Tak Ada Ventilasi di Selnya, Nurhadi Minta Dipindahkan ke Rutan Polres Jaksel, KPK Bilang Berlebihan
Kata Maqdir, permohonan pindah rutan kepada ketua Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, demi kesehatan Nurhadi.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut rencana mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang mau pindah rumah tahanan (rutan), berlebihan.
Sebaliknya, kuasa hukum terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA menyatakan, KPK yang berlebihan.
"Menurut hemat saya, pernyataan dari KPK itu yang berlebihan dan tidak ada dasarnya," kata Maqdir Ismail, kuasa hukum Nurhadi, kepada Tribunnews, Senin (22/3/2021).
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 Indonesia 22 Maret 2021: 5.567.280 Dosis Pertama, 2.312.601 Suntikan Kedua
Kata Maqdir, permohonan pindah rutan kepada ketua Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, demi kesehatan Nurhadi.
Menurut penuturan Nurhadi kepada Maqdir, kondisi Rutan C1 KPK yang kini ditempati kliennya tidak bagus untuk kesehatan.
"Sebab, menurut Pak Nurhadi keadaan di rumah tahanan sekarang, untuk beliau sangat tidak baik untuk kesehatannya."
Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Sisa 10, Terbanyak di Kalimantan Tengah dan Bali
"Oleh karena itulah kami menyampaikan surat kepada Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta," ujar Maqdir.
Ia pun menyinggung permasalahan ventilasi kamar mandi Rutan C1 yang kini tertutup. Akibatnya, kondisi rutan jadi agak sumpek.
"Karena agak pengap, terutama sejak ventilasi kamar mandi ditutup."
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 22 Maret 2021: 5.744 Pasien Baru, 7.177 Orang Sembuh, 161 Wafat
"Akibatnya tidak ada sinar matahari yang bisa masuk dan tidak ada ventilasi udara," tutur Maqdir.
Sebelumnya, KPK menyatakan permintaan Nurhadi dari Rutan C1 KPK ke Rutan Polres Jakarta Selatan berlebihan.
"Alasan terdakwa tersebut berlebihan," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Minggu (21/3/2021).
Baca juga: Penelitian Terbaru: 64 Persen Orang Terinfeksi B117 Kemungkinan Meninggal, Vaksin Pfizer Efektif
Untuk itu, sambungnya, KPK berharap majelis hakim banding menolak permohonan Nurhadi.
"Karena kami berpandangan sama sekali tidak ada urgensinya pemindahan tahanan dimaksud."
"Terlebih selama proses penyidikan maupun persidangan, kami nilai terdakwa Nurhadi juga tidak kooperatif," beber Ali.
Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Menyusut Jadi 6, Ada di Papua, Nias, dan Maluku
Nurhadi mengajukan pemindahan rumah tahanan (rutan) kepada Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Alasannya, terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016 itu sudah memasuki usia lanjut.
"Benar, berdasarkan informasi yang kami terima, terdakwa Nurhadi mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi Jakarta."
Baca juga: Terima Berkas KLB Partai Demokrat, Ini Dokumen yang Dicek Kemenkumham
"Agar pindah rumah tahanan dari Rutan cabang KPK ke Rutan Polres Jakarta Selatan, dengan alasan kesehatan dan sudah usia lanjut," jelas Ali Fikri.
Juru bicara berlatar jaksa itu berujar, KPK menghargai permohonan Nurhadi.
Namun Ali menegaskan, hak-hak seluruh tahanan di rutan KPK telah dipenuhi, termasuk soal kesehatan yang tentu saja menjadi prioritas utama.
"Rutan KPK juga memiliki dokter klinik yang siap kapan pun memeriksa kesehatan para tahanan," terangnya.
Divonis 6 Tahun Penjara
Ketua majelis hakim Saifudin Zuhri memvonis rendah eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, karena dinilai berjasa kepada MA.
Kata Saifudin, saat bertugas di MA, Nurhadi banyak mengatur keperluan lembaga kekuasaan kehakiman itu.
"Alasan meringankan belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga."
Baca juga: Jangan Khawatir, Penderita Long Covid-19 Tak Bakal Menularkan Virus kepada Orang Lain
"Dan Nurhadi telah berjasa dalam kemajuan MA," kata Saifudin Zuhri, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3/2021) malam.
Nurhadi dan Rezky Herbiyono divonis 6 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Vonis itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Polisi Virtual Tegur 79 Akun Medsos Berpotensi Langgar UU ITE, Kebanyakan Unggah Sentimen Pribadi
Nurhadi dituntut hukuman 12 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Saifudin berkata, berdasarkan pertimbangan yang memberatkan, Nurhadi dinilai merusak nama baik MA hingga lembaga peradilan di bawahnya.
Baca juga: Lagi Dengar Pendapat Publik, Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas 2021
Sebab, ia terbukti menerima suap hingga gratifikasi untuk mengurus perkara di MA.
"Hal memberatkan, merusak nama baik MA dan lembaga peradilan di bawahnya," jelas Saifudin.
Menyikapi hal ini, JPU Wawan Yunarwanto tidak mempersoalkannya.
Baca juga: PTTUN Anulir Putusan PTUN Soal Jaksa Agung Salah Bilang Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat
Karena itu merupakan pertimbangan dan kewenangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan.
"Itu kan penilaian hakim, jadi sah-sah saja, enggak ada masalah," ujar Wawan.
Meski demikian, jaksa KPK mengajukan upaya hukum banding atas vonis hakim tersebut.
Baca juga: Sore Ini Nurhadi Divonis Hakim, Kuasa Hukum Berharap Kliennya Dibebaskan dari Segala Dakwaan
Soalnya, vonis kepada Nurhadi tidak 2/3 dari tuntutan jaksa yang meminta Nurhadi agar divonis 12 tahun pidana penjara, sementara Rezky divonis 11 tahun pidana penjara.
"Jadi pertimbangan kami, karena penjatuhan pidana kurang dari 2/3 dari tuntutan yang kami ajukan," ucap Wawan.
Alasan lainnya mengajukan upaya hukum banding, karena tidak seluruhnya dakwaan hingga tuntutan jaksa terbukti sebagaimana amar putusan hakim.
Baca juga: Kubu Moeldoko Tuding AD/ART Partai Demokrat Langgar UU Parpol, Tiga Pasal Ini Jadi Acuan
Jaksa menyesalkan hakim hanya menilai Nurhadi terbukti menerima suap sebesar Rp 35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Padahal, sebagaimana dakwaan dan surat tuntutan, Nurhadi dan Rezky diyakini menerima suap sebesar Rp 45.726.955.000.
Uang suap tersebut diberikan agar memuluskan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), terkait gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer.
Baca juga: 1.362 Pegawai KPK Bakal Dilantik Jadi ASN Saat Peringatan Hari Lahir Pancasila
Majelis hakim juga menilai Nurhadi dan Rezky hanya terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 13.787.000.000.
Penerimaan gratifikasi itu lebih rendah dari dakwaan dan juga tuntutan jaksa.
Karena jaksa meyakini, Nurhadi dan Rezky terbukti menerima gratifikasi senilai Rp37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang beperkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
Baca juga: Menkumham Bakal Objektif Selesaikan Masalah Partai Demokrat, Minta SBY Jangan Tuding Pemerintah
"Jadi itu yang jadi salah satu pertimbangan kita banding," terang jaksa Wawan.
Jaksa Wawan juga menyesalkan majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman uang pengganti kepada Nurhadi dan Rezky.
Padahal dalam tuntutan, kedua terdakwa dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 83.013.955.000.
Baca juga: Tegur 79 Akun Medsos Berpotensi Langgar UU ITE, Polri: Kalau Kita Saklek Sudah Pidana Itu
Meski lebih rendah dari tuntutan jaksa, Nurhadi dan Rezky Herbiyoni terbukti menerima suap dan melanggar pasal 11 UU 31/1999.
Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keduanya juga terbukti menerima gratifikasi melanggar pasal 12B UU 31/1999, sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Lebih Berat dari Tuntutan JPU, Brigjen Prasetijo Utomo Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara
Sebelumya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan kepada eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Hakim menyatakan Nurhadi dan Rezky terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, beberapa kali, dan berlanjut.
"Menyatakan terdakwa Nirhadi dan Rizky terlah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tipikor secara bersama-sama dan beberapa kali sebagai perbuatan yang dilanjutkan," tutur hakim Ketua Saifudin Zuhri membaca amar putusan, Rabu (10/3/2021).
Baca juga: Vaksin Covid-19 Masih Sangat Efektif Hadapi Varian B117, Empat Pasien di Indonesia Sudah Sembuh
"Menjatuhkan pidana masing-masing 6 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan," sambungnya.
Vonis hakim ini jauh lebih rendah ketimbang tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut Nurhadi 12 tahun bui, dan Rezky 11 tahun penjara.
Denda yang wajib dibayar oleh Nurhadi dan Rezky juga hanya setengah dari tuntutan JPU yang meminta keduanya membayar masing - masing Rp 1 miliar.
Baca juga: Komisaris Utama Sriwijaya Air Diduga Kecipratan Uang Korupsi Asabri
Adapun hal yang meringankan vonis Nurhadi dan Rezky yakni keduanya belum pernah dihukum, masih memiliki tanggungan keluarga.
Khusus untuk Nurhadi, hakim menilai dia telah berjasa dalam pengembangan gelar kemajuan Mahkamah Agung.
"Hal yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum, para terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, serta terdakwa I Nurhadi telah berjasa dalam pengembangan gelar kemajuan Mahkamah Agung," beber hakim.
Baca juga: Brigjen Prasetijo Utomo Terima Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara, Jaksa Masih Pikir-pikir
Sementara hal yang memberatkan vonis, Nurhadi dan Rezky dianggap tidak mendukung semangat upaya pemerintah memberantas tindak pidana korupsi.
Perbuatan keduanya juga telah merusak nama baik Mahkamah Agung serta lembaga peradilan di bawahnya. (Ilham Rian Pratama)