Berita Nasional

Sebut Nahdlatul Ulama Kerap Hadir di Tengah Kehidupan Bangsa, Sekjen Partai Gerindra: Kita Bersyukur

Kebedaraan Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia, papar Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, wajib disyukuri.

Editor: PanjiBaskhara
Istimewa
Telah digelar Pelantikan dan Rapat Kerja Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Kota Tangerang, Minggu (7/3/2021). Sekjen Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani dan Ketua Harian PBNU Kiyai Haji Marsudi Suhud turut hadir di acara itu. 

Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah.

Selain itu, NU sebagaimana organisasi-organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya atau keagamaan yang lahir di masa penjajah, pada dasarnya merupakan perlawanan terhadap penjajah.

Hal ini didasarkan, berdirinya NU dipengaruhi kondisi politik dalam dan luar negeri.

Sekaligus merupakan kebangkitan kesadaran politik yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi dalam menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam umumnya.

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis).

Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik.

Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur Al Maturidi dalam bidang teologi/Tauhid/ketuhanan.

Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: Imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain:

- Imam Hanafi

- Imam Maliki, dan

- Imam Hanbali

Sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah.

Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Syeikh Juneid al-Bagdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah.

Serta, merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.

Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara.

Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

NU dan Politik

Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955.

NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante.

Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Soekarno, dan bergabung dalam NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis).

Nasionalis diwakili Partai Nasional Indonesia (PNI), Murba (Musyawarah Rakyat Banyak), dan lain-lain.

Agama diwakili Partai Nahdhatul Ulama, Masyumi, Partai Katolik, Parkindo (Partai Kristen Indonesia), dan lain-lain.

Dan Komunis diwakili oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP.

Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.

Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU.

Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid.

Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR.

Bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI.

Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

(CC/Wartakotalive.com/Wikipedia)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved