Berita Jakarta
Seorang Anak Perempuan Berusia 12 Tahun Jadi Korban Kekerasan Seksual Tiga Teman Sebayanya di Koja
Insiden kekerasan seksual yang dilanda anak perempuan di Koja, diketahui dilakukan oleh tiga teman sebayanya sendiri.
Penulis: Junianto Hamonangan | Editor: PanjiBaskhara
WARTAKOTALIVE.COM, KOJA - S (12), inisial seorang anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual di wilayah Koja, Jakarta Utara.
Insiden kekerasan seksual yang dilanda anak perempuan tersebut, diketahui dilakukan oleh tiga teman sebayanya sendiri.
Ibu korban, D (29) menceritakan tindak kekerasan seksual yang dialami oleh putrinya tersebut terjadi pada 2 April 2021 silam.
Ketika itu dirinya diberi tahu oleh adik korban perihal peristiwa tersebut.
Baca juga: Mendikbud Nadiem Makarim Katakan Pihaknya Sedang Rancang Peraturan Menteri Terkait Kekerasan Seksual
Baca juga: Bukan Hanya Jadi Korban, Kini Marak Anak Jadi Pelaku Kekerasan Seksual
Baca juga: UPDATE Vonis 15 Tahun, Satu Berkas Lain Kasus Kekerasan Seksual Anak di Gereja Depok Masih di Polisi
Berdasarkan cerita adik korban, S diketahui diajak bermain petak umpet oleh sejumlah anak laki-laki di rumahnya.
Pada saat itu lah peristiwa biadab tersebut terjadi.
"Anak saya diajak main petak umpat, didorong ke kamar terus dicabuli," kata D, Jumat (2/7/2021).
D dan sang suami yang sedang dalam proses membangun rumah, hampir memergoki bocah yang cabuli putrinya.
Namun ketika itu bocah tersebut kabur melalui pintu samping rumah.
D pun mencecar putrinya perihal itu, sampai akhirnya diketahui yang bersangkutan telah jadi korban pencabulan hingga berkali-kali oleh tiga pelaku yakni R (12), D (12), dan B (14).
"Anak saya awalnya nggak mau ngaku. Tapi akhirnya dia cerita sama saya, akhirnya ngaku," kata D.
Selama berkali-kali dicabuli, S diketahui sempat dapat ancaman akan dipermalukan apabila melaporkan peristiwa tersebut kepada siapapun.
"Anak saya diancam, kalau misalnya ngomong, dibilangin anak-anak lain, biar malu. Jadi anak saya takut, karena di-bully," ungkap D.
Akhirnya D melapor ke pengurus RT setempat dan ke Polda Metro Jaya pada tanggal 20 April 2021 silam sebelum akhirnya diarahkan ke Polres Metro Jakarta Utara.
Selain itu D juga telah melakukan visum terhadap sang putri.
Hasilnya diketahui, kondisi alat vital anak perempuannya itu telah terluka akibat kekerasan seksual para pelaku.
"Hati saya sakit sekali. Sedih sekali pas tahu anak saya digituin," ungkapnya.
Marak Anak Jadi Pelaku Kekerasan Seksual
Kasus pencabulan terhadap anak dengan pelaku anak di bawah umur mengundang rasa miris dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Salah satu komisioner KPAI Putu Elvina berharap kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kembangan, Jakarta Barat menjadi perhatian seluruh pihak.
Sebab saban hari, kekerasan seksual bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun juga sudah melibatkan anak-anak.
Misalnya saja seperti kasus MF (17) yang meredupaksa seorang gadis RA (15) di kamar temannya di kawasan Joglo, Kembangan, Jakarta Barat 13 Januari 2021 lalu.
Terlebif MF melakukannya dengan temannya RM yang sudah berusia 21 tahun.
Hanya selang dua bulan, 9 Maret 2021, kasus hampir mirip terjadi kembali di Kembangan, Jakarta Barat.
Pemuda berinisial SAP (15) meredupaksa gadis berusia 17 tahun berinisial AM.
Terlebih rudapaksa itu diberangi dengan aksi kekerasan berupa tinjuan terhadap korban.
"Sayangnya pelaku anak semakin marak. Kalau biasanya pelaku banyak dewasa tapi sekarang usia anak rentan jadi pelaku, contohnya kasus ini," ujar Putu Elvina di Polsek Kembangan Kamis (18/3/2021).
Maka dari itu kata Putu, perlu ada keterlibatan beberapa pihak untuk mencegah kasus serupa terjadi.
Pencegahan dapat dilakukan dari unsur agama dengan melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), unsur sosial libatkan KPAI, dan unsur psikologi dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Terlebih apabila ditarik benang merahnya, anak-anak tersebut terlibat kenakalan remaja lewat peran teknologi yang semakin berkembang.
Dimana mereka dengan mudahnya berkenalan dengan orang asing lewat pesan What's app.
"Sampai saat ini pencegahan masih banyak jalan di tempat mudah-mudahan kasus ini jadi pintu masuk upaya-upaya perubahan tadi. Sehingga anak kita terlindungi baik jadi korban atau pelaku," ujarnya.
Meski masih anak-anak, pelaku kekerasan seksual anak tetap harus diberi hukuman sesuai undang-undang yang berlaku.
Mereka bisa dijerat Pasal 81 dan 82 Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang tindak pidana persetubuhan terhadap anak dan atau perbuatan cabul terhadap anak.
Bedanya, para pelaku anak harus didampingi oleh P2TP2A untuk rehabilitasi atas kejahatan yang dilakukannya.
Sementara untuk pelaku dewasa RM (21) yang mencabuli RA bersama kawannya dapat diperberat hukumannya dengan menggunakan Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 terkait persetebuhan atau pencabulan lebih dari satu orang.
Diketahui sebelumnya dua anak gadis di bawah umur AM (17) dan RA (15) menjadi korban kekerasan seksual.
Mirisnya kedua korban diredu paksa oleh temannya yang juga masih dibawah umur yakni MF (17) dan SAP (15).
Mendikbud Nadiem Makarim Rancang Peraturan Menteri Terkait Kekerasan Seksual
Kasus kekerasan seksual, khususnya yang terjadi di perguruan tinggi, jadi salah satu perhatian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Salah satu realisasi dari perhatian Nadiem ialah merancang Peraturan Menteri (Permendikbud) tentang kekerasan seksual, khususnya di perguruan tinggi.
Permendikbud tersebut akan menjadi aturan yang mempermudah pelaporan korban kekerasan seksual.
"Yang mau kami sempurnakan dengan adanya Permendikbud baru ini adalah meningkatkan transparansi dengan apa yang terjadi," kata Nadiem dalam dialog virtual, Selasa (27/4/2021).
Selain itu, Permendikbud ini juga akan mendorong civitas akademika dan pemimpin-pemimpin di perguruan tinggi memiliki kepedulian terhadap isu kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Transparansi dari pemberantasan kekerasan seksual, menurut Nadiem, sangat diperlukan.
"Jadi dalam-dalam kami merancang suatu strategi untuk benar-benar mendarah dagingkan konsep moralitas di dalam perguruan tinggi ini, karakter yang penuh dengan moralitas."
"Menurut kami dari yang kita lihat dari program-program yang sukses, yang terpenting itu partisipasi mahasiswa sendiri," tutur Nadiem.
Mantan CEO Gojek itu menjelaskan, aturan itu akan memungkinkan korban kekerasan seksual melapor langsung kepada Kemendikbud.
Menurut Nadiem, tingkat pelaporan tersebut akan dilakukan secara online dengan kerahasiaan yang tinggi.
"Jadinya jangan sampai yang terlapor itu menjadi korban, kita harus menyadari masih ada stigma (negatif) daripada isu-isu ini di masyarakat."
"Jadinya perlindungan informasi mereka, perlindungan confidential lebih kepada mereka."
"Itu menjadi suatu hal yang sangat penting dan tindak lanjutnya nanti harus kita ciptakan suatu sistem terintegrasi" jelas Nadiem.
(Wartakotalive.com/JHS/Tribunnews.com)