Aksi Terorisme
MUI Nonaktifkan Anggota Komisi Fatwa Ahmad Zain An-Najah Usai Jadi Tersangka Kasus Terorisme
Zain ditangkap Densus 88 pada Selasa (16/11/2021) kemarin, karena diduga terkait kelompok teroris Jemaah Islamiyah.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menonaktifkan Ahmad Zain An-Najah dari kepengurusan, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus terorisme.
Zain ditangkap Densus 88 pada Selasa (16/11/2021) kemarin, karena diduga terkait kelompok teroris Jemaah Islamiyah.
Keputusan MUI disampaikan melalui "Bayan Majelis Ulama Indonesia Tentang Penangkapan Tersangka Terorisme" yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar dan Sekjen MUI Amirsyah Tambunan tertanggal 17 November 2021.
Baca juga: BREAKING NEWS: Mantan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua Meninggal di RSPAD Gatot Soebroto
"MUI menonaktifkan yang bersangkutan sebagai pengurus di MUI, sampai ada kejelasan berupa keputusan yang berkekuatan hukum tetap," ujar Miftachul melalui keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Rabu (17/11/2021).
Selain itu, MUI mengimbau masyarakat untuk menahan diri agar tidak terprovokasi dari kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan tertentu.
"MUI mendorong semua elemen bangsa agar mendahulukan kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan keutuhan dan kedamaian bangsa dan negara," ucap Miftachul.
Baca juga: DAFTAR Lengkap PPKM Jawa-Bali Hingga 29 November 2021, Level 1 Terbanyak Ada di Jawa Timur
Dewan Pimpinan MUI membenarkan Ahmad Zain An-Nazah adalah anggota Komisi Fatwa MUI
Zain ditangkap Densus 88 pada Selasa (16/11/2021) kemarin setelah diduga terkait kelompok teroris Jemaah Islamiyah.
"Yang bersangkutan adalah Anggota Komisi Fatwa MUI, yang merupakan perangkat organisasi di MUI, yang fungsinya membantu Dewan Pimpinan MUI," jelas Miftachul.
Baca juga: LIVE STREAMING Pelantikan Andika Perkasa dan Dudung Abdurachman Jadi Panglima TNI dan KSAD
Meski begitu, MUI memastikan pihaknya tidak terlibat dugaan kegiatan terorisme yang dilakukan oleh Zain.
Perbuatan yang oleh Zain, merupakan urusan pribadi dan tidak terkait dengan MUI.
"Dugaan keterlibatan yang bersangkutan dalam gerakan jaringan terorisme merupakan urusan pribadinya, dan tidak ada sangkut pautnya dengan MUI," tegas Miftachul.
Baca juga: Jaksa Akhirnya Eksekusi Irjen Napoleon Bonaparte ke Lapas Cipinang Setelah MA Tolak Kasasi
Dewan Pimpinan MUI menyerahkan kasus dugaan terorisme yang menjerat anggota Komisi Fatwa MUI Ahmad Zain An-Nazah, kepada aparat kepolisian.
"MUI menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum."
"Dan meminta agar aparat bekerja secara profesional dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah."
Baca juga: Regulasi Sudah Dibuat, MenPANRB Segera Umumkan Perekrutan Mantan Pegawai KPK Jadi ASN Polri
"Dan dipenuhi hak-hak yang bersangkutan untuk mendapatkan perlakuan hukum yang baik dan adil," tutur Miftachul.
Miftachul mengatakan MUI selama ini berkomitmen dalam penindakan kasus terorisme.
"MUI berkomitmen dalam mendukung penegakan hukum terhadap ancaman tindak kekerasan terorisme, sesuai dengan fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 tentang Terorisme," papar Miftachul.
Murid Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar
Ahmad Zain An-Najah, anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditangkap Densus 88 Antiteror Polri, merupakan murid Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwahid mengatakan, Zain An-Najah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Al Mu'min di Ngruki, Jawa Tengah.
Pesantren ini diduga didirikan oleh Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar.
"Artinya dia terkait juga dengan jaringan teror Jamaah Islamiyah (JI)."
"Zain An-Najah itu memang dia terkait dengan, sebagai alumni Pesantren Al-Mu'min Ngruki, yang didirikan oleh Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar," kata Ahmad saat dikonfirmasi, Rabu (17/11/2021).
Ahmad menjelaskan, Zain juga diduga anggota dewan syariah Lembaga Amil Zakat BM Abdurrohman Bin Auf (LAZ-ABA), yang terafiliasi JI. Yayasan ini bertugas untuk menghimpun dana dari masyarakat.
Selain itu, Zain tergabung dalam Dewan Syariah Nasional MUI periode 2021-2025.
"Dia juga Dewan Syariah BM ABA yang kemarin ditangkap densus di Lampung itu."
"Dia juga merupakan Dewan Syariah Nasional MUI periode 2021-2025," ungkap Ahmad.
Ahmad menerangkan, Zain memang dikenal sebagai petinggi JI bersama dua rekannya, Abdurahman Ayub dan Abdul Hakim. Kedua rekannya ditangkap karena menjadi anggota ISIS.
"Dulu juga jejak digitalnya jelas, mereka rajin ceramah terkait dengan propaganda non muslim itu teroris."
"Di tahun 2019, dia juga pernah terkait dengan Abdul Hakim, mantan anggota ISIS yang sudah ditangkap itu," bebernya.
Atas dasar itu, Ahmad memastikan keputusan Densus 88 menangkap Zain sudah tepat.
"Densus 88 menangkap itu bukan asal menangkap."
"Semuanya adalah berdasarkan hukum, yaitu minimal dua alat bukti."
"Makanya sampai sekarang kan Densus 88 Antiteror itu kan sebagai institusi penegak hukum di bidang tindak pidana terorisme, yang salah satu yang terbaik di dunia," ucap Ahmad.
Sebelumnya, Tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap Ahmad Farid Okbah, Zain An-Najah, dan Anung Al-Hamad, atas dugaan tindak pidana terorisme, di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/11/2021) pagi.
Ketiganya ditangkap di tempat terpisah.
Ahmad Zain An-Najah ditangkap di jalan Merbabu Raya, Pondok Melati, Kota Bekasi, sekitar pukul 04.39 WIB.
Lalu, Farid Okbah ditangkap sekitar pukul 04.43 WIB di Jalan Yanatera, Jatimelati, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Sementara, Anung Al-Hamat ditangkap di jalan Raya Legok Blok Masjid, Jatimelati, Pondok Melati, Kota Bekasi, sekitar pukul 05.49 WIB.
Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar mengatakan, ketiganya ditetapkan tersangka usai diduga terlibat kelompok teroris JI.
"Sudah (ditetapkan tersangka)," kata Aswin saat dikonfirmasi, Selasa (16/11/2021).
Ahmad Zain An-Najah diduga Dewan Syuro Jamaah Islamiyah (JI).
"AZ keterlibatannya Dewan Syuro JI," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (16/11/2021). (Fahdi Fahlevi)