Kasus Rizieq Shihab
Ahli dari Baharkam di Sidang Kasus Dugaan Unlawful Killing: Orang yang Dikawal Polisi Harus Diborgol
Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan Juni Dwiarsyah, ahli dari Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan Juni Dwiarsyah, ahli dari Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri.
Juni menjelaskan standar operasional prosedur (SOP) pengawalan anggota Polri, dalam sidang lanjutan dugaan unlawful killing yang menewaskan 6 anggota FPI, Selasa (7/12/2021).
Dalam persidangan yang digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan itu, Juni membeberkan SOP kepolisian saat melakukan penugasan, terlebih melakukan pengawalan terhadap seorang pelaku.
Baca juga: Cawapres Bisa Tentukan Kemenangan Pilpres 2024, Ada Papan Atas, Menengah, dan Bawah
Hal itu diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Polri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pengawalan.
Pasal 20
Tata cara pengawalan tahanan dengan jalan kaki meliputi: memeriksa keadaan borgol dan memborgol kedua tangan tahanan ke belakang.
Pasal 21
Tata cara pengawalan tahanan dengan kendaraan mobil meliputi: tahanan diborgol, perintahkan naik kendaraan, apabila tahanan lebih dari satu diperintahkan naik kendaraan satu per satu dan duduk berhadap-hadapan.
Baca juga: Epidemiolog Sebut Gejala Varian Omicron Demam dan Batuk Mirip Influenza, Menular Lewat Airborne
Dalam aturan ini juga disebut tahanan tetap diborgol saat dibawa dengan kereta api, kapal, ataupun pesawat.
"Ya tadi saya sampaikan pasal 21 tersebut, orang yang dikawal itu, tangannya itu harus diborgol."
"Orang yang dibawa itu harus diborgol itu harus dilakukan oleh anggota polisi tersebut," jelas Juni dalam persidangan.
Baca juga: Setelah Nanti Dilantik Jadi ASN Polri, 44 Bekas Pegawai KPK Bakal Jalani Orientasi
Bahkan, kata dia, jika anggota kepolisian tidak atau lupa membawa borgol saat melakukan pengawalan, bisa menggantinya dengan alat lain sebagai pengganti dari fungsi borgol.
Hal itu penting dilakukan, kata dia, guna membatasi ruang gerak dari orang atau pelaku yang sedang dikawal, meski di dalam mobil sekalipun.
"Kalau bicara borgol yang secara harfiahnya kan yang sudah masyarakat tahu, itu yang borgol yang plastik itu ya."
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 7 Desember 2021: 261 Orang Positif, 420 Sembuh, 17 Meninggal
"Kalau anggota Polri tidak bawa, ya coba kita kutip 'tapi anggota inget Polri punya naluri, punya diskresi, punya penilaian."
"Jadi kira-kira kalau enggak diborgol akan membahayakan saya enggak?" Bebernya.
Alat lain yang memungkinkan menjadi pengganti dari fungsi borgol, kata Juni, bisa menggunakan tali atau baju dari orang yang sedang dalam pengawalan.
Baca juga: Pimpinan dan Komisi III DPR Bakal Bahas Jadwal Pemilu 2024 Sebelum Reses
Terpenting, kata dia, ruang gerak dari orang tersebut terbatasi, sehingga tidak mengancam keselamatan dari anggota Polri yang sedang bertugas melakukan pengawalan.
"Mungkin bisa diikat tali, disambungkan ke anggota, atau kalau enggak ada (tali), bajunya itu dibuka dijadikan pengikat."
"Intinya bagaimana orang yang akan dibawa itu ruang geraknya memang sudah terbatasi."
"Kan dia begini-gini (memeragakan sedang bergerak-gerak) kalau tangannya diborgol," papar Juni.
Berawal dari Korban yang Tidak Diborgol
Jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan upaya perebutan senjata yang dilakukan empat anggota Front Pembela Islam (FPI), dengan para terdakwa dugaan tindakan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing.
Para terdakwa adalah anggota Polri.
Hal itu dibeberkan jaksa dalam sidang perdana yang digelar di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, dengan agenda pembacaan dakwaan, Senin (18/10/2021).
Jaksa mengatakan hal itu bermula saat terdakwa Briptu Fikri Ramadhan beserta terdakwa Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) dan Ipda M Yusmin Ohorella, mengamankan empat anggota FPI, setelah menembak 2 anggota FPI lainnya, di KM 50, Cikampek.
Keempat anggota FPI yang diamankan itu adalah Luthfil Hakim, Muhamad Suci Khadavi Poetra, Akhmad Sofiyan, dan M Reza.
Perebutan senjata itu terjadi karena para terdakwa tidak memborgol atau mengikat tangan para anggota FPI.
Dalam mobil tersebut, tiga anggota FPI duduk di sisi paling belakang mobil, sedangkan Briptu Fikri Ramadhan duduk di sisi tengah bagian kiri, bersama Luthfil Hakim.
Selang beberapa meter mobil tersebut melaju dari KM 50, M Reza yang duduk di belakang langsung mencekik terdakwa Fikri, karena kondisi tangan yang tidak diborgol sedari awal penangkapan.
"Ternyata belum terlalu lama perjalanan dari Rest Area Km 50, tepatnya di KM 50+200."
"Tiba-tiba salah satu anggota FPI yang sejak semula tidak diborgol atau tidak diikat (tangannya) benama M Reza (almarhum), duduk sebelah kiri kursi belakang."
"Tepatnya di belakang terdakwa (Fikri), dengan seketika mencekik leher terdakwa," beber jaksa dalam persidangan.
Melihat kondisi tersebut, rekan Reza, yakni Lutfil Hakim yang duduk di samping Fikri, membantu Reza mencekik dan berupaya merampas senjata api yang dimiliki Fikri.
Sedangkan anggota FPI lainnya, Akhmad Sofiyan dan Muhammad Suci Khadavi Poetra, juga turut membantu kedua temannya dengan cara mengeroyok dan menjambak rambut Firkri.
"Namun terdakwa (Fikri) belum bisa mereka lumpuhkan atau mereka tidak dapat merampas senjatanya," beber jaksa.
Saat pengeroyokan dan adanya usaha perebutan senjata tersebut, Fikri berteriak minta tolong kepada rekannya yang duduk di bagian depan.
Seketika, Ipda Yusmin yang merupakan pengemudi dari mobil ini, menoleh ke belakang dan seketika memperlambat kendaraan sambil meminta terdakwa Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengantisipasi hal tersebut.
"Mendengar teriakan tersebut, saksi Ipda Mohammad Yusmin Ohorella menoleh ke belakang dan memberikan aba-aba atau isyarat kepada Ipda Elwira Priadi Z (almarhum)."
"Dengan mengatakan "wirrr,,, Wirrr,,, Awasss Wirrr!ll" Ucap jaksa.
Namun, bukannya menghentikan kendaraan atau melakukan tindakan persuasif, Ipda Elwira Priadi malah melesatkan tembakan timah panas yang berada di tangannya, ke arah Lutfil Hakim dan ke arah Akhmad Sofyan.
Akhirnya, peluru tersebut, kata jaksa, mengenai bagian dada para korban hingga menembus ke bagian pintu bagasi mobil yang ditumpanginya.
"Hingga mengenai sasaran mematikan tepat di dada sisi kiri Akhmad Sofiyan sebanyak dua kali tembus ke kaca bagasi belakang mobil Xenia warna silver," papar jaksa.
Setelah selesainya penembakan yang dilakukan Ipda Elwira Priadi Z (almarhum) dan melihat keadaan Fikri sudah merasa aman dan terlepas dari cekikan M Reza maupun jambakan Muhammad Suci Khadavi Poetra, keadaan di dalam mobil kembali tenang.
Terlebih saat itu, Lutfil Hakim dan Akhmad Sofiyan telah tewas.
Akan tetapi, penembakan kembali dilakukan oleh terdakwa Ipda Elwira Priadi Z (almarhum), yang kali ini menyasar M Reza dan Suci Khadavi Poetra, yang sudah tidak memiliki senjata dan tidak melawan.
"Selanjutnya terdakwa (Elwira Priadi) tanpa berpikir, lalu mengarahkan kembali senjata apinya dan menembakkan lagi ke arah Muhammad Suci Khadavi Poetra, dan tepat mengenai sasaran yang mematikan di dada sebelah kiri sebanyak tiga kali," ungkap jaksa. (Rizki Sandi Saputra)