Virus Corona
Dikaitkan dengan Reshuffle Kabinet, Isu Tes PCR Dianggap Kental Muatan Politis
Dia menyayangkan isu ini digunakan untuk mendorong wacana pergantian kabinet tanpa mempertimbangkan dampak psikologis masyarakat.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Barikade 98 Arif Rahman menyayangkan fokus pemerintah menangani pandemi Covid-19, diganggu isu-isu bermuatan politis.
Misalnya, kata dia, isu tes PCR yang dikaitkan dengan wacana reshuffle kabinet.
"Saya lihat isu ini semata-mata diluncurkan hanya untuk menyalurkan hasrat politik terkait ilusi akan adanya reshuffle,” kata staf khusus Wapres itu, Jumat (5/11/2021).
Isu PCR, kata dia, digarap secara masif dan sistematis, karena melibatkan sejumlah buzzer politik.
Dia menyayangkan isu ini digunakan untuk mendorong wacana pergantian kabinet tanpa mempertimbangkan dampak psikologis masyarakat.
“Isu-isu yang digunakan pun sebenarnya lemah dan tidak punya fakta."
"Namun karena disajikan dengan bahasa yang mencekam oleh media mainstream dan diamplifikasi oleh buzzer, maka seolah-olah yang diberitakan ini adalah sebuah fakta,” tuturnya.
Misalnya, kata dia, isu tentang harga tes PCR yang dinilai terlalu mahal.
Harga tes PCR Indonesia kemudian dibandingkan dengan India, yakni Rp 96 ribu.
Padahal, menurutnya sangat jelas murahnya harga PCR di India, karena seluruh komponennya buatan dalam negeri.
Sementara bila dibandingkan dengan negara lain, Indonesia termasuk 10 persen negara dengan tarif swab paling terjangkau.
Arif mencontohkan harga tes PCR di sejumlah negara, Malaysia: RM 150 atau setara dengan 513.218 IDR.
Singapura: 125 SGD-160 SGD atau setara dengan 1.318.000 IDR-1.687.000 IDR, Filipina: 2.460 PHP – 3.360 PHP atau setara dengan Rp689.000 – Rp945.000, Vietnam: 734.000 VND atau setara dengan 455.000 IDR, dan Thailand: 4.000 TBH atau setara dengan 1.700.000 IDR.
Ia menilai isu harga PCR tersebut bermuatan politis, karena langsung menunjuk dua menteri yang terlibat aktif dalam penanganan pandemi, yakni Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Melalui perusahaanya masing-masing, keduanya dituding turut menerima keuntungan dari swab PCR, yang kemudian dikaitkan dengan isu reshuffle kabinet.
