Ini 11 Bentuk Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam TWK Pegawai KPK Menurut Komnas HAM

Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan menekankan, bentuk-bentuk pelanggaran HAM tersebut merupakan hal yang sedari awal dipertanyakan kepada Komnas H

TRIBUNNEWS/ABDUL QODIR
Komnas HAM menyatakan ada 11 bentuk pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Komnas HAM menyatakan ada 11 bentuk pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan menekankan, bentuk-bentuk pelanggaran HAM tersebut merupakan hal yang sedari awal dipertanyakan kepada Komnas HAM.

Setelah Komnas HAM melakukan pemeriksaan, pendalaman, dan analisis, kata dia, ternyata Komnas HAM menemukan keyakinan kasus tersebut bukanlah sesuatu yang sepele.

Baca juga: Jokowi: Penyakit Adalah Masalah Bersama, Menjadi Sehat Adalah Agenda Bersama

Hal tersebut disampaikannya dalam Laporan Hasil Penyelidikan Komnas HAM: Dugaan Pelanggaran HAM dalam Proses Alih Status Pegawai KPK yang disiarkan secara virtual, Senin (16/8/2021).

"Karena dari dari perspektif pelanggaran hak asasi manusianya Komnas HAM menemukan ada 11 bentuk pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus ini."

"Baik ditinjau dari sisi kebijakan, ditinjau dari tindakan atau perlakuan, termasuk juga dari ucapan baik dalam bentuk pertanyaan," tutur Munafrizal.

Baca juga: BOR Nasional Turun Jadi 48,14 Persen, Jokowi Minta Testing Covid-19 Terus Diperbanyak

Pertama adalah terjadi pelanggaran HAM atas keadilan dan kepastian hukum.

Proses penyelenggaraan TWK oleh KPK yang dimulai penyusunan Perkom nomor 1 tahun 2021 yang berujung pada pemberhentian 51 pegawai yang tidak memenuhi syarat, kata dia, menyebabkan tercerabutnya hak atas keadilan terhadap pegawai tersebut.

"Dan ini sesuatu yang bertentangan dengan pasal 3 ayat 2 Jo pasal 17 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia," kata Munafrizal.

Baca juga: Siang Ini Komnas HAM Ungkapkan Hasil Penyelidikan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK

Kedua, terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang berkaitan dengan hak perempuan.

Fakta yang diperoleh oleh Komnas HAM, kata dia menemukan adanya tindakan atau perbuatan yang merendahkan martabat, dan bahkan melecehkan perempuan dalam penyelenggaraan asesmen.

Tindakan tersebut, kata dia, berupa kekerasan verbal yang merupakan pelanggaran atas hak perempuan yang dijamin dalam pasal 49 UU 99/199 tentang HAM dan juga UU 7/1984 tentang pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

Baca juga: SnackVideo, WHO, Kemkominfo, dan Yayasan CARE Peduli Kolaborasi Bantu Masyarakat Hadapi Pandemi

Ketiga, terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk hak untuk tidak didiskriminasi.

Komnas HAM, kata dia, menemukan fakta ada pertanyaan yang diskriminatif dan bernuansa kebencian dalam proses asesmen TWK.

Tindakan tersebut, kata dia, nyata-nyata melanggar pasal 3 ayat 3 UU 39/1999 tentang HAM, pasal 9 UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Tas dan Etnis, serta pasal 7 UU 7/1984 tentang pengesahan Konvensi hak-hak ekonomi sosial dan budaya.

Baca juga: Pemprov DKI Larang Warga Gelar Lomba 17 Agustusan Secara Tatap Muka, Virtual Atau Online Boleh

Keempat, terjadi pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Komnas HAM, kata dia, juga menemukan fakta ada pertanyaan yang mengarah pada kepercayaan, keyakinan, maupun pemahaman terhadap agama tertentu yang sebetulnya tidak memiliki relevansi dengan kualifikasi maupun lingkup pekerjaan pegawai.

Tindakan tersebut, kata dia, jelas-jelas sebagai pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana yang dijamin dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 pasal 18 Undang-udang tentang HAM dan pasal 18 Undang-undang tentang Pengesahan Hak-Hak Sipil dan Politik.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Beraktivitas, Wagub DKI: Mudah-mudahan tidak Memberatkan Warga

Kelima, terjadi pelanggaran hak asasi manusia hak atas pekerjaan.

