Kecelakaan Alutsista
KRI Nanggala-402 Hilang Kontak, Indonesia Hanya Punya Lima Kapal Selam, yang Aktif Cuma Separuh
Dia melihat Indonesia terpaksa bergantung dengan fasilitas seadanya dalam melakukan pencarian, seraya menunggu bantuan dari negara-negara sahabat.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Kapal selam KRI Nanggala-402 hilang kontak saat latihan di perairan Bali, Rabu (21/4/2021).
Anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, demi mengantisipasi kesulitan menemukan kapal tersebut, diperlukan beberapa tambahan di alutsista TNI AL.
Bobby menilai TNI AL harus memiliki submarine rescue vessel dan ocean going ship yang dapat digunakan ketika menghadapi situasi seperti saat ini.
Baca juga: Singapura dan Malaysia Bantu Cari Kapal Selam KRI Nanggala-402, TNI Mohon Doa
"Memang hal ini perlu diantisipasi ke depan."
"TNI AL perlu memiliki alutsista submarine rescue vessel dan ocean going ship, yang diperuntukan untuk kejadian seperti ini," ujar Bobby kepada wartawan, Kamis (21/4/2021).
Sebab, Bobby melihat saat ini Indonesia hanya memiliki lima kapal selam, dan yang aktif cuma separuhnya.
Baca juga: Basarnas, KNKT, dan BPPT Ikut Cari Kapal Selam KRI Nanggala-402, KSAL Juga Pantau
Maka dari itu, dia melihat Indonesia terpaksa bergantung dengan fasilitas seadanya dalam melakukan pencarian, seraya menunggu bantuan dari negara-negara sahabat.
"Saat ini perlu koordinasi fokus pencarian dengan menggunakan sumber daya dalam negeri."
"Dan juga bantuan dari Australia, Singapura dan Malaysia yang direncanakan baru akan sampai Hari Sabtu besok."
"Jadi pengerahan seluruh kemampuan deteksi bawah air, harus dilakukan pemerintah dan TNI pada saat kritis ini," tuturnya.
Mohon Doa
TNI AL masih mencari keberadaan kapal selam KRI Nanggala 402 yang hilang kontak di perairan Bali pada Rabu (21/4/2021).
Kadispenal Laksma TNI Julius Widjojono mengatakan, saat ini jajaran TNI AL masih mencari keberadaan kapal selam KRI Nanggala 402, di sekitar lokasi tumpahan minyak di posisi awal kapal tersebut menyelam di perairan Bali.
Ia mengatakan pihaknya belum bisa memastikan kondisi 53 awak di dalam kapal selam tersebut.
Baca juga: Persempit Ruang Gerak, Polisi Minta Imigrasi Cabut Paspor Jozeph Paul Zhang
"Mengenai kondisi ABK tadi belum dapat dipastikan."
"Proses pencarian masih berlangsung."
"Areanya sudah berdasarkan tumpahan minyak kemarin," kata Julius dalam tayangan di Kompas TV, Kamis (22/4/2021).
Baca juga: Jokowi: Kalau Mudik Lebaran Tidak Dilarang, Kasus Covid-19 Bisa 140 Ribu per Hari
Julius mengatakan kapal tersebut memiliki cadangan oksigen yang memenuhi syarat, dengan 53 orang personel di dalam kapal selam tersebut.
Untuk itu, ia memohon doa restu kepada masyarakat agar jajaran TNI AL bisa menemukan kapal tersebut dalam keadaan baik.
"Cadangan (oksigen) ada. Sudah dihitung dengan kondisi 53 ABK, memenuhi syarat."
Baca juga: Selain Buatan Istri, Jokowi Kini Juga Kerap Santap Makanan Bikinan Pria Ini
"Kami dari segenap prajurit TNI AL mohon doa restu agar kami bisa menemukan mereka dalam keadaan baik," tutur Julius.
Sebelumnya, kapal selam KRI Nanggala-402 dari jajaran Armada II Surabaya hilang kontak saat latihan penembakan senjata strategis di perairan Selat Bali, Rabu (21/4/2021).
KRI Nanggala yang akan melaksanakan penembakan Torpedo SUT sempat meminta izin menyelam pada Rabu (21/4/2021) pukul 03.00 WITA.
Baca juga: Ini Alasan Jokowi Kembali Gabung Kemenristek ke Kemendikbud, Anggaran Balitbang Dipusatkan di BRIN
Setelah diberikan izin menyelam sesuai prosedur, kapal tersebut hilang kontak dan tidak bisa dihubungi.
Kemudian kapal lain yang terlibat dalam satgas latihan tersebut melakukan pencarian terhadap kapal tersebut.
Pada pukul 07.00 WIB melalui pengamatan udara dengan helikopter, ditemukan tumpahan minyak di sekitar posisi awal menyelam.
Baca juga: Tak Lanjutkan Uji Klinis Vaksin Nusantara, RSPAD Lakukan Penelitian Ini, Tak Perlu Izin Edar BPOM
Dalam latihan tersebut KRI Nanggala membawa 53 awak yang terdiri dari 49 ABK, satu komandan kapal, dan tiga orang Arsenal.
Hingga saat ini pencarian masih terus dilakukan dengan mengirimkan KRI Rigel dari Dishidros Jakarta dan KRI Rengat dari Satuan Ranjau, untuk membantu pencarian menggunakan side scan sonar.
TNI sudah berkomunikasi dengan beberapa negara untuk meminta bantuan dalam pencarian tersebut, di antaranya adalah Singapura dan Australia.
KRI Nanggala-402 dibuat pada 1977 di HDW atau Howaldtswerke Deutsche Werft Jerman, dan bergabung dengan jajaran TNI AL pada 1981.
Buatan Jerman
KRI Nanggala 402 merupakan armada pemukul dan bisa digunakan untuk berperang.
KRI Nanggala diciptakan oleh Howaldtswerke di Jerman Barat pada 1981.
Kapal selam ini termasuk type 209/1300 yang banyak digunakan oleh pasukan angkatan laut sedunia.
Baca juga: Selain Buatan Istri, Jokowi Kini Juga Kerap Santap Makanan Bikinan Pria Ini
KRI Nanggala 402 memiliki berat selam 1,395 ton, dengan dimensi panjang 59,5 meter x lebar 6,3 meter x tinggi 5,5 meter.
Kapal selam ini menggunakan 4 mesin diesel elektrik, 1 shaft yang menghasilkan 4.600 SHP, sehingga sanggup berpacu di dalam air hingga kecepatan 21,5 knot.
Berbagai penugasan KRI Nanggala 402 di antaranya pernah terlibat dalam latihan bersama dengan US Navy, dengan nama sandi Coorperation Afloat Readiness and Training/CARAT-8/02, yang diadakan pada 27 Mei-3 Juni 2002 di perairan Laut Jawa, dan Selat Bali.
Baca juga: Ini Alasan Jokowi Kembali Gabung Kemenristek ke Kemendikbud, Anggaran Balitbang Dipusatkan di BRIN
Juga, pernah ikut Latihan Operasi Laut Gabungan (Latopslagab) XV/04 di Samudera Hindia, 8 April sampai 2 Mei 2004.
Di sana KRI Nanggala 402 berhasil menenggelamkan eks KRI Rakata, sebuah kapal tunda samudera buatan 1942 dengan Torpedo SUT.
KRI Nanggala 402 mampu menghindari deteksi serta menyerang secara senyap untuk menghancurkan armada musuh.
Baca juga: Tak Lanjutkan Uji Klinis Vaksin Nusantara, RSPAD Lakukan Penelitian Ini, Tak Perlu Izin Edar BPOM
Alutsista ini pun dapat menyusup ke garis pertahanan dan memutuskan garis perhubungan laut lawan.
Pada masa damai, kehadiran kapal selam akan memberikan dampak penangkalan atau deterrence effect.
Hal ini menjadi elemen penting dalam memperkuat posisi tawar atau bargaining position negara di mata dunia. (Vincentius Jyestha)