VIDEO Pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Tangrang Tegaskan Tolak KLB dan Tetap Mendukung AHY
Ia memberikan pernyataan sikap bahwa seluruh pengurus dan anggota DPRD serta kader Demokrat mendukung kepemimpinan AHY.
Laporan Wartakotalive.com Andika Panduwinata
WARTA KOTA, TIGARAKSA - Pengurus DPC Demokrat Kabupaten Tangerang beserta kader dan anggota DPRD dari Fraksi Demokrat menolak Kongres luar biasa ( KLB) yang digelar di Deli Serdang Sumatera Utara beberapa waktu yang lalu.
Dalam kegiatan itu menetapkan KSP Moeldoko sebagai Ketua Umum dianggap ilegal dan inkonstitusional
Hal tersebut dikatakan Ketua DPC Demokrat Kabupaten Tangerang Dedi Sutardi.
Ia memberikan pernyataan sikap bahwa seluruh pengurus dan anggota DPRD serta kader Demokrat mendukung kepemimpinan AHY.
Baca juga: Buntut KLB Deli Serdang, DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Bakal Pecat Kader yang Membelot
Baca juga: Tetap Dukung AHY, DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Gelar Aksi Cap Jempol Darah
"Kami tidak pernah mengirimkan mandat atau utusan untuk mewakili kongres di Sumatera Utara," ujar Dedi, Minggu (7/3/2021).
Dedi mengatakan sampai saat ini dirinya tetap tegak lurus mendukung kepemimpinan yang sah hasil kongres Maret 2020 yakni Agus Hari Murti Yudoyono.
Menurutnya kudeta politik yang dilakukan oleh segelintir orang yang mengatas namakan Demokrat adalah ilegal.
Baca juga: DPC Partai Demokrat Kabupaten Tangerang Tegaskan Tolak KLB di Deli Serdang
Baca juga: Dukung SBY Tolak KLB Sibolangit, Demokrat Kabupaten Bogor Minta Kemenkumham Tak Berdiam Diri
"Kami meminta kepada kader Demokrat untuk tenang dan tidak panik," ucap Dedi.
Hal senada dikatakan Sekretaris Fraksi Demokrat Kabupaten Tangerang Yaya Ansori. Dirinya menyebut seluruh anggota DPRD Kabupaten Tangerang dari Fraksi Demokrat menolak Kongres luar biasa ( KLB), karena sudah merampas dan menyalahi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
"Kami pastikan bahwa anggota Dewan dari Fraksi Demokrat tetap solid mendukung kepemimpinan AHY dan menolak KLB," kata Yaya.
Kantor DPP Partai Demokrat dijaga ketat
Buntut pengukuhan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa Deli Serdang, Kantor DPP Partai Demokrat di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat dijaga ketat oleh Satgas dan para kader Demokrat.
Politisi Demokrat sekaligus anggota DPRD DKI Jakarta, Mujiono, mengungkapkan, penjagaan di kantor DPP dimulai semenjak Jumat (6/3/2021).
Ia pun membagikan potret ketika dirinya dan sejumlah kader berjaga selama 24 jam untuk mengamankan kantor DPP.
Baca juga: Partainya Dikudeta, SBY Bakal Pimpin Demo ke Istana, ProDem Siap Kerahkan Anggota Lawan Penindasan
Penjagaan kemudian berlanjut hingga Sabtu untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk pasca-pengakuan sepihak Demokrat kubu Moeldoko.
Sejumlah warganet mengingatkan kepada Mujiono dan para satgas untuk berhati-hati, lantaran yang mereka hadapi adalah 'penguasa'.
Baca juga: Mahfud MD sebut Pemerintah Tak Bisa Larang KLB Demokrat, Singgung Sikap Diam SBY saat PKB Pecah
Baca juga: Partainya Direbut Moeldoko, SBY Sebut Bangsa Sedang Berkabung,Teddy: Jangan Cengeng,Tuhan Tidak Suka
"Jujur gw takut. Tiati pak Muji @RAMujiyono, mengatasnamakan kekuasaan, mereka bisa berlaku seenaknya seperti koboy, dar der dor... Melakukan perlawanan dan tindakan tegas terukur jd alibi kuat skrg, smoga Allah menjaga dan melindungi kalian," tulis @urip_wibowo77.
"Sehat selalu pak Ketua insya Allah saya juga merapat hari ini, jangan sampai ada yg kejadian aneh di DPP oleh preman2 di KLB dagelan merebut DPP," tulis @Firdausharahap1
"Pak SBY jangan bermain "lembek", saatnya tunjukkan bahwa bapak @SBYudhoyono
adalah Jenderal TNI dan pernah Presiden NKRI dua periode," tulis @adekhaerudint
·
Baca juga: Jangan Sampai Konflik Demokrat seperti Peristiwa Kudatuli, Sejarah Kudeta Parpol Paling Berdarah
Sejumlah warganet lainnya juga mengingatkan agar para satgas waspada, karena bukan tidak mungkin peristiwa perebutan kantor partai seperti pada tragedi Kudatuli 1996 akan terulang.
Saat itu, massa PDI pro Soerjadi berusaha mengambil paksa kantor PDI kubu Megawati Soekarno Putri.
Baca juga: Jokowi Serukan Benci Produk Asing, Para Petinggi E-Commerce di Indonesia Bereaksi
Analisa pengamat tentang skenario 'bunuh Demokrat'
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani turut prihatin dengan tindakan pengambilan kepengurusan Partai Demokrat yang dilakukan dengan Kongres Luar Biasa (KLB) hingga pengangkatan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat.
Saiful Mujani menilai, kini 'hidup dan mati' partai Demokrat ada di tangan Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM.
"Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua partai Demokrat lewat KLB maka selanjutnya tergantung negara, lewat menkumham dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak," tulisnya di akun Twitter, dikutip pada Sabtu (6/3/2021).
Dalam beberapa kasus pengambilalihan parpol sebelumnya, Yasonna memenangkan pihak yang menggelar KLB atau yang dituding 'mengambilalih paksa' sebuah parpol.
Baca juga: Mahfud MD sebut Pemerintah Tak Bisa Larang KLB Demokrat, Singgung Sikap Diam SBY saat PKB Pecah
Terakhir terjadi pada kasus Partai Berkarya dimana Tommy Soeharto hampir saja disingkirkan setelah kubu KLB disahkan oleh Kemkumham.
Beruntung, saat menggugat ke pengadilan, partai Berkarya yang dirintis Tommy berhasil kembali.
Apabila nantinya Yasonna mengakui kepengurusan Demokrat versi Moeldoko, Saiful Mujani menyebut, bahwa itu pertanda Partai Demokrat akan benar-benar mati.
"Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD Ahy, lonceng kematian PD makin kencang," jelasnya.
Saiful Mujani menyebut, seandainya Yasonna mensahkan kepengurusan Demokrat versi Moeldoko dan kubu AHY mempermasalahkannya ke pengadilan, itu juga bukan perkara mudah.
Sebab, ia menilai akan ada proses panjang meskipun kubu AHY memiliki legalitas sekalipun.
Baca juga: Jangan Sampai Konflik Demokrat seperti Peristiwa Kudatuli, Sejarah Kudeta Parpol Paling Berdarah
"PD Ahy selanjutnya akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?" jelasnya.
Saiful Mujani membayangkan seandainya Partai Demokrat benar-benar dikuasi oleh Moeldoko dan kelompoknya, maka Demokrat tidak akan lagi sebesar ketika dipimpin oleh SBY.
"Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? seperti mantan jendral-jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dr Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai," tandasnya
Baca juga: Saiful Mujani: Ini Ironi Luar Biasa, Kejadian Pertama Sebuah Partai Dibajak Orang Luar Partai
Baca juga: Partainya Dikudeta, SBY Bakal Pimpin Demo ke Istana, ProDem Siap Kerahkan Anggota Lawan Penindasan
"Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu," terangnya.
Ia pun menduga, skenario terakhir dari apa yang dilakukan Moeldoko tersebut adalah untuk membunuh partai Demokrat.
"Hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi," ungkapnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD akhirnya memberikan pernyataan terkait Kongres Luar Biasa yang digelar kubu Johnny Allen di Deli Serdang, Sumatera Utara hingga penetapan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Mahfud menyebut, pemerintah tidak bisa melarang terselenggaranya kegiatan tersebut.
"Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bs melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deliserdang," jelas Mahfud MD di akun Twitternya, Sabtu (11/3/2021)
Mahfud MD kemudian memberikan contoh kejadian serupa, dimana saat itu terjadi KLB hingga membuat Partai Kebangkitan Bangsa terpecah.
Baca juga: Terpilih Jadi Ketum Demokrat Versi KLB, Moeldoko Disarankan Yunarto Wijaya Mundur dari KSP
"Sama dengan yang menjadi menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pada saat Matori Abdul Jalil (2020) mengambil PKB dari Gus Dur yang kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003)," ungkapnya.
Mahfud juga singgung sikap diam SBY ketika menjadi presiden dan terjadi perebutan partai antara Abdurrahman Wahid atau Gusdur dengan Muhaimin Iskandar.
"Saat itu Bu Mega tak melarang atau pun mendorong karena secara hukum hal itu masalah internal PKB. Sama juga dengan sikap Pemerintahan Pak SBY ketika (2008) tidak melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol."
Baca juga: Partainya Dikudeta, SBY Bakal Pimpin Demo ke Istana, ProDem Siap Kerahkan Anggota Lawan Penindasan
Mahfud menilai, saat ini pemerintah memandang konflik Partai Demokrat sebagai persoalan internal partai dan tidak akan ikut campur.
"Bagi Pemerintah sekarang ini peristiwa Deli Serdang merupakan masalah internal PD. Bukan (minimal belum) menjadi masalah hukum. Sebab belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kepada Pemerintah dari Partai Demokrat. Pemerintah sekarang hanya menangani sudut keamanan, bukan legalitas partai," jelasnya
(dik)