Novel Baswedan Mengaku Pernah Diminta Mundur dari KPK Sejak 2016 karena Ada yang Tak Suka

Ia mengaku tak masalah jika banyak orang tidak menyukai dirinya dalam memberantas korupsi.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku pernah diminta mundur secara sukarela dari lembaga anti-rasuah, lantaran banyak yang tak suka. 

"Saya mau menggunakan kesempatan yang saya punya untuk berjuang membela kepentingan negara memberantas korupsi."

"Tapi yang terjadi upaya membungkus kebusukan seolah-olah adalah, ayo kita lawan, ada radikalisme talibanisme yang mau merusak NKRI," ucapnya.

Novel menduga para koruptor membungkus narasi adanya talibanisme dan radikalisme di KPK, untuk mendapatkan simpati masyarakat.

Baca juga: DAFTAR Negara Tanpa Korban Meninggal Akibat Covid-19 per 19 Juni 2021, Tak Ada di Asia Tenggara

Nantinya, kata Novel, narasi tersebut membuat masyarakat membiarkan pelemahan dan penyerangan terhadap KPK.

Padahal, narasi ini merupakan buatan para koruptor untuk dapat simpati masyarakat.

"Yang terjadi koruptor ini sepertinya belajar, mungkin dia riset."

Baca juga: Asrama STTD Cibitung Jadi Tempat Isolasi Pasien Covid-19 untuk Pegawai Kemenhub dan Warga Sekitar

"Dia bungkus kebusukannya untuk berbuat korupsi dengan cara seolah-olah mengatakan bahwa di KPK itu banyak radikalisme."

"Ketika berbicara radikalisme itu berbicara sekitar 2017 atau 2016."

"Itu-itu awal mula disebutkan radikalisme talibanisme dan lain-lain," bebernya.

Baca juga: Pasien Tertular Varian Delta Asal India Lebih Cepat Alami Gejala Berat, Pengobatan Cepat Penting

Novel menuturkan, upaya koruptor melemahkan KPK selalu gagal, karena dukungan dan penolakan masyarakat yang besar.

Itulah kenapa, katanya, para koruptor mencari cara untuk mendapatkan simpati masyarakat, seiring melemahkan KPK.

Caranya, kata Novel, menggunakan isu radikalisme dan talibanisme yang ada di KPK.

Baca juga: Pusat dan Daerah Diminta Sejalan Atasi Covid-19, Belum Waktunya Pencitraan untuk Pilpres 2024

Namun, ia meyakini masyarakat sudah cerdas memahami pola-pola pelemahan KPK yang dilakukan para koruptor.

"Kalau kita perhatikan upaya untuk pelemahan KPK dilakukan itu seringkali gagal karena dukungan masyarakat yang luar biasa."

"Karena kita paham bahwa masyarakat itu tahu kok bahwa korupsi itu betul-betul menganggu, akibatnya langsung maupun tidak langsung," paparnya.

Baca juga: Mulai Senin Pekan Depan Istana Kepresidenan Terapkan WFH 75 Persen bagi Para Pegawainya

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved