Vaksinasi Covid19

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman: Vaksin Nusantara Tidak Bisa Dipakai Massal

Beberapa anggota DPR menjadi relawan uji klinis, meski BPOM menemukan kejanggalan dalam penelitian dan pengembangan vaksin Nusantara.

Kompas.com
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Subandrio berpandangan, vaksin Nusantara tidak dapat dikembangkan secara massal. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Vaksin sel dendritik atau yang dikenal sebagai vaksin Nusantara, kembali menuai kontroversi.

Beberapa anggota DPR menjadi relawan uji klinis, meski BPOM menemukan kejanggalan dalam penelitian dan pengembangan vaksin Nusantara.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Subandrio berpandangan, vaksin Nusantara tidak dapat dikembangkan secara massal.

Baca juga: Cegah Ketergantungan, Rp 400 Miliar Dianggarkan untuk Kembangkan Vaksin Covid-19 Dalam Negeri

Hal itu merujuk pada basis vaksin tersebut, yakni sel dentritik. Sel yang diambil dari tubuh orang bersangkutan lalu diproses, diload dengan antigen.

"Dan disuntikkan kembali dengan orang yang sama."

"Jadi harus disuntikan ke orang yang sama," ujarnya dalam kuliah umum virtual bertajuk 'Seputar Vaksinasi Covid-19; Kenali Jenis dan Efek Samping', Rabu (14/4/2021).

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 14 April 2021: Suntikan Pertama 10.477.506, Dosis Kedua 5.568.857

Ia mengatakan, jika sel tersebut disuntikan ke orang lain, maka kemungkinan akan menimbulkan reaksi graft versus host disease, atau kondisi ketika sumsum tulang atau sel batang donor menyerang penerima.

"Karena setiap sel orang itu punya kategori sendiri, ketika dimasukkan ke tubuh orang lain maka terjadi penolakan," jelasnya.

"Bisa membangkitkan respons imun, tapi tidak bisa dipakai massal, sangat individual," tambah Amin.

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 14 April 2021: 5.656 Pasien Baru, 5.747 Orang Sembuh, 124 Meninggal

Sebelumnya ia menuturkan, vaksin yang ideal harus memiliki kriteria aman, efektif, stabil, murah, dan tidak menimbulkan komplikasi.

Vaksin memiliki setidaknya empat manfaat, pertama melindungi orang yang divaksin, mengurangi mortalitas, mencegah kematian, serta mencegah manusia menjadi sumber penyebaran virus.

Proses pertama penggunaan vaksin Nusantara adalah dengan mengambil darah dari tubuh seorang subyek atau pasien.

Baca juga: Firli Bahuri: Masih Banyak Orang Baik, yang Ditangkap KPK karena Korupsi Tidak Lebih dari 1.550

Selanjutnya darah itu akan dibawa ke laboratorium untuk dipisahkan antara sel darah putih dan sel dendritik (sel pertahanan, bagian dari sel darah putih).

Sel dendritik ini akan dipertemukan dengan rekombinan antigen di laboratorium, sehingga memiliki kemampuan untuk mengenali virus penyebab Covid-19 SARS-CoV-2.

Kemudian setelah sel berhasil dikenalkan dengan Covid-19, maka sel dendritik akan kembali diambil untuk disuntikkan ke dalam tubuh subyek atau pasien (yang sama) dalam bentuk vaksin.

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 13 April 2021: Dosis Pertama 10.373.963, Suntikan Kedua 5.431.997

Dengan ini, pasien diharapkan memiliki kekebalan atau antibodi yang baik dalam melawan Covid-19.

Dari proses pengambilan darah, laboratorium, hingga akhirnya menjadi vaksin yang siap disuntikkan, diperlukan waktu satu minggu.

Sebelumnya, vaksin Nusantara yang digagas Terawan belum bisa lanjut ke tahap uji klinis fase II, oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Tambah Jadi 9, Tetap di Papua, Nias, dan Maluku

Dokumen hasil pemeriksaan tim BPOM menunjukkan berbagai kejanggalan penelitian vaksin.

Misalnya, tidak ada validasi dan standardisasi terhadap metode pengujian.

Hasil penelitian pun berbeda-beda, dengan alat ukur yang tak sama.

Baca juga: Arief Poyuono Ungkap Dugaan Jual Beli Jabatan di Kemendes PDTT, Minimal Rp 1 Miliar untuk Eselon I

Selain itu, produk vaksin tidak dibuat dalam kondisi steril.

Catatan lain adalah antigen yang digunakan dalam penelitian tidak terjamin steril dan hanya boleh digunakan untuk riset laboratorium, bukan untuk manusia.

Tertulis dalam dokumen tersebut, BPOM menyatakan hasil penelitian tidak dapat diterima validitasnya.

Baca juga: Gatot Nurmantyo Tokoh Oposisi yang Layak Jadi Presiden Versi Survei KedaiKOPI, Juga Rocky Gerung

Dalam bagian lain dokumen disebutkan, uji klinis terhadap subjek warga negara Indonesia dilakukan oleh peneliti asing yang tidak dapat menunjukkan izin penelitian.

Bukan hanya peneliti, semua komponen utama pembuatan vaksin Nusantara pun diimpor dari Amerika Serikat.

"Bahwa ada komponen yang betul-betul komponen impor dan itu tidak murah."

"Plus ada satu lagi, pada saat pendalaman didapatkan antigen yang digunakan, tidak dalam kualitas mutu untuk masuk dalam tubuh manusia," beber Kepala BPOM Penny Lukito, dalam rapat dengar dengan Komisi IX DPR yang disiarkan secara daring, Kamis (8/4/2021).

Update Vaksinasi

Sejak program vaksinasi Covid-19 dimulai pada 13 Januari 2021, pemerintah sudah menyuntikkan dosis pertama kepada 10.477.506 (25,66%) penduduk hingga Rabu (14/4/2021).

Sedangkan dosis kedua sudah diberikan kepada 5.568.857 (11,27%) orang.

Dikutip dari laman kemkes.go.id, rencana sasaran vaksinasi Covid-19 di Indonesia adalah 181.554.465 penduduk yang berumur di atas 18 tahun.

Baca juga: Begini Proses Vaksinasi Covid-19 Pakai Vaksin Nusantara, 40 Anggota DPR Ikutan

Hal ini untuk mencapai tujuan timbulnya kekebalan kelompok (herd immunity).

Karena ketersediaan jumlah vaksin Covid-19 bertahap, maka dilakukan penahapan sasaran vaksinasi.

Untuk tahap pertama, vaksinasi Covid-19 dilakukan terhadap Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK).

Baca juga: Minta Jangan Adu DPR dengan BPOM Soal Vaksin Covid-19 Nusantara, Dasco: Tujuan Kami Sama

Yang meliputi tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Berdasarkan pendataan yang dilakukan sampai saat ini, jumlah SDM Kesehatan yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 adalah 1.468.764 orang, sedangkan populasi vaksinasi sebanyak 12.552.001 orang.

Berikut ini sebaran kasus Covid-19 di Indonesia per 12 April 2021, dikutip Wartakotalive dari laman covid19.go.id:

DKI JAKARTA

Jumlah Kasus: 393.290 (25.8%)

JAWA BARAT

Jumlah Kasus: 260.048 (8.9%)

JAWA TENGAH

Jumlah Kasus: 174.457 (8.4%)

JAWA TIMUR

Jumlah Kasus: 142.805 (12.7%)

KALIMANTAN TIMUR

Jumlah Kasus: 65.701 (3.5%)

SULAWESI SELATAN

Jumlah Kasus: 60.713 (4.4%)

BANTEN

Jumlah Kasus: 45.333 (2.3%)

BALI

Jumlah Kasus: 41.903 (2.8%)

RIAU

Jumlah Kasus: 37.141 (3.6%)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Jumlah Kasus: 35.716 (0.9%)

SUMATERA BARAT

Jumlah Kasus: 33.126 (3.6%)

KALIMANTAN SELATAN

Jumlah Kasus: 30.479 (2.8%)

SUMATERA UTARA

Jumlah Kasus: 28.220 (3.2%)

PAPUA

Jumlah Kasus: 20.052 (2.2%)

SUMATERA SELATAN

Jumlah Kasus: 18.566 (1.9%)

KALIMANTAN TENGAH

Jumlah Kasus: 18.354 (1.1%)

SULAWESI UTARA

Jumlah Kasus: 15.430 (1.3%)

LAMPUNG

Jumlah Kasus: 14.578 (0.5%)

NUSA TENGGARA TIMUR

Jumlah Kasus: 12.842 (0.2%)

SULAWESI TENGAH

Jumlah Kasus: 11.579 (0.2%)

KALIMANTAN UTARA

Jumlah Kasus: 11.398 (0.2%)

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Jumlah Kasus: 10.373 (0.1%)

SULAWESI TENGGARA

Jumlah Kasus: 10.319 (1.2%)

ACEH

Jumlah Kasus: 10.106 (1.8%)

NUSA TENGGARA BARAT

Jumlah Kasus: 9.867 (1.0%)

KEPULAUAN RIAU

Jumlah Kasus: 9.586 (1.0%)

PAPUA BARAT

Jumlah Kasus: 8.543 (1.0%)

MALUKU

Jumlah Kasus: 7.435 (0.9%)

JAMBI

Jumlah Kasus: 6.645 (0.3%)

KALIMANTAN BARAT

Jumlah Kasus: 6.413 (0.4%)

BENGKULU

Jumlah Kasus: 5.801 (0.3%)

SULAWESI BARAT

Jumlah Kasus: 5.390 (0.2%)

GORONTALO

Jumlah Kasus: 5.258 (0.7%)

MALUKU UTARA

Jumlah Kasus: 4.357 (0.5%). (Rina Ayu)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved