Berita Nasional
IPW Sebut Aturan Pengangkatan Eks Pegawai KPK Bertentangan dengan UU, Berpotensi Jerumuskan Kapolri
Dari 57 mantan pegawai KPK, tercatat 44 orang telah resmi dilantik menjadi menjadi ASN Polri
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melantik 44 bekas pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN Polri, di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (9/12/2021).
Pelantikan dilkukan setelah Polri menerbitkan aturan mengenai pengangkatan 57 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Polri.
Dari 57 mantan pegawai KPK, tercatat 44 orang telah resmi dilantik menjadi menjadi ASN Polri.
Adapun pengangkatan 57 mantan pegawai KPK itu tertuang dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 15 Tahun 2021.
• Agar Tak Ada Diskriminasi, Wamenkumham Sarankan Penanganan Kasus Korupsi Diserahkan kepada KPK
Saat ini, sekira 44 orang mantan pegawai KPK segera bertugas di Korps Bhayangkara.
Hanya saja, pengangkatan itu masih menyisakan perdebatan publik.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan, payung hukum yang digembar-gemborkan untuk menyelesaikan masalah Novel Baswedan Cs berpotensi menjerumuskan Kapolri Jenderal Listyo.
Sebab menurutnya, ketentuan yang dikeluarkan melalui Peraturan Polri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai KPK menjadi ASN di Lingkungan Polri ternyata bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang 2 Tahun 2002 tentang Polri.
"Hal ini terbukti dalam pasal 20 UU Polri disebutkan pada ayat 1 yakni pegawai negeri pada Polri terdiri atas: a. anggota Polri, dan b. pegawai negeri sipil. Pada ayat 2 ditegaskan, terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian," tutur Sugeng dalam diskusi virtual bertajuk "Penerimaan Eks Pegawai KPK ke ASN Polri, (Perpol) Nomor 15 Tahun 2021 Cacat Hukum?", Jumat (10/12/2021).
• VIDEO : Novel Baswedan Dan Mantan Pegawai KPK Lainnya Resmi Menjadi ASN Polri
Dengan begitu, kata Sugeng, pengangkatan PNS di lingkungan Polri mau tidak mau harus berdasarkan Undang-undang Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2014 sebagai payung hukumnya.
"Akibatnya, Perpol 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai KPK Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Polri pada dasar "mengingat" tidak mendasarkan pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sehingga dari sisi formilnya adalah menjadi batal demi hukum," ungkapnya
Dalam kesempatan sama, Pakar Hukum asal Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, seharusnya pengangkatan personil di kepolisian dilakukan dalam konteks rekruitmen pegawai secara keseluruhan yang juga memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat.
Menurut dia, jika kepolisian membutuhkan bidang tertentu, maka juga harus memberikan kesempatan kepada semua orang untyk mengikuti tesnya.
"Pengangkatan eks KPK ini seolah terlihat politis, karena hanya didasarkan pada diskresi kapolri. Jadi meskipun kita setuju eks KPK diangkat sebagai ASN melalui Polri, tetapi tetap harus nemperhatikan peraturan perundangan yang ada, sehingga tidak terkesan pilih kasih," ungkapnya
• Wamenkumham: Kalau KPK Bisa Menyadap, Maka Harusnya Kejaksaan dan Kepolisian Juga Boleh
Sejalan dengan itu, Koordinator Perekat Nusantara, Petrus Salestinus mengatakan Perpol tersebut bertentangan dengan UU no 2 tahun 2002 tentang Polri dan bertentangan dengan aturan ASN yang ada.
"Perpol tersebut materi muatannya sangat keliru, secara hukum sudah salah, ini merupakan kepusan politik yang diwujudkan dalam keputusan hukum," tegas Petrus penuh semangat di diskusi virtual tersebut.
Selain itu lanjut Petrus, pihaknya meminta agar lembaga politik yang ada di DPR untuk segera meminta penjelasan dan membatalkan aturan hukum atau Perpol yang baru ditetapkan.
"Hal ini merupakan tindakan sewenang-wenang Kapolri dan menjadi presenden buruk Kapolri, katanya.
Masih di Forum yang sama, Ketua Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) Ahmad Haron Hariri menyampaikan dengan terbitnya parpol tersebut jelas bertentangan denga undang-undang yang ada dan merupakan dosa besar Polri karena merusak tatanan bernegara.
Baca juga: 44 Bekas Pegawai KPK Dilantik Jadi ASN Polri, Ahmad Sahroni: Semoga Setelah Ini Tak Ada Drama Lagi
"Ada potensi kolusi dan nepotisme yang dapat merusak sistem ketatanegaraan karena secara Perpol rusak dan cacat hukum," katanya.
Kalo saya, ingin (melihat) peristiwa ini pertama kali ketika eks pegawai KPK akan dijadikan ASN, kemudian antara Mensesneg Pratikno dan Kapolri (diduga bertemu), saya rasa dari situ bisa kita telusuri kepentingannya. Apa peristiwa tersembunyi dibalik ini semua?" tandas Haron Hariri.
Ditugaskan di divisi pencegahan
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menugaskan 44 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korup i (KPK) menghentikan budaya korupsi di Indonesia, usai dilantik menjadi ASN Polri.
Menurut Sigit, rekam jejak 44 eks pegawai KPK tersebut tidak diragukan lagi dalam pemberantasan korupsi.
Karena itu, mantan Kapolda Banten itu meminta Novel Baswedan Cs mengubah budaya korupsi di tanah air.
"Tentunya rekam jejak ini bisa menjadi dasar pada saat melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan potensi kebocoran akar-akar masalah karena budaya korupsi, kita ubah dengan pengalaman mereka," kata Sigit di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (10/12/2021).
Ia menuturkan, pihaknya juga telah menyiapkan jabatan eks pegawai KPK di divisi pencegahan tindak pidana korupsi.
Namun, dia belum menjelaskan rinci terkait divisi yang dimaksud tersebut.
"Mereka akan kita tempatkan di divisi pencegahan, sudah disampaikan beberapa waktu lalu, bahwa disampaikan hal yang paling utama adalah bagaimana memperbaiki secara fundamental."
"Kita bisa memperkuat upaya penanganan pemberantasan korupsi, khususnya di sektor pencegahan," jelasnya.
• Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Bikin Garuda Bernapas Lega, Akan Segera Pulihkan Kinerja
Menurut Sigit, pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi dinilai penting dibandingkan penegakan hukum, untuk mengubah budaya korupsi di masyarakat.
"Karena memang penindakan itu ultimum remedium."
"Yang paling penting adalah bagaimana mencegah, mengubah budaya supaya masyarakat, supaya penyelenggaran negara memahami dan kemudian ini bersama-sama kita bangun," paparnya.