Berita Nasional
Wasekjend PBNU: Penyebaran Informasi Kondisi Muslim di Uighur China Lebih Banyak Propagandanya
Selama berkunjung ke China, khususnya Uighur, Imam melihat banyak makam-makam tokoh Islam di sana sangat terawat
“Ini bahkan lebih progresif daripada Indonesia,” ungkap Novi.
Baca juga: Ratusan Kendaraan Hendak Masuk-Keluar Kabupaten Bekasi Dipaksa Putar Balik saat PPKM Darurat
Novi juga mengatakan bahwa orang-orang atau pemberitaan tentang kekerasan muslim Uighur terlalu dibesar-besarkan yang mana, itu dipelopori oleh kelompok ekstrem kanan.
Selain itu, kabar bahwa di Uighur tidak punya persoalan, juga pernyataan yang dibesar-besarkan yang mana, itu dipelopori oleh kelompok ekstrem kiri.
Menurut Novi, persoalan yang dihadapi oleh muslim Uighur saat ini adalah separatism, terorisme dan nasionalime. Karena masalah inilah, China melakukan sejumlah program.
Ada tiga model yang sudah dilakukan oleh China: pertama dengan cara militeristik, kedua kesejahteraan social, dan ketiga cara akomodatif.
Cara pertama dan kedua dinilai gagal, dan yang dianggap berhasil adalah cara yang ketiga. Novi menemukan fakta bahwa dalam sejarah panjang pemerintah komunis China, baru kali ini memberikan hari libur untuk hari besar Islam seperti Idul Fitri yang sebelumnya tidak pernah terjadi untuk agama manapun.
“Jadi situasi dan kondisi di China saat ini sudah sangat berubah,” ungkap Novi.
Kemudian menurut narasumber ketiga Irfan Ilmie mengatakan bahwa masyarakat Indonesia melihat China bergantung dengan konstruksi awalnya.
Baca juga: Ridwan Saidi Sebut Habib Rizieq Satrio Piningit,Warganet: Satrio Piningit Keturunan Jawa bukan Yaman
Jika konstruksi awal sudah negatif, maka akan melihat China dari sisi negatifnya.
Tetapi kalau melihat China lebih netral atau konstruktif, maka akan berbeda hasilnya. Persoalannya saat ini, lanjut Ilmie, bahwa China dikenal sebagai negara komunis dan komunis disebut sebagai anti agama.
“Inilah yang terjadi, makanya jika ada berita kekerasan muslim Uighur, konstruksi negative ini langsung menerimanya,” ungkap Irfan.
Baca juga: Politisi Demokrat: Hal Paling Berbahaya di Tengah Kepungan Pandemi Adalah Pemimpin yang Inkompeten
Tidak berbeda dengan Imam Pituduh, kandidat doktor hubungan internasional Ahmad Syaefuddin Zuhri mengatakan bahwa berita propaganda kekerasan muslim Uighur lebih banyak diproduksi oleh media-media barat.
“Ini kelanjutan dari perang dagang Amerika dan China,” ungkap Zuhri.