Kasus Penembakan Laskar FPI, 3 Anggota Polisi Dibebastugaskan, Ditemukan Unsur Pidana
Rusdi menegaskan, Polri akan mengusut tuntas kasus ini sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pihak Bareskrim Polri membebastugaskan tiga anggota Polda Metro Jaya (PMJ) yang terlibat dalam penembakan Laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50.
Tiga anggota PMJ itu dibebastugaskan karena ditemukannya unsur pidana usai dilakukan gelar perkara oleh penyidik.
Di mana kasus penembakan enam laskar FPI itu telah naik dari penyelidikan dari ke penyidikan.
Baca juga: Anda Kehilangan Kendaraan? Bisa Cek di Polres Bogor, Ada 134 Unit Hasil Curian yang Diamankan
Baca juga: HATI-HATI! Mabes Polri Sebut Ada Ribuan Pelaku Penipuan Vaksinasi Covid-19 Siap Beraksi,Ini Modusnya
Baca juga: Hati-hati Sunat Laser Berisiko Membuat Alat Kelamin Anak Hitam Akibat Luka Bakar, Ini PenjelasannyaKaro Penmas Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan tiga polisi itu dinonaktifkan untuk memudahkan proses penyidikan.
“Sekarang proses penyidikan dulu, dalam proses penyidikan nanti akan menentukan siapa tersangkanya. Proses penyidikan ini, akan diketahui betul-betul secara terang benderang telah terjadi tindak pidana, dan tentunya akan ada proses penentuan tersangka,” ujar Rusdi Hartono di Mabes Polri, Rabu (10/3/2021), dikutip dari KompasTv.
Rusdi menambahkan ketiga anggota Polri yang nonaktif masih berstatus terlapor.
Ketiganya bertugas di Polda Metro Jaya.
Ketiganya diduga melakukan tindakan pembunuhan dan penganiayaan yang mengakibatkan kematian berdasarkan Pasal 338 jo Pasal 351 ayat (3) KUHP.
Rusdi menegaskan, Polri akan mengusut tuntas kasus ini sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM.
"Polri akan menyelesaikan perkara ini. Ini sejalan dengan rekomendasi dari Komnas HAM," ujarnya.
Peristiwa penembakan terhadap anggota FPI itu terjadi di Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020.
Investigasi Komnas HAM menyimpulkan tewasnya empat dari enam anggota laskar FPI merupakan pelanggaran HAM. Sebab, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat kepolisian.
Atas kesimpulan itu, Komnas HAM merekomendasikan agar tewasnya empat anggota laskar FPI dilanjutkan ke pengadilan pidana.
Baca juga: Pangeran Uni Emirat Arab Beri Hadiah Jokowi Masjid Mewah Seluas 3 Hektar di Solo, Ini 4 Faktanya
Baca juga: WOW Proyek RSUD Malingping Senilai Rp2,5 Miliar lewat Penunjukan Langsung, Ini Kata Gubernur Banten
Baca juga: WADUH, Pemuda di Cakung Curi Beha dan Celana Dalam Ibu Muda Tetangganya, Ternyata Dipakai untuk Ini
Mahfud MD Sebut Bukan Pelanggaran Berat
Pemerintah meyakini bahwa tidak ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang dilanggar dalam peristiwa meninggalnya enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) pada Desember 2020 lalu.
Adanya dugaan peristiwa pelanggaran HAM berat sebelumnya disampaikan oleh Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) laskar FPI saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (9/3/2021).
TP3 bahkan mendesak agar peristiwa ini dibawa ke pengadilan HAM karena keyakinan tersebut.
Namun, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan, ada syarat yang harus dipenuhi untuk menyatakan apakah suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat atau tidak.
"Pelanggaran HAM berat itu, syaratnya tiga. Pertama, dilakukan secara terstruktur," ujar Mahfud dalam konferensi pers virtual melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (10/3/2021).
Mahfud menggambarkan, dalam konteks kematian enam orang laskar FPI, dapat disebut terstruktur apabila ditemukan rincian target, taktik, alat serta alternatif langkah-langkah di lapangan.
Kedua, sistematis yakni jika ada indikasi pelaksanaan perintah untuk membunuh jelas tahapan-tahapannya.
"Syarat ketiga adalah, menimbulkan korban yang luas. Apabila ada bukti-bukti itu (dari ketiga syarat), mari dibawa (ke pengadilan HAM)," tegas Mahfud.
Baca juga: Bareskrim Gelar Perkara Dugaan Unlawful Killing 6 Anggota FPI Rabu Ini, 3 Polisi Bisa Jadi Tersangka
"Kita adili secara terbuka para pelakunya, berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan HAM)," lanjutnya.
Pelanggaran HAM berat menurut Undang-undang Sementara itu, pada UU Nomor 26 Tahun 2000 yang disinggung Mahfud, ada penjelasan mengenai kriteria pelanggaran HAM berat.

Hal itu tercantum pada Pasal 7, 8 dan 9 beleid tersebut. Pasal 7 menjelaskan, pelanggaran HAM yang berat meliputi dua hal, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kemudian, Pasal 8 menjelaskan kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan lima cara.
Pertama, membunuh anggota kelompok. Kedua, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.
Ketiga, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya.
Keempat, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
Kelima, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Selanjutnya, pada pasal 9 dijelaskan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
Serangan itu bisa berupa 10 bentuk, yakni pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
Baca juga: Mengaku Punya Bukti, TP3 Yakin Tak Ada Peristiwa Saling Tembak di Kasus Tewasnya 6 Anggota FPI
Kemudian, termasuk juga penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa dan kejahatan apartheid.
Sebelumnya, peristiwa meninggalnya enam anggota FPI terjadi saat kepolisian dari Polda Metro Jaya melakukan operasi terhadap mantan pemimpin FPI Rizieq Shihab pada 7 Desember 2020.
Polisi yang kala itu melakukan pengintaian dan membuntuti rombongan Rizieq Shihab disebut dihalangi oleh pihak FPI.
Baca juga: Rombongan TP3 Enam Laskar Pembela Rizieq Shihab Pimpinan Amies Rais Temui Jokowi, Ini Kata Mahfud MD
Hasil investigasi Komnas HAM menyatakan, dua anggota FPI tewas saat tiba di rest area Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50.
Keduanya tewas karena saling serempet dan salling serang menggunakan senjata api dengan petugas yang melakukan pengintaian dan pembuntutan.
Sementara, empat anggota lainya tewas saat sudah dibawa dan berada di mobil petugas.
Komnas HAM menyatakan ada indikasi unlawfull killing atau pembunuhan yang terjadi di luar hukum terhadap empat orang tersebut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahfud Yakini Kematian 6 Laskar FPI Bukan Pelanggaran HAM Berat, Ini Penjelasannya Menurut UU"
Penulis : Dian Erika Nugraheny