Hal itu, kata dia, terjadi pada penonaktifan atau nonjob terhadap 75 orang pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat tanpa alas yang sah, seperti pelanggaran kode etik atau adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Sehingga pemberhentian ini nyata sebagai pelanggaran hak atas pekerjaan yang juga diatur di Undang-undang dasar 1945 Pasal 28 ayat 2."

Baca juga: HUT ke-76 RI, Besok Helikopter TNI AU Kibarkan Bendera Merah Putih Raksasa di Langit Jakarta

"Kemudian pasal 38 ayat 2 Undang-undang tentang HAM, termasuk juga komentar umum 18 angka 4 Kovenan hak ekonomi sosial dan budaya," tutur Munafrizal.

Keenam, terjadi pelanggaran HAM yang berkaitan dengan hak atas rasa aman.

Ia mengatakan, profiling lapangan yang dilakukan ilegal dan intimidatif, serta tindakan asesor saat melakukan wawancara juga merupakan salah satu bentuk dilanggarnya hak atas rasa aman tersebut.

Baca juga: Tempat Tidur Ruang Isolasi Pasien Covid-19 di Jakarta Kini Cuma Terisi 27 Persen

"Artinya ini jelas tidak sesuai dengan pasal 30 Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia," papar Munafrizal.

Ketujuh, terjadi pelanggaran hak atas informasi.

Proses penyelenggaraan hingga hasil asesmen TWK yang tidak transparan, tidak terbuka, dan juga tidak informatif soal metode, ukuran, konsekuensi hingga pengumuman hasilnya, kata dia, merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak atas informasi.

Baca juga: Wali Kota Jakarta Pusat: Menaati Protokol Kesehatan Itu Sudah Membela Negara

Jaminan atas hak tersebut, lanjutnya, tertuang dalam pasal 14 ayat 1 UU HAM, dan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Kedelapan, pelanggaran hak atas privasi.

Hal tersebut, kata dia, terlihat dari adanya doxing dan hoaks atas pribadi pegawai tertentu dalam proses asesmen.

Baca juga: Komnas HAM: TWK KPK Diduga Bentuk Penyingkiran Pegawai Tertentu, Khususnya yang Dilabeli Taliban

"Padahal ini sudah dijamin di dalam pasal 31 ayat 1 UU HAM, Undang-undang tentang ITE juga menjamin ini," kata dia

Kesembilan, terjadi pelanggaran hak asasi manusia atas kebebasan berkumpul dan berserikat.

Fakta adanya hasil asesmen TWK yang TMS atau tidak memenuhi syarat, banyak menyasar terhadap pegawai yang aktif dalam kegiatan wadah pegawai KPK.

Baca juga: 116 Warga Tangerang Selatan Jadi Pasien Baru Covid-19 pada 14 Agustus 2021

Tindakan tersebut, kata dia, merupakan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam pasal 28 UUD 45, pasal 24 ayat 1 UU 39/1999; dan komentar umum 18 angka 12 Kovenan hak ekonomi sosial dan budaya.

Kesepuluh, terjadi pelanggaran HAM mengenai hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Hasil asesmen yang dilakukan terhadap pegawai KPK, kata dia, telah menghalangi pegawai KPK untuk berpartisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Baca juga: Tak Usah Khawatir, Vaksin Covid-19 Tidak Menurunkan Kesuburan Pria dan Wanita

"Ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM yang dijamin dalam pasal 44 UU 39/1999," jelas Munafrizal.

Kesebelas, terjadi pelanggaran atas hak kebebasan berpendapat.

Ia mengatakan, Komnas HAM menemukan fakta adanya indikator seorang pegawai menjadi tidak memenuhi syarat, karena kekritisannya terhadap pimpinan lembaga maupun pemerintah secara umum.

"Ini sebagai wujud pembatasan terhadap kebebasan berpendapat seseorang yang sebetulnya dijamin dalam pasal 23 ayat 2 Jo pasal 25 UU 39/1999 dan juga pasal 9 UU 12/2005," terangnya. (Gita Irawan)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved