Vaksinasi Covid19
Terbitkan Permenkes 23/2021, Budi Gunadi Sadikin Hapus Vaksinasi Gotong Royong Berbayar
Vaksinasi Gotong Royong melalui perusahaan hanya menggunakan vaksin Sinopharm dengan sasaran sekitar 7.5 juta penduduk usia di atas 18 tahun.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menghapus program Vaksinasi Gotong Royong berbayar untuk individu.
Penghapusan dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Permenkes tersebut ditandatangani pada 28 Juli 2021.
Baca juga: Rizieq Shihab Bebas Hari Ini, Kuasa Hukum Tak Menjemput karena Masih Ada Satu Kasus Belum Inkrah
Aturan ini merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021, yang memuat aturan mengenai vaksinasi individu berbayar melalui skema Vaksinasi Gotong Royong.
Dikutip dari laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, Senin (9/8/2021), dengan perubahan ini, maka pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tetap sama dengan mekanisme sebelumnya.
Yakni, diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat Indonesia melalui Program Vaksinasi Nasional Covid-19 dan Program Vaksinasi Gotong Royong melalui perusahaan.
Baca juga: Nama Harun Masiku Tak Muncul di Laman Interpol, KPK: Harus Ada Permintaan dari Negara Lain
Vaksinasi Gotong Royong melalui perusahaan hanya menggunakan vaksin Sinopharm dengan sasaran sekitar 7.5 juta penduduk usia di atas 18 tahun.
Hal tersebut berbeda dari Program Vaksinasi Nasional Covid-19 gratis yang menggunakan Sinovac, AstraZeneca, Moderna, Pfizer, Sinopharm, dan Novavax, dengan sasaran lebih dari 200 juta penduduk usia di atas 12 tahun.
Mahfud MD Bilang Wacana Vaksin Berbayar Muncul karena Perusahaan Ogah Antre yang Gratisan
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, wacana vaksin berbayar bukanlah usulan dari pemerintah.
Ia menyebut usulan itu muncul dari perusahaan-perusahaan yang menolak antre vaksinasi gratis yang ditetapkan pemerintah.
Karena itu, direncanakan vaksinasi berbayar melalui Kimia Farma.
Baca juga: Disuntik Vaksin Nusantara oleh Terawan, Moeldoko: Semoga Dukungan Ini Tidak Diasumsikan Macam-macam
"Sebenarnya pemerintah mau memberikan vaksin gratis."
"Cuma perusahaan-perusahaan itu kan ingin perusahaannya jalan, dan daripada antre vaksin itu masih lama, dan kami mau bayar dan beli sendiri," ungkap Mahfud dalam diskusi daring, Sabtu (31/7/2021).
Namun, kata Mahfud, pemerintah dikagetkan dengan penolakan masyarakat.
Baca juga: Pinangki Belum Dieksekusi ke Lapas Meski Putusan Sudah Inkrah, JPU Bantah Kasih Perlakuan Istimewa
Atas dasar itu, Presiden Jokowi menarik kembali wacana vaksinasi berbayar.
"Tapi (rakyat) tidak setuju. Kan ada rakyat yang enggak kebagian dan ada orang yang mampu bayar dan ada yang tidak."
"Jadi vaksin berbayar itu tidak ada, karena rakyat lebih banyak yang tidak setuju, padahal itu belum jadi keputusan pemerintah," jelasnya.
Baca juga: Harun Masiku Diyakini Ada di Indonesia, Penerbitan Red Notice Dinilai Sangat Terlambat
Di sisi lain, Mahfud mengaku tergelitik dengan adanya masyarakat yang juga mencari jalan cepat untuk mendapatkan akses vaksinasi.
"Ada yang ngomong saya dengan WhatsApp, kalau misalkan vaksin berbayar tidak ada, saya bisa enggak punya jalur divaksin?"
"Karena anak saya mau sekolah juga, dan khawatir kalau tidak divaksin."
Baca juga: 45 Dokter Kandungan Meninggal Akibat Covid-19, POGI Dorong Pemerintah Izinkan Ibu Hamil Divaksin
"Saya ketawa jengkel juga," ungkap Mahfud meniru perkataan koleganya itu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya membatalkan program vaksin Covid-19 berbayar bagi individu, yang sebelumnya direncanakan akan disalurkan melalui Kimia Farma.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung seperti yang dikutip Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (16/7/2021).
Baca juga: Pinangki Belum Dieksekusi, Boyamin Saiman: Diistimewakan, Diduga Kamar Tahanannya Lebih Bagus
"Setelah mendapatkan masukan dan juga respons dari masyarakat."
"Presiden telah memberikan arahan dengan tegas untuk vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma, semuanya dibatalkan dan dicabut," jelas Pramono.
Dengan keputusan tersebut, seluruh vaksinasi akan tetap menggunakan mekanisme seperti yang telah berjalan saat ini, yakni gratis bagi seluruh masyarakat.
Baca juga: Boyamin Saiman Ancam Laporkan JPU Jika Pekan Depan Pinangki Tak Dieksekusi ke Lapas
"Semua vaksin tetap dengan mekanisme yang digratiskan, seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden sebelumnya," ucapnya.
Terkait vaksinasi Gotong Royong, mekanismenya tetap dilakukan melalui perusahaan, di mana perusahaan yang akan menanggung seluruh biaya vaksinasi bagi karyawannya.
"Sehingga dengan demikian mekanisme untuk seluruh vaksin, baik itu yang gotong royong maupun yang sekarang, mekanisme sudah berjalan digratiskan oleh pemerintah," bebernya.
Update Vaksinasi
Sejak program vaksinasi Covid-19 dimulai pada 13 Januari 2021, pemerintah sudah menyuntikkan dosis pertama kepada 50.561.571 (24,28%) penduduk hingga Minggu (8/8/2021).
Sedangkan dosis kedua sudah diberikan kepada 24.047.214 (11,55%) orang.
Dikutip dari laman kemkes.go.id, rencana sasaran vaksinasi Covid-19 di Indonesia adalah 208.265.720 penduduk yang berumur mulai dari 12 tahun.
Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 7 Agustus 2021: 39.716 Pasien Sembuh, 31.753 Orang Positif, 1.588 Wafat
Hal ini untuk mencapai tujuan timbulnya kekebalan kelompok (herd immunity).
Karena ketersediaan jumlah vaksin Covid-19 bertahap, maka dilakukan penahapan sasaran vaksinasi.
Untuk tahap pertama, vaksinasi Covid-19 dilakukan terhadap Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK).
Baca juga: Kemenag Dorong 608.806 Masjid dan Musala di Indonesia Dijadikan Sentra Vaksinasi Covid-19
Yang meliputi tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Berdasarkan pendataan yang dilakukan sampai saat ini, jumlah SDM Kesehatan yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 adalah 1.468.764 orang, sedangkan populasi vaksinasi sebanyak 12.552.001 orang.
Berikut ini sebaran kasus Covid-19 di Indonesia per 8 Agustus 2021, dikutip Wartakotalive dari laman Covid19.go.id:
DKI JAKARTA
Jumlah Kasus: 831.505 (22.7%)
JAWA BARAT
Jumlah Kasus: 636.983 (17.4%)
JAWA TENGAH
Jumlah Kasus: 415.145 (11.3%)
JAWA TIMUR
Jumlah Kasus: 337.271 (9.2%)
KALIMANTAN TIMUR
Jumlah Kasus: 131.210 (3.6%)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Jumlah Kasus: 129.681 (3.5%)
BANTEN
Jumlah Kasus: 120.682 (3.3%)
RIAU
Jumlah Kasus: 107.802 (2.9%)
SULAWESI SELATAN
Jumlah Kasus: 91.353 (2.5%)
BALI
Jumlah Kasus: 86.197 (2.4%)
SUMATERA BARAT
Jumlah Kasus: 78.060 (2.1%)
SUMATERA UTARA
Jumlah Kasus: 71.853 (2.0%)
KALIMANTAN SELATAN
Jumlah Kasus: 54.119 (1.5%)
SUMATERA SELATAN
Jumlah Kasus: 51.866 (1.4%)
KEPULAUAN RIAU
Jumlah Kasus: 48.187 (1.3%)
NUSA TENGGARA TIMUR
Jumlah Kasus: 48.021 (1.3%)
LAMPUNG
Jumlah Kasus: 39.446 (1.1%)
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Jumlah Kasus: 38.621 (1.1%)
KALIMANTAN TENGAH
Jumlah Kasus: 37.170 (1.0%)
SULAWESI TENGAH
Jumlah Kasus: 29.539 (0.8%)
KALIMANTAN BARAT
Jumlah Kasus: 29.178 (0.8%)
PAPUA
Jumlah Kasus: 28.798 (0.8%)
SULAWESI UTARA
Jumlah Kasus: 27.654 (0.8%)
ACEH
Jumlah Kasus: 25.218 (0.7%)
KALIMANTAN UTARA
Jumlah Kasus: 25.204 (0.7%)
JAMBI
Jumlah Kasus: 22.856 (0.6%)
NUSA TENGGARA BARAT
Jumlah Kasus: 21.509 (0.6%)
BENGKULU
Jumlah Kasus: 20.158 (0.5%)
PAPUA BARAT
Jumlah Kasus: 19.818 (0.5%)
SULAWESI TENGGARA
Jumlah Kasus: 17.841 (0.5%)
MALUKU
Jumlah Kasus: 13.660 (0.4%)
MALUKU UTARA
Jumlah Kasus: 10.794 (0.3%)
SULAWESI BARAT
Jumlah Kasus: 9.350 (0.3%)
GORONTALO
Jumlah Kasus: 9.286 (0.3%). (*)