegang, diputar-putar parpol dan politikus," katanya.

"Alhasil, memang kita harus mengurangi ketergantungan pada parpol. Menolkan presidential threshold adalah cara yang bisa kita ambil untuk mengurangi bahkan meniadakan ketergantungan itu," tutup ART.

Seperti diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri sempat angkat bicara soal syarat ambang batas pencapresan atau presidential threshold agar menjadi 0 persen.

Firli lantas menjelaskan maksudnya tersebut.

"Pendapat saya, bukan berarti saya memasuki ranah politik. Sekali lagi saya tegaskan bahwa saya tidak memasuki ranah kamar politik atau kamar kekuasaan yudikatif," kata Firli dalam keterangannya, Selasa (14/12/2021).

Baca juga: Jawab Tantangan Kependudukan, Menkominfo: Pengembangan Smart City Jangkau DPSP

Baca juga: Cimory Latih 1000 Wanita Peternak Sapi Perah di Jabar Kelola Manajemen Bisnis Peternakan

Baca juga: Laju Penyuntikan Melambat, Target Vaksinasi Covid-19 Rampung pada Maret 2022 Mundur Lagi

Firli memberi saran tentang presidential threshold 0 persen karena berkaca dari kondisi-kondisi di daerah.

Menurutnya, banyak yang mengeluhkan soal mahalnya biaya pemilihan umum yang kemudian jadi alasan untuk melakukan korupsi.

"KPK menyerap informasi dan keluhan langsung dari rumpun legislatif dan eksekutif di daerah yang mengeluhkan biaya pilkada yang mahal sehingga membutuhkan modal besar. Modal besar untuk pilkada sangat berpotensi membuat seseorang melakukan tindak pidana korupsi, karena setelah menang akan ada misi 'balik modal'. Di sisi lain mencari bantuan modal dari 'bohir politik' akan mengikat politisi-politisi di eksekutif/legislatif dalam budaya balas budi yang korup," kata Firli.

Firli menyebutkan data di KPK, yaitu 82,3 persen calon kepala daerah mengaku memiliki donatur.

Mayoritas dari mereka kemudian berupaya melakukan korupsi untuk bentuk balas budi.

"Salah satunya 95,4 persen balas budi pada donatur akan berbentuk meminta kemudahan perizinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan atau 90,7 persen meminta kemudahan untuk ikut serta dalam tender proyek pemerintahan (pengadaan barang dan jasa). Lebih menariknya, kesadaran dan informasi ini didapat KPK dari mereka sendiri para gubernur, kepala daerah dan legislatif. Mereka semua menyadari, dorongan korupsi akan sangat tinggi jika biaya politik sangat mahal, kenapa?" kata Firli.

Baca juga: NOAH Rilis Ulang Second Chance dan Siapkan Tur Konser

Baca juga: Pasangan Muda yang Terluka Bacok pada Malam Hari Ternyata Bukan Korban Gangster Tapi Pelaku Tawuran

"Prinsip balik modal dan balas budi pada donatur membuat kepala daerah dan anggota legislatif akan menciptakan birokrasi yang korup, karena dari mana lagi mereka mencari pengganti itu kalau bukan dari kas negara," katanya.

Kemudian Firli mencontohkan perkara di Kabupaten Muara Enim di mana menjadi tanah kelahirannya. Di sana mulai dari kepala daerah hingga para wakil rakyat di DPRD sudah menjadi 'pasien' di KPK karena hal yang sama yaitu 'politik balas budi'.

Atas dasar itulah Firli merasa KPK perlu bersikap dengan mengusulkan presidential threshold 0 persen. Menurutnya, hal itu termasuk sebagai upaya pemberantasan korupsi dari hulu.

"Pada konteks ini, maka saya berpendapat bahwa jika PT (presidential threshold) 0 persen bisa membuat mahar politik parpol hilang dan biaya kampanye murah, sehingga pejabat terpilih lebih leluasa bekerja baik, ketimbang mikir korupsi untuk balik modal dan balas budi donatur, kenapa tidak PT ini 0%. Jika memang biaya politik mendorong hasrat korupsi yang membabi buta bagi seluruh pejabat politik, maka harus segera ditangani akar persoalannya. Salah satunya presidential threshold," kata Firli.

"Jika memang PT telah mendorong politik transaksional dalam bentuk mahar-mahar politik dan biaya politik mahal menciptakan donokrasi maka, pemberantasan korupsi harus diupayakan dengan perbaikan kultur dan sistem pemilihan raya di Indonesia yang dipimpin orkestrasinya langsung oleh Presiden RI Bapak Joko Widodo. Pendapat saya terkait PT 0% adalah semata-mata untuk tujuan penanganan potensi dan pemberantasan korupsi yang maksimal karena itulah konsentrasi KPK," ujarnya.(bum)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved