Berita Nasional
Reuni Akbar 212 Digelar untuk Bebaskan HRS, Musni Umar: Harus Kita Dukung, Bagian dari Demokrasi
Musni Umar menyebut, kegiatan tersebut adalah bagian dari ekspresi demokrasi yang dijamin oleh Undang-undang.
Penulis: Feryanto Hadi | Editor: Feryanto Hadi
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Sosiolog dan Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Musni Umar mengapresiasi rencana gelaran Reuni Akbar 212 yang akan berlangsung pada bulan Desember 2021 di Jakarta.
Penyelenggara memperkirakan kegiatan itu akan dihadiri lebih dari 7 juta orang.
Musni Umar menyebut, kegiatan tersebut adalah bagian dari ekspresi demokrasi yang dijamin oleh Undang-undang.
"Mereka akan menuntut pembebasan Habib Rieziq Syihab (HRS) dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat terhadap pembunuhan 6 laskar FPI," ungkap Musni Umar dikutip dari Twitter pribadinya, Selasa (2/11/2021).
Baca juga: Pengakuan Mahasiswi Cantik Bertarif Rp11 Juta yang Dibooking Oknum Polisi, Kaget Disodori Ekstasi
Baca juga: KRONOLOGI Anggota Banser Hilang 5 Hari di Hutan saat Hendak Diklatsar, Linglung ketika Ditemukan
"Demokrasi harus dijaga, dirawat dan dikembangkan. Salah satu upaya, Reuni Akbar 212. Reuni ini harus didukung karena merupakan bagian pesta demokrasi," imbuhnya
Musni Umar pun meminta agar kegiatan reuni tersebut tidak perlu dicurigai apalagi dihalangi.
Sebab, menyampaikan pendapat merupakan bagian dari demokrasi.
"Reuni Akbar 212 tidak perlu dicurigai dan dipersulit pelaksanaannya karena berkumpul kemudian menyampaikan pernyataan pendapat merupakan hak demokrasi," kata dia.
"Oleh karena itu, dalam upaya menyemarakkan kembali demokrasi yang redup akibat Covid-19 serta penundaan pilkada tahun 2022 dan 2023, maka merupakan conditio sine quanon, kita sukeskan reuni Akbar 212 pada 2 Desember 2021 sebagai pesta demokrasi menjelang akhir tahun 2021," ungkapnya.
Di sisi lain, Musni mengimbau agar peserta reuni akbar terlebih dahulu menjalani vaksinasi dan tidak kalah penting tetap menjaga protokol kesehatan.
Baca juga: Jokowi Terima Presidensi G20, Tofa: Biasa Saja, Cuma Dapat Giliran, Siapapun Presidennya Pasti Dapat
"Sangat diharuskan semua peserta untuk divaksin terlebih dahulu agar ajang reuni ini tidak dijadikan cluster penyebaran Covid-19 demi keselamatan seluruh rakyat Indonesia," tandasnya
Sebelumnya, Wakil Sekjen DPP Persaudaraan Alumni atau PA 212 memastikan akan segera menggelar reuni akbar secara terbuka 2 Desember 2021. Adapun salah satu tuntutan yang disampaikan adalah bebaskan Habib Rizieq
Baca juga: Dukung Roy Suryo Seret Ferdinand ke Penjara, Musni Umar Curhat Pernah Dijuluki Rektor Bodoh
Selain ingin menuntut pembebasan Habib Rizieq, juga tuntutan kasus enam laskar FPI yang tewas.
Adapun reuni kali ini ialah bertema, Menuju Silaturahmi Akbar 212.
Sejarah aksi 212
Aksi 2 Desember atau yang disebut juga Aksi 212 dan Aksi Bela Islam III terjadi pada 2 Desember 2016 di Jakarta, Indonesia.
Sedikitnya ribuan massa menuntut Gubernur DKI Jakarta nonaktif kala itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
Aksi 212 merupakan peristiwa penuntutan kedua terhadap Ahok pada tahun 2016.
Sebelumnya, ada unjuk rasa yang terjadi pada 4 November.
Pada awalnya, aksi tersebut rencana diadakan pada 25 November, namun kemudian disepakati diadakan pada tanggal 2 Desember 2016.
Aksi 212 dilaksanakan di halaman Monumen Nasional, Jakarta
Jumlah peserta hadir berkisar antara 200 ribu hingga jutaan.
Dari bukti - bukti video yang tersebar di berbagai sosial media dan situs berbagi video melalui tangkapan kamera drone, dapat terlihat bahwa jumlah massa meluas hingga mamadati area Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Dalam aksi ini, sejumlah kegiatan yang dilaksanakan adalah berdoa dan melakukan salat Jumat bersama.
Presiden Joko Widodo hadir dalam acara ini dan disambut hangat oleh para peserta aksi.
Rapat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF) MUI telah melahirkan keputusan yakni membatalkan aksi yang akan dilakukan pada 25 November 2016.
Sebagai gantinya, umat Islam akan tetap melakukan aksi di 2 Desember 2016 yang diberi nama Aksi Bela Islam Jilid III Super Damai.
Hasil musyawarah tersebut antara lain adalah Ahok harus ditahan.
Adapun alasan Ahok harus ditahan adalah:
1. Sudah dinyatakan sebagai tersangka dengan ancaman 5 tahun penjara sesuai Pasal 156a KUHP. Berpotensi melarikan diri walau sudah dicekal Mabes Polri.
2. Berpotensi hilangkan barang bukti lainnya, selain yang sudah disita POLRI, termasuk perangkat rekaman resmi Pemprov DKI Jakarta yang berada di bawah wewenangnya.
3. Berpotensi mengulangi perbuatan sesuai dengan sikap arogannya selama ini yang suka mencaci dan menghina Ulama dan Umat Islam, spt pernyataannya pada hari yang sama dirinya dinyatakan sebagai tersangka Rabu 16 November 2016 di ABC News yang menyatakan bahwa peserta Aksi Bela islam 411 dibayar per orang Rp.500 ribu.
4. Pelanggarannya terhadap hukum telah membuat heboh nasional dan internasional yang berdampak luas, serta telah menyebabkan jatuhnya korban luka mau pun meninggal dunia, bahkan berpotensi pecah belah Bangsa dan Negara Indonesia.
5. Selama ini semua tersangka yang terkait Pasal 156a KUHP langsung ditahan, seperti Kasus Ariswendo, Lia Aminuddin, Yusman Roy, Ahmad Musadeq, dsb, sehingga tidak ditahannya Ahok setelah dinyatakan sebagai Tersangka terkait Pasal 156a KUHP menjadi preseden buruk bagi Penegakan Hukum.
Pada aksi Bela Islam 2 Desember 2016, polisi menangkap sedikitnya 8 orang aktivis.
Penangkapan dilakukan antara lain di sebuah hotel berbintang di Jalan MH Thamrin dan beberapa tempat lain.
Para aktivis pro demokrasi itu dituduh akan melakukan makar terhadap pemerintahan yang sah.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli mengatakan, pengkapan terhadap para aktivis oleh reserse Polda Metro Jaya itu adalah hasil penyelidikan beberapa hari sebelumnya.
Aktivis yang ditangkap 2 Desember 2016 antara lain Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, Rachmawati Soekarnoputri, dan Ahmad Dhani Prasetyo.