PPKM Darurat Tangsel
Ombudsman Temukan Posko Penyekatan Kosong Petugas pada PPKM Darurat di Tangsel
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, Dedy Irsan, mengatakan penerapan PPKM Darurat belum efektif, bahkan ada posko penyekatan yang kosong

WARTAKOTALIVE.COM, TANGSEL - Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang PPKM hingga 25 Juli 2021. Perpanjangan itu dilakukan setelah pemerintah menilai lonjakan kasus Covid-19 belum melandai signifikan.
Namun, pemerintah secara resmi tidak lagi menggunakan istilah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat. Pemerintah memilih istilah PPKM Level 4.
Hal itu sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali.
Baca juga: Kemensos Serahkan Bantuan Atensi Lanjut Usia dan Ajak Mak Aton Wisata Belanja
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, Dedy Irsan menjelaskan Ombudsman pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia berfungsi untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan.
Baik di pusat maupun di daerah, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Ombudsman fokus pada implementasi Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2021 serta SE Walikota Tangsel Nomor 443/2535/Huk mengenai penerapan PPKM level 4 di wilayah Kota Tangerang Selatan.
Mengenai aturan PPKM Level 4 masih sama dengan yang sebelumnya PPKM darurat yang di mana mengatur salah satunya mengenai jam operasional Supermarket, toko kelontong dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari serta warung, restoran, kafe, dan usaha sejenis hanya melayani pesanan tidak makan di tempat.
Dan juga pembatasan jam operasional, mulai beroperasi pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB dengan kapasitas pengunjung 50 persen.
Pada tanggal 23-24 Juli 2021, Ombudsman Provinsi Banten melakukan tinjauan lapangan untuk melihat pelaksanaan batas operasi rumah makan, toko kelontong, toko swalayan, dan lain-lain.
Baca juga: Petani Kabupaten Bekasi Berlimpah Panen Padi, Stok Beras Dipastikan Aman Hingga Akhir 2021
"Kami memandang bahwa dengan diperpanjangnya PPKM Darurat oleh Pemerintah Pusat, itu berarti pelaksanaannya mungkin belum optimal sesuai rencana target sehingga perlu diperpanjang. Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik berkepentingan dan ikut bertanggung jawab sebagai upaya bersama seluruh elemen bangsa untuk menekan lonjakan kasus Covid-19, khususnya di wilayah kerja kami yaitu Provinsi Banten", kata Dedy kepada Warta Kota, Minggu (25/7/2021).
Oleh karena itu, Ombudsman melakukan tinjauan lapangan terkait pelaksanaan PPKM Level 4 salah satunya di Kota Tangerang Selatan.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Tim Ombudsman terlihat bahwa masih terdapat rumah makan, toko kelontong dan beberapa cafe yang masih beroperasi melewati batas operasional yaitu pkl. 20.00 WIB.
Meskipun di lokasi yang berbeda Ombudsman saat melakukan turun ke lapangan juga melihat iring-iringan mobil patroli Kepolisian yang sedang melakukan imbauan kepada rumah makan yang masih buka, pada pkl. 22.00 WIB. Dan terlihat juga iringan mobil Satuan Pamong Praja yang sedang melintas.
Namun, pada saat mengunjungi Pos Penyekatan PPKM di wilayah hukum Polres Tangsel, Tim Ombudsman tidak melihat adanya satu petugas pun yang berjaga di Pos Penyekatan Gading Serpong dan Pos Penyekatan Bintaro Sektor 3.
Baca juga: Berakhir Hari ini, PPKM Darurat Diperpanjang? Ini Jawaban Wagub DKI
"Kami mengunjungi Pos Penyekatan Gading Serpong pada pkl. 21.42 WIB dan Pos Penyekatan Bintaro Sektor 3 jam 22.24 WIB, hasilnya di dua tempat tersebut tidak ada petugas. Hanya ada pembatas jalan di pos penyekatannya, itu pun dalam keadaan terbuka," ungkapnya.
Padahal menurutnya penyekatan ini sangat penting dalam PPKM darurat. Sebab dapat membatasi kegiatan masyarakat guna menekan laju penyebaran Covid-19.
Sebelumnya, Ombudsman Jakarta Raya telah melakukan evaluasi dan menyusun laporan, atas pelaksanaan PPKM Darurat di wilayah Jabodebek.
Evaluasi berdasarkan pemeriksaan atas prakarsa sendiri atau own motion investigation.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho mengatakan ada enam poin pemantauan pihaknya terkait PPKM Darurat.
Yakni penapisan mobilitas warga di wilayah aglomerasi Jabodetabek, pengawasan mobilitas warga di tingkat komunitas, layanan fasilitas kesehatan (faskes), pelaksanaan 3T (tracing, tracking dan treatment), kompensasi dan mitigasi dampak ekonomi PPKM bagi masyarakat rentan, serta program percepatan vaksinasi.
Baca juga: PPKM Level 4 Selesai Hari Ini, Akankah Jokowi Melonggarkan atau Memperpanjang Lagi Masa PPKM Besok?
Untuk pengawasan mobilitas warga di tingkat komunitasz kata Teguh, Ombudman Jakarta Raya menilai pembatasan mobilitas warga baru berhasil secara efektif di jalan-jalan utama, ke dan dari daerah penyangga, juga di wilayah-wilayah perkantoran.
"Sementara pengawasan mobilitas penduduk di tingkat terbawah seperti RT dan RW, permukiman penduduk, dan kawasan industri belum berjalan efektif," kata Teguh kepada Warta Kota, Jumat (23/7/2021).
Jakarta katanya, telah memiliki aplikasi JAKI untuk memberikan ruang pelaporan bagi warga terkait pelanggaran yang terjadi di komunitas mereka.
"Namun, aplikasi ini belum memberikan jaminan perlindungan bagi pelapor," ujarnya.
Selain itu, para petugas yang menindaklanjuti laporan belum memiliki kompetensi untuk menjaga kerahasiaan informasi pelapor.
"Para petugas yang melakukan pengawasan dan penindakan justru malah membuka informasi pelapor kepada terlapor sehingga berpotensi menyebabkan munculnya konflik horizontal antar warga," katanya.
Di sisi lain, tambah Teguh, keterbatasan personil termasuk Bhabinkamtibmas dan Babinsa yang juga harus berperan sebagai tracker mempersulit proses pemantauan mobilitas warga di tingkat komunitas.
"Indikator keberhasilan kinerja bagi RT/RW, Bhabinkamtibmas dan Babinsa juga mempersulit mereka, yaitu agar wilayahnya tidak masuk ke zona merah," kata Teguh.
Baca juga: VIDEO Driver Ojol Ini Pilih Bekerja Antar Pesanan di Masa PPKM Darurat Ketimbang Ikut Demo
Hal ini menurutnya, mendorong mereka untuk menutupi kondisi yang sebenarnya terjadi di komunitas.
"Termasuk pelaporan jumlah kontak erat suspect Covid-19, serta pengawasan dan penindakan terhadap mobilitas warga dibuat agar jumlah pelanggar tidak terlihat menonjol," ujarnya.
Sementara terkait dengan penapisan mobilitas warga, Ombudsman Jakarta Raya memberikan apresiasi kepada seluruh pimpinan daerah di wilayah Jabodetabek, Dirlantas Polda Metro Jaya, dan Dirlantas Polda Jabar sebagai pengendali kegiatan tersebut.
Selain itu, katanya DPMPTSP DKI Jakarta juga berhasil melakukan inovasi terkait penerbitan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP), berbasis data pekerja dari perusahaan.
Sehingga berhasil menerbitkan lebih dari 1,2 juta STRP di luar 1,2 juta mitra transportasi online di wilayah Jabodetabek dengan QR tunggal untuk masing-masing perusahaan transportasi daring.
"Pengendalian dan penapisan mobilitas penduduk di wilayah aglomerasi Jakarta cukup berhasil menekan laju mobilitas warga di kawasan tersebut," ujarnya.
Baca juga: KABAR BAIK, Dinas Kesehatan Sebut Selama PPKM Level 4, Jumlah Kasus Aktif Covid-19 di Jakarta, Turun
"Walaupun belum mencapai angka sempurna karena pencapaian angka ideal pembatasan mobilitas tidak hanya bergantung pada faktor tunggal di pos-pos penapisan dan penyekatan," imbuhnya.
Menurut Teguh, terdapat aspek lain seperti pemenuhan kebutuhan warga pekerja harian serta pengawasan terhadap instansi, perusahaan dan perkantoran di tingkat hulu yang juga berpengaruh terhadap kondisi tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan serta analisis yang dilakukan, kata Teguh, Ombudsman Jakarta Raya menyampaikan saran perbaikan yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan untuk penanganan pandemi Covid-19 yang lebih baik ditinjau dari berbagai aspek yang telah disampaikan.
"Untuk penapisan mobilitas warga di wilayah aglomerasi Jabodetabek, DPMPTSP DKI Jakarta menggencarkan sosialisasi dan memberikan panduan penggunaan aplikasi scanner untuk membaca QR STRP oleh petugas yang menghambat percepatan antrian warga ber-SRTP karena masih dilakukan secara manual, seperti di stasiun keberangkatan Commuter Line dan di pos penyekatan khususnya bagi mitra transportasi daring," papar Teguh.
Sementara untuk pengawasan mobilitas warga di tingkat komunitas kata Teguh, Pemprov DKI Jakarta mesti melakukan perubahan indikator kinerja RT/RW dalam penanganan Covid-19 termasuk berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya untuk indikator kinerja Bhabinkamtibmas dan Babinsa.
"Seharusnya indikator mereka adalah seberapa akurat proses tracking yang mereka lakukan, jumlah pengawasan dan penindakan yang ditindaklanjuti, serta identifikasi masalah sosial ekonomi di wilayah yang butuh penanganan cepat," ujarnya.
Sementara Kepala Daerah di Jabodebek, katanya mesti memberikan insentif khusus kepada RT/RW, Bhabinkamtibmas dan Babinsa seperti yang diberikan kepada nakes.
"Jumlahnya mungkin tidak sebesar untuk nakes, tapi para frontliner ini juga harus mendapat penghargaan agar pengawasan di tingkat komunitas lebih efektif," tambah Teguh.
Selain itu katanya, Kepala Daerah di Jabodebek diminta meningkatkan anggaran bagi Satuan Gugus Tugas di level RW dalam melakukan program pengawasan di wilayah mereka karena titik berat PPKM adalah pembatasan di level mikro bukan kawasan (makro).
"Maka penganggaran, penyediaan personil, dan pelibatan warga dalam proses tersebut menjadi penting sehingga membutuhkan anggaran yang memadai," katanya. (dik/bum)