Partai Politik

Moeldoko Cs Kalah Lagi di Pengadilan, Kali Ini Gugatan Minta Disahkan Negara Ditolak PTUN Jakarta

Para penggugat juga dihukum membayar biaya perkara yang timbul dalam sengketa sebesar Rp 509 ribu.

Warta Kota
PTUN Jakarta menolak gugatan Moeldoko dan Jhonny Allen Marbun terhadap Menteri Hukum dan HAM, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Teuku Riefky Harsya. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Moeldoko dan Jhonny Allen Marbun terhadap Menteri Hukum dan HAM, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Teuku Riefky Harsya.

Putusan ini tertuang dalam laman Mahkamah Agung (MA) pada persidangan elektronik atau e-court bernomor 150/G/2021/PTUN-JKT, Selasa (23/11/2021).

Dalam putusannya, majelis hakim tak menerima gugatan Moeldoko dan Jhonny Allen, lantaran PTUN tak mempunyai kewenangan mengadili perkara yang menyangkut internal partai politik.

Baca juga: Lebih Pilih Membina, Polisi Bebaskan Penyebar Seruan Jihad Lawan Densus 88

"Menyatakan gugatan penggugat tidak diterima," bunyi putusan PTUN Jakarta, dengan hakim ketua majelis Enrico Simanjuntak, Selasa (23/11/2021).

Para penggugat juga dihukum membayar biaya perkara yang timbul dalam sengketa sebesar Rp 509 ribu.

Dalam eksepsinya, majelis hakim mengabulkan eksepsi tergugat I dan tergugat II terkait kompetensi absolut pengadilan.

"Dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi tergugat I dan tergugat II intervensi tentang kompetensi absolut pengadilan," ucapnya.

Minta Disahkan Negara

Rusdiansyah, kuasa hukum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, mendaftarkan gugatan tata usaha negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Jumat (25/6/2021).

Rusdiansyah mengatakan, materi gugatan meminta pengadilan mengesahkan KLB yang diadakan di Deli Serdang, Sumatera Utara pada 5 Maret 2021.

KLB Demokrat tersebut menghasilkan Jenderal (Purn) Moeldoko dan Jhonni Allen Marbun sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat 2021-2025.

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Turun Jadi 20, Jateng Terbanyak, Jakarta Masuk Lagi

Pasca-ditolaknya pengesahan hasil KLB Deli Serdang oleh Menteri Hukum dan HAM, kata Rusdiansyah, belum pernah ada upaya hukum yang dilakukan oleh kliennya ke pengadilan.

"Maka dari itu, ini upaya hukum pertama kali yang dilakukan agar kepengurusan hasil KLB diakui negara melalui gugatan tata usaha negara ke PTUN Jakarta," kata Rusdiansyah melalui keterangan tertulis, Jumat (25/6/2021).

Menurut Rusdiansyah, gugatan tata usaha yang dilayangkan Partai Demokrat kubu KLB Deli Serdang, teregistrasi dengan nomor 150/G/2021/PTUN.JKT.

Baca juga: LIVE STREAMING Sidang Vonis Rizieq Shihab, Hakim Tolak Permintaan Terdakwa Dihadirkan Sekaligus

Yang menjadi tergugat adalah Menteri Hukum dan HAM selaku pejabat atau badan tata usaha negara.

Dalam materi gugatan dijelaskan beberapa alasan hukum mengapa KLB Demokrat Deli Serdang harus disahkan.

Pertama, KLB konstitusional karena diikuti oleh pemilik suara sah, yaitu para pengurus Partao Demokrat kabupaten/kota maupun provinsi.

Baca juga: BREAKING NEWS: Rizieq Shihab Divonis 4 Tahun Penjara di Kasus Hasil Tes Swab

Kedua, KLB dilakukan secara demokratis dan konstitusional, mengikuti ketentuan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat 2015.

Ketiga, KLB merupakan hasil desakan dari pendiri, senior, dan pengurus Partai Demokrat di daerah-daerah.

Rusdiansyah berharap nantinya PTUN Jakarta menyidangkan dan memutuskan perkara ini secara adil dan objektif.

Baca juga: Jatuhkan Vonis Lebih Rendah dari Tuntutan, Hakim Bilang llmu Agama Rizieq Shihab Masih Dibutuhkan

Sehingga, putusan yang dihasilkan tentunya akan memenangkan KLB Deli Serdang yang memang dihasilkan dari forum yang demokratis dan konstitusional Partai Demokrat.

"Gugatan ini kami ajukan selain untuk kepentingan hukum klien, kami persembahkan untuk rakyat Indonesia dan dunia demi tegaknya hukum, keadilan, hak asasi manusia, dan demokrasi."

"Dan agar ke depan tidak ada lagi hak-hak dan kedaulatan anggota dirampas."

Baca juga: Sama Seperti dengan GAM, Pemerintah Diminta Ajak Kelompok Pro Kemerdekaan Papua Berdialog

"Dengan gugatan ini kami berharap kader-kader Partai Demokrat di daerah tetap sabar dan tenang menunggu perkara ini mempunyai putusan yang berkekuataan hukum tetap."

"Sembari berdoa KLB Deli Serdang diberi kemenangan oleh Tuhan Yang Maha Esa," paparnya.

Ditolak

Mahkamah Agung (MA) menolak uji materi alias judicial review terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.

Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Tribunnews, Selasa (9/11/2021).

Perkara itu tercatat dengan nomor 39 P/HUM/2021. Pemohon adalah Muh Isnaini Widodo dkk melawan Menkumham Yasonna Laoly.

Baca juga: Rizieq Shihab Serukan Pengikutnya Boikot Kapolda Fadil Imran dan Pangkostrad Dudung Abdurachman

Para pemohon memberikan kuasa kepada Yusril Ihza Mahendra.

Majelis hakim yang menangani perkara tersebut adalah ketua majelis Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi.

Objek sengketa perkara tersebut adalah AD/ART Partai Demokrat tahun 2020. 

LIVE REPORT: TOMMY SOEHARTO LUNCURKAN REST AREA MODERN

 

Baca juga: Kasubdit Resmob Polda Metro Jaya: Anggota FPI Berhasil Rebut Senjata Api dan Arahkan ke Terdakwa

AD/ART itu disahkan berdasarkan Keputusan Nomor M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan AD/ART, pada 18 Mei 2020.

Para pemohon pada pokoknya mendalilkan:

⦁ AD/ART Parpol termasuk peraturan perundang-undangan, karena AD/ART Parpol merupakan peraturan yang diperintahkan oleh UU 2/2008 jo UU 2/2011 (UU Parpol) dan dibentuk oleh Parpol sebagai badan hukum publik.

Baca juga: Andre Rosiade Beberkan Harga Tes PCR Bisa di Bawah Rp 200 Ribu, Begini Hitung-hitungannya

Pembentukan AD ART Parpol beserta perubahannya juga harus disahkan oleh termohon, sehingga proses pembentukannya sama dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UU;

⦁ Objek permohonan baik dari segi formil maupun materie bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu:

1. UU 2/2008 jo. UU 2/2011 (UU Parpol);

2. UU 12/2011 jo. UU 15/2019 (UU PPP), dan

3. Anggaran Dasar Partai Demokrat Tahun 2015.

Sementara pendapat MA:

MA tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus objek permohonan, karena AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 dan pasal 8 UU PPP, sebagai berikut:

• AD/ART Parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal parpol yang bersangkutan;

⦁ Parpol bukanlah lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau Pemerintah atas perintah UU;

⦁ Tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan;

"Menyatakan permohonan keberatan HUM dari para pemohon tidak dapat diterima," bunyi putusan majelis. (Danang Triatmojo)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved