Korupsi
Tindaklanjuti Keberatan Soal Pencabutan PP Pengetatan Remisi Koruptor, Ditjen Pas Bentuk Tim Khusus
Tindaklanjuti Keberatan LQ Indonesia Lawfirm Soal Pencabutan PP Pengetatan Remisi Koruptor, Ditjenpas Bentuk Tim Khusus. Berikut Selengkapnya
“Dalam teori hukum trias politika, sudah sangat jelas tugas masing-masing badan eksekutif, legislatif dan yudikatif,” tambahnya.
Seperti diketahui, Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham, Rika Aprianti mengatakan pihaknya akan tetap mengikuti perkembangan dari putusan MA tersebut.
Ditjen PAS berjanji akan melaksanakan putusan dan memberikan hak-hak narapidana sebagaimana aturan tersebut.
Meski begitu, menurutnya, Ditjen Pas belum melaksanakan putusan MA hingga saat ini.
Padahal, kata Alvin, putusan tersebut berlaku seketika saat dibacakan majelis hakim.
Baca juga: Tindak Tegas Oknum Fismondev, LQ Indonesia Lawfirm Apresiasi Propam Polda Metro Jaya
Baca juga: Viral Pernyataan Mahfud MD Soal Kinerja Polri, LQ Indonesia Lawfirm: Tindak Tegas Oknum Polisi
Terlebih, tidak ada upaya hukum lanjutan atas judicial review atau uji materi tersebut.
“Jadi tindakan Ditjen Pas yang menunda-nunda hak konstitusional warga binaan merupakan perbuatan melawan hukum,” ujarnya Alvin Lim.
“Apakah alasan Ditjen Pas sudah 22 hari setelah menerima putusan judicial review, masih belum juga mematuhi isi putusan MA RI No 28P/HUM/2021? Tidak boleh ditunda-tunda putusan MA wajib segera ditaati, karena ini menyangkut hak konstitusional dan hak asasi manusia yang mendasar,” tegasnya.
Ia pun mengimbau agar para warga binaan kasus tindak pidana korupsi yang masih belum mendapatkan remisi, agar keluarganya bisa menghubungi LQ Indonesia Law Firm di nomor 0818-0489-0999.
Sehingga bisa dibantu untuk memperoleh haknya.
Sebab, kata Alvin, kesengajaan untuk tidak memberikan hak warga negara sesuai undang-undang adalah perbuatan melawan hukum, yang diatur dalam Pasal 421 KUHP, yaitu penyalahgunaan wewenang dan diancam pidana kurungan.
Apalagi, lanjutnya, PP Nomor 99 tahun 2012 tentang perubahan atas PP Nomor 32 tahun 1999 dipandang tidak mempertimbangkan dasar hukum lain, yaitu Undang-undang Pemasyarakatan.
“Jangan sampai para pejabat negara dalam hal ini Dirjen Pas justru malah melakukan perbuatan melawan hukum. Apa pun isi putusan pengadilan, apalagi MA yang sudah inkrah, jika kita langgar dan abaikan, apa bedanya Dirjen Pas dengan para pelaku kejahatan jika seperti itu?,” jelasnya.
MA Dinilai Salah Kaprah Memahami Restorative Justice
Dikutip dari Kompas.com, Pakar hukum tata negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai, Mahkamah Agung (MA) salah kaprah memahami konsep restorative justice ketika memutuskan mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang dikenal sebagai PP pengetatan remisi koruptor.