Cina Protes Pengeboran Minyak di Natuna Utara, Pemerintah Diminta Perkuat Bakamla

Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak Cina atas nine dash line, dan karenanya tidak perlu menanggapi protes-protes tanpa dasar hukum tersebut.

TRIBUNNEWS/DENNIS DESTRYAWAN
Anggota Komisi I DPR Christina Aryani mendorong pemerintah memperkuat Badan Kemanan Laut (Bakamla) sebagai coast guard. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Christina Aryani mendorong pemerintah memperkuat Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai coast guard.

Utamanya, untuk menjalankan tugas-tugas pengamanan terhadap kegiatan pengeboran lepas pantai di Landas Kontinen Indonesia, di Natuna Utara.

Hal ini disampaikan politikus Parta Golkar tersebut, menyikapi protes Cina soal pengeboran minyak di Natuna.

Baca juga: KPU dan Pemerintah Tak Kunjung Sepakat, Pembahasan Jadwal Pemilu 2024 Bakal Dilanjut Tahun Depan

"Kesempatan ini sekaligus saya gunakan untuk mendorongpPemerintah memperkuat Bakamla."

"Sebagai coast guard kita untuk menjalankan tugas-tugas pengamanan terhadap kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi di ZEE," ujar Christina Aryani kepada Tribunnews, Jumat (3/12/2021).

Kehadiran negara dalam berbagai bentuk di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia, lanjutnya, harus diintensifkan sebagai penangkal klaim-klaim sepihak negara lain.

Baca juga: Siap-siap! Varian Omicron Sudah Sampai di Singapura

Apalagi, tegasnya, sebagaimana diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (Unclos 1982), ujung selatan Laut Cina Selatan merupakan bagian ZEE Indonesia, yang sejak 2017 oleh Indonesia dinamakan sebagai Laut Natuna Utara.

"Sesuai ketentuan Pasal 56 Unclos, Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk melakukan kegiatan ekplorasi, eksploitasi dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di wilayah tersebut," tegasnya.

Dia tegaskan pula, Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak Cina atas nine dash line, dan karenanya tidak perlu menanggapi protes-protes tanpa dasar hukum tersebut.

Baca juga: Calon Anggota KPU-Bawaslu Periode 2022-2027 Sisa 48 Orang, 16 di Antaranya Perempuan

"Kami juga menyakini Kemenlu RI sudah dan akan terus melakukan langkah-langkah diplomatik terukur untuk menyikapi hal ini," ucapnya.

Sebelumnya, Reuters melaporkan  Cina meminta Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah maritim, yang dianggap kedua negara sebagai milik mereka sendiri.

Permintaan itu belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Melonjak Jadi 53, Sumatera Mendominasi

Muhammad Farhan, anggota Komisi I DPR mengungkapkan, surat dari diplomat Cina kepada Kementerian Luar Negeri dengan jelas meminta Indonesia menghentikan sementara pengeboran di rig lepas pantai, karena itu terjadi di wilayah Cina.

"Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Farhan kepada Reuters.

Reuters melaporkan, Kedutaan Besar Cina di Jakarta juga tidak menanggapi permintaan komentar.

Baca juga: Tes PCR Masih Bisa Deteksi Varian Omicron Meski Tak Mampu Pantau Gen S

Tiga orang lainnya, yang mengaku telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut, membenarkan adanya surat tersebut.

Dua dari orang-orang itu mengatakan Cina berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran.

Negara terbesar di Asia Tenggara itu mengatakan, ujung selatan Laut Cina Selatan adalah zona ekonomi eksklusifnya di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut, dan menamakan wilayah itu sebagai Laut Natuna Utara pada 2017.

Baca juga: Diajak Konsultasi, Komisi II DPR Minta KPU dan Pemerintah Sepakati Dulu Jadwal Pemilu 2024

Cina keberatan dengan perubahan nama tersebut, dan bersikeras jalur air tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut Cina Selatan yang ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" berbentuk U.

Ini adalah sebuah batas yang tidak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada 2016.

"(Surat itu) sedikit mengancam, karena itu adalah upaya pertama diplomat Cina untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," beber Farhan kepada Reuters.

Baca juga: Dianggap Sepelekan MPR karena Potong Anggaran dan Tak Hadiri Rapat, Ini Jawaban Sri Mulyani

Cina adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua, menjadikannya bagian penting dari ambisi Indonesia untuk menjadi ekonomi papan atas.

Para pemimpin Indonesia tetap diam tentang masalah ini, untuk menghindari konflik atau pertengkaran diplomatik dengan Cina, kata Farhan, dan dua orang lainnya yang berbicara kepada Reuters.

Farhan mengatakan, Cina, dalam surat terpisah, juga memprotes latihan militer Perisai Garuda yang sebagian besar berbasis darat pada Agustus lalu.

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 2 Desember 2021: Suntikan Pertama 140.885.229, Dosis Kedua 97.318.649

Latihan yang melibatkan 4.500 tentara dari Amerika Serikat dan Indonesia itu, menjadi kegiatan rutin sejak 2009. Ini adalah protes pertama Cina terhadap mereka, menurut Farhan.

"Dalam surat resmi mereka, Pemerintah Cina mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di daerah itu," terangnya. (*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved