Kabar Artis
Netizen Tak Tahu Beda KPI dan KPAI saat Petisi Boikot Saipul Jamil Tampil di TV Menuju 500.000 Ttd
Kasus boikot Saipul Jamil di televisi memunculkan kelucuan karena netizen tak tahu beda KPI dan KPAI. Komisi Penyiaran Indonesia dan KPAI trending
@Mhd28Zaky: Kak KPAI (Komisi perlindungan anak indonesia) sama KPI(Komisi penyiaran indonesia) beda, jangan salah hujat, ntar dikira fitnah, Indonesia darurat membaca.
Menuju 500.000 Tanda Tangan
Seperti diketahui, petisi boikot Saipul Jamil di TV dan Youtube sudah mencapai target 200.000 tanda tangan.
Bahkan petisi yang dimulai oleh akun Let's Talk And Enjoy melewatu 300,000 tanda tangan.
Petisi itu diunggah pada laman change.org, pada Jumat (3/9/2021) dan hingga hari ini belum ditutup.
Bahkan target tanda tangan dinaikkan menjadi setengah juta atau 500.000 tanda tangan.
Baca juga: Ketum PP Pelti Rildo Ananda Menemui Menpora Zainudin Amali Soal Kesiapan Tim Davis Cup ke Barbados
Hingga berita ini diturunkan sudah mencapai 351.000 lebih tanda tangan.

Sementara itu Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengajak masyarakat agar tak menonton tayangan yang menampilkan mantan narapidana kasus pencabulan, Saipul Jamil.
Menurutnya, gerakan tersebut bakal membuat Saipul Jamil tak akan laku di dunia hiburan.
Hal itu disampaikan Retno melalui Channel YouTube miliknya. Ia bilang media harus memakai perspektif perlindungan terhadap anak.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya media tak menampilkan Saipul Jamil karena telah menjadi contoh tak baik bagi masyarakat.
Komika dan Sutradara Ernest Prakasa mengaku sedang berduka seiring 'matinya' hati nurani para petinggi televisi.
Baca juga: Pelatih PSM Makassar Milomir Seslija Puji Cara Bertahan Arema FC Setelah Bermain Imbang 1-1
Duka' komika, sutradara dan produser tersebut disampaikannya melalui unggahan di akun media sosialnya, Minggu (5/9/2021).
Menurut Ernest Prakasa, para petinggi tidak punya hati nurani ketika mengundang Saipul Jamil menjadi bintang tamu di acara televisi.
"Turut berduka atas matinya hati nurani para petinggi stasiun televisi yang menjual jiwanya demi rating semata," tulis Ernest Prakasa.