Berita Nasional

Dijanjikan sebagai Capres saat Diajak KLB Demokrat, Gatot Nurmantyo Tak Sampai Hati Khianati SBY

Gatot Nurmantyo menceritakan ada seorang yang datang dan menjelaskan bagaimana cara untuk 'menggulingkan' kepemimpinan AHY

Editor: Feryanto Hadi
Kompas.com/Roderick Adrian Mozes
JENDERAL TNI (Purn) Gatot Nurmantyo 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo sempat tergiur saat mendapat ajakan untuk bergabung dengan Partai Demokrat tandingan menggusur kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono.

Gatot berkisah, suatu hari ada pihak yang datang kepadanya dan mengajaknya untuk melengserkan AHY.

"Bapak digadang-gadang sebagai calon presiden. siapasih  yang tidak mau, partai dengan delapan pesen (perolehan suara), besar," ujar Gatot dalam wawancara aku channel Bang Arief, dikutip Wartakotalive.com, Minggu (7/3/2021).

Baca juga: Atta Halilintar Tiba-tiba Umumkan Hari Pernikahan, Perancang Baju Nikah Kelabakan, Waktunya Mepet

Baca juga: Terekam Aksi Bagi-bagi Uang seusai KLB, Massa Pro Moeldoko Kerubuti Korlap karena Belum Dapat Jatah

Gatot kemudian menceritakan ketika ada seorang yang datang dan menjelaskan bagaimana cara untuk 'menggulingkan' AHY.

"Ada yang datang kepada saya. Saya tanya gimana prosesnya, nanti bikin KLB. Yang dilakukan kita mengganti AHY dulu melallui mosi tidak percaya. Setelah AHY turun, nanti pemilihan," jelas Gatot.

Menurut Gatot, bagaimanapun SBY memiliki peran penting terhadap kariernya hingga menjadi panglima TNI.

Jadi, tidak mungkin ia menerima tawaran itu meskipun dijanjikan dengan 'kekuasaan' apabila sudah menguasai Partai Demokrat.

Baca juga: Janji Kaesang Nikahi Felicia hanya Omong Kosong, Meilia Lau Geram: Jadi Laki-laki Nggak Punya Nyali!

"Saya bilang, saya ini bisa naik bintang satu, dua tiga, kemudian jabatan pangkostrad presidennya pasti tahu. Saat itu presidennya Pak SBY. Bahkan saya saat pangkostrad saya dipanggil ke istana, beliau bilang, kamu akan menjadi kepala staff angkatan darat. Beliau hanya pesan, laksanakan tugas dengan profesional, cintai prajurit dan keluargamu dengan segenap hati dan pikiran."

Baca juga: Partainya Dikudeta, SBY Bakal Pimpin Demo ke Istana, ProDem Siap Kerahkan Anggota Lawan Penindasan

Baca juga: Mahfud MD sebut Pemerintah Tak Bisa Larang KLB Demokrat, Singgung Sikap Diam SBY saat PKB Pecah

"Apakah iya saya dibesarkan oleh dua presiden, Pak SBY dan Pak Jokowi, terus saya membalasnya dengan mencongkel anaknya. Lalu nilai-nilai atau value apa yang akan saya berikan kepada anak saya?"

"Ini jadi semacam cerita sejarah juga. Waktu itu di Amerika tahun 1940an, ada mafia, dia kaya sekali. Anaknya cuma satu. Terus dia merenung, nilai-nilai apa yang saya berikan kepada anak saya, dicap sebagai anak mafia. Dia sadar kemudian berubah. Dia akhirnya ditembak mati."

Saat merenungi itu, Gatot pun menolak ikut terlibat dalam aksi pengambilalihan Partai Demokrat.

"Saya terimakasih, tapi moral etika saya tidak bisa menerima dengan cara seperti itu," tandasnya.

Baca juga: Sempat Dirayu untuk Ikut Gulingkan AHY, Jenderal Gatot: Moral Etika Saya Tidak Bisa Menerima Itu

Skenario 'membunuh' Partai Demokrat

Sementara itu, peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani turut prihatin dengan tindakan pengambilan kepengurusan Partai Demokrat yang dilakukan dengan Kongres Luar Biasa (KLB) hingga pengangkatan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat.

Saiful Mujani menilai, kini 'hidup dan mati' partai Demokrat ada di tangan Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM.

"Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua partai Demokrat lewat KLB maka selanjutnya tergantung negara, lewat menkumham dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak," tulisnya di akun Twitter, dikutip pada Sabtu (6/3/2021).

Dalam beberapa kasus pengambilalihan parpol sebelumnya, Yasonna memenangkan pihak yang menggelar KLB