Viral Media Sosial
Viral Sekelompok Pria Bergamis Diminta Putar Balik Kendaraan, Angkat Kedua Tangan dan Lantangkan Doa
Viral Sekelompok Pria Bergamis, Pakai Sorban dan Berjenggot Panjang Diminta Putar Balik Kendaraannya, Angkat Tinggi Kedua Tangan dan Lantangkan Doa
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Larangan mudik lebaran yang diberlakukan pemerintah rupanya belum dipatuhi masyarakat.
Masyarakat masih melakukan upaya-upaya agar dapat lolos dari penjagaan aparat gabungan di sejumlah titik penyekatan yang berlokasi di perbatasan wilayah.
Seperti halnya aksi sekelompok pria yang menumpang sebuah mobil minibus yang terekam dan viral di media sosial.
Dalam video yang turut diunggah oleh akun instagram Nahdlatul Ulama @ala_nu; pada Sabtu (8/5/2021) itu terlihat sebuah petugas gabungan tengah memberhentikan sebuah mobil minibus berwarna hijau.
Tidak diketahui waktu dan lokasi peristiwa terjadi, petugas gabungan yang terdiri dari Satpol PP, TNI dan Polri itu meminta pengemudi mobil tersebut untuk memutar balikan kendaraannya.
Namun, instruksi yang disampaikan oleh petugas rupanya diabaikan.
Para pria yang terlihat mengenakan gamis, sorban dan bercelana cingkrang itu malah terlihat melantangkan beragam doa.
Baca juga: Gus Miftah Masuk Gereja Picu Polemik, Ketua MUI Pusat Paparkan Hukumnya
Sembari mengangkat kedua tangannya ke atas, mereka yang terlihat berjubel di dalam mobil itu terus membacakan doa dan menghiraukan instruksi petugas.
Tidak ingin tertipu dengan tingkah yang ditunjukkan para pria berjenggot panjang itu, petugas meminta agar semua penumpang yang ada di dalam mobil segera turun.
Selanjutnya, petugas meminta pengendara mobil untuk berputar balik di check point.
Walau permintaan aparat dikabulkan, rombongan pria bercelana cingkrang itu tetap lantang membacakan doa.
Baca juga: Gus Miftah Dikafirkan Karena Masuk Gereja, Habib Ahmad bin Novel Sebut Itu Tidak Dilarang Agama
Sembari mengangkat tinggi kedua tangannya, mereka berjalan kaki menuju pos pengamanan.
"Angkat tangannya," ungkap seorang pria.
"Ya Allah.. Laillahailallah," sambut sejumlah pria lainnya kompak.
Aksi tersebut pun viral di media sosial.
Beragam pendapat dituliskan masyarakat mengenai tingkah para pria yang bercelana cingkrang dan berjenggot panjang itu.
Warga dan Pemerintah Daerah Bingung
Dikutip dari Kompas.com, Juru bicara Satgas Covid-19 RI Wiku Adisasmito telah menyatakan bahwa pada 6-17 Mei 2021 mudik lintas provinsi ataupun mudik secara lokal di wilayah aglomerasi sama-sama dilarang.
Wilayah aglomerasi merupakan beberapa kabupaten/kota yang berdekatan dan saling menyangga, seperti Jabodetabek.
Wiku berdalih, sejak awal, pemerintah tak pernah membedakan larangan mudik lintas provinsi ataupun mudik lokal di wilayah aglomerasi.
"Tidak pernah ada istilah itu (mudik lokal) dari pemerintah. Dan dari awal, apa pun bentuk mudiknya tidak diperbolehkan," kata Wiku saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (7/5/2021).
Baca juga: Gus Miftah Dituding Kafir dan Sesat, Ustaz Adi Hidayat Beberkan Hukum hingga Fatwa KH Hasyim Asyari
Larangan mudik mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021.
Beleid tersebut mengatur, sebagian besar, soal peniadaan angkutan selama masa larangan mudik 6-17 Mei 2021.
Peniadaan operasional angkutan dianggap sama dengan peniadaan pergerakan warga.
Pangkal masalah soal mudik lokal terletak pada Pasal 3 ayat (3) dan (4).
Pada ayat (3) diterangkan bahwa peniadaan angkutan, selain dikecualikan bagi pejabat negara dan aktivitas sektor esensial, juga dikecualikan untuk angkutan yang beroperasi di kawasan aglomerasi.
Pada ayat (4) disebutkan sejumlah kawasan aglomerasi yang dimaksud, salah satunya Jabodetabek.
Baca juga: Orasi Kebangsaan Gus Miftah Picu Polemik, BJ Habibie Sebut Gereja Tempat Menenangkan Ketika Bersedih
Ditafsirkan, di Jabodetabek, pengecualian peniadaan angkutan dianggap sama dengan pengecualian larangan mudik.Wiku menyadari bahwa telah terjadi kebingungan di masyarakat.
"Untuk memecah kebingungan di masyarakat soal mudik lokal di wilayah aglomerasi, saya tegaskan bahwa pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi," ujar Wiku dalam konferensi pers virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (6/5/2021).
Masalahnya, yang bingung bukan hanya masyarakat, melainkan juga pemerintah daerah.
Kebingungan itu bermuara pada satu pertanyaan: bagaimana membedakan pemudik dan bukan pemudik di Jabodetabek sebagai kawasan aglomerasi?
Dalam keterangan resmi kemarin, Wiku bilang, pengecualian di wilayah aglomerasi berfokus pada layanan transportasi untuk kegiatan esensial harian, seperti bekerja, memeriksakan kesehatan, logistik, dan sebagainya.
Namun, dalam pelaksanaannya, keadaan jauh lebih rumit daripada pernyataan di media ataupun keterangan di atas kertas.
Situasi kompleks dihadapi oleh aparat pemerintah daerah di lapangan yang mengeksekusi kebijakan.
"Ini yang kami lagi bingung. Karena kemarin waktu rapat sama Menteri Dalam Negeri, mudik boleh di wilayah aglomerasi. Terus sekarang tiba-tiba ganti,” ungkap Wali Kota Tangerang, Arief Wismansyah, Kamis (6/5/2021) malam.
“Kami yang di lapangan bingung jadinya," kata dia.
Situasi membingungkan juga dialami Pemprov DKI Jakarta yang wilayahnya rutin disambangi penduduk dari kota dan kabupaten di sekitarnya.
Bagaimana memilah warga Bodetabek yang pergi ke Jakarta untuk kebutuhan mendesak, atau yang hendak beli makanan, yang harus berangkat kerja, dan yang ingin bersilaturahmi ke rumah orangtua?
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta, Arifin, mengutarakan bahwa untuk urusan kerja, pegawai dari Bodetabek ke Jakarta harus mengantongi surat tugas dari pimpinan perusahaan.
“Jadi kalau ada (surat tugas) ya kita lihat, betulkah dia sebagai pegawai di perusahaan itu dan dalam rangka pelaksanaan tugas," kata Arifin, Jumat.
Arifin tidak mengatakan di mana pos-pos pemeriksaan itu.
Soal bagaimana aparat memverifikasi bahwa benar pegawai itu bekerja di perusahaan yang dimaksud pun masih tanda tanya.
Akhirnya, pengawasan di lapangan hanya berbasis kira-kira.
Sebab, perihal keharusan membawa surat tugas juga tak pernah ada dalam peraturan mana pun sejak awal.
Pengawasan berbasis kira-kira itu jelas tampak dalam pernyataan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liput, ketika ditanya bagaimana memilah pemudik dan nonpemudik di Jabodetabek.
“Jadi begini, pengalaman kami kemarin begitu dilihat ada mobil yang sudah memiliki bawaan banyak, langsung disetop, dicek. Ada mobil yang tanpa bawaan banyak, dicek, begitu ditanyakan (dijawab) mudik. Karena penumpangnya cukup ramai," ucap Syafrin, Jumat.
Pengawasan lebih sulit kepada pengendara sepeda motor.
Syafrin mengakui, karena kesulitan itu, belum ada penindakan terhadap pengendara sepeda motor sejauh ini.
"Karena memang identifikasi awal mereka mudik itu membawa barang cukup banyak," kata Syafrin.
Wali Kota Bogor, Bima Arya, menyatakan bahwa Pemerintah Kota Bogor akan melakukan tes antigen terhadap semua pendatang.
Namun, ia sendiri mengaku sulit membedakan pemudik dan nonpemudik.
“Ini tidak mudah membedakan mana yang mudik, mana yang nonmudik. Tapi kita akan berusaha maksimal mengatur itu,” kata Bima, Jumat.
Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, malah tak menyiapkan titik penyekatan, sehingga keluar masuk Tangsel pada masa larangan mudik tak butuh melengkapi diri dengan syarat apa pun.
Lagi pula, menurut Benyamin, penyampaian larangan mudik lokal sudah terlambat.
"Ya sekarang kondisinya sudah begini. Agak sulit untuk mencegah masyarakat untuk tidak mudik lokal," kata Benyamin, Jumat.
Sebagai perbandingan, bukan hanya pemerintah daerah Jabodetabek yang punya tafsir masing-masing atas larangan mudik lokal di kawasan aglomerasi.
Putra Presiden RI Joko Widodo, sekaligus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming, mengizinkan mudik lokal di Solo Raya.
Sebelumnya, ia sempat melarang pemudik masuk Solo, tetapi mengizinkan wisatawan masuk Solo.
Pada akhirnya, seluruh kebingungan dikembalikan kepada warga, kendati warga juga menyimpan kebingungan serupa.
Warga diminta kesadarannya mematuhi protokol kesehatan, atau jika mampu, menghindari mudik termasuk mudik lokal.