Wacana Penghargaan Badge Award kepada Netizen Tuai Pro dan Kontra, Polri: Masih Rencana
Rencana ini bertujuan memberikan penghargaan kepada masyarakat yang turut membantu tugas kepolisian.
"Warga seharusnya tidak perlu takut pada ancaman hukuman pidana atau dipaksa untuk minta maaf, hanya karena mengungkapkan pendapatnya secara damai," papar Usman.
Pemerintahan Presiden Jokowi, kata Usman, harus membuktikan pernyataannya terkait upaya memberi rasa keadilan kepada masyarakat, terutama dalam menyampaikan pendapat, kritik atau ekspresi lainnya yang sah.
Meskipun pemerintah telah berulang kali mengaku ingin melindungi, kata Usman, belum terlihat langkah nyata dari pemerintah untuk membuktikan komitmen tersebut.
Baca juga: Tak Komunikasi dan Tidak Kasih Nafkah Sejak Terlibat Kasus di KPK, Harun Masiku Diceraikan Istrinya
"Baru saja polisi menangkap warga Slawi karena dianggap menghina Walikota Solo, Gibran yang juga putra Presiden Jokowi, di media sosial."
"Ini saja sudah menunjukkan betapa kian menyempitnya ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia."
"Bagaimana jika ‘badge award’ benar-benar dilakukan?" kata Usman.
Baca juga: Jhoni Allen Tuntut AHY Dkk Ganti Rugi Rp 55,8 Miliar, Bakal Disumbangkan ke Panti Sosial
Menurut catatan Amnesty, sepanjang 2021 sudah ada setidaknya 15 kasus dugaan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi menggunakan UU ITE, dengan 18 korban.
Sementara pada tahun 2020, Amnesty mencatat setidaknya terdapat 119 kasus dengan 141 korban, termasuk di antaranya 18 aktivis dan empat jurnalis.
Amnesty mengingatkan hak seluruh masyarakat atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, di antaranya dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Komentar Umum No. 34 atas Pasal 19 ICCPR.
Baca juga: Hasil KLB Deli Serdang Didaftarkan ke Kemenkumham, Partai Demokrat Yakin Yasonna Laoly Objektif
Sedangkan dalam hukum nasional, hak tersebut telah dijamin dalam Konstitusi Indonesia, tepatnya pada Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945, serta Pasal 23 ayat (2) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Meskipun hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat dapat dibatasi, pembatasan tersebut hanya dapat diterima dalam keadaan terbatas.
Prinsip-prinsip Siracusa tentang batasan dan penurunan ketentuan dalam ICCPR, yang merupakan sebuah interpretasi ahli atas ICCPR, memberikan panduan lebih lanjut terkait ketentuan pembatasan hak asasi manusia.
Baca juga: Didoakan Kubu AHY, Yassona Laoly: Sebelah Sana Berdoa Juga, Enggak Tahu Mana yang Didengar Nanti
Termasuk di antaranya yakni tidak boleh ada batasan yang bersifat diskriminatif.
Kedua, batasan apapun harus menjawab kebutuhan publik atau sosial yang mendesak, mengejar tujuan yang sah, dan sebanding dengan tujuan itu.
Ketiga, negara seharusnya tidak menggunakan cara yang lebih membatasi daripada yang diperlukan demi pencapaian tujuan pembatasan.
Baca juga: Menteri PPN Suharso Monoarfa: Mudah-mudahan Presiden Bisa Upacara 17 Agustus 2024 di Ibu Kota Baru
Keempat, pembenaran atas pembatasan hak yang dijamin berdasarkan ICCPR dibebankan kepada negara.
Kelima, setiap batasan yang diberlakukan harus tunduk pada kemungkinan untuk digugat dan perbaikan terhadap penerapannya yang sewenang-wenang. (Igman Ibrahim/Gita Irawan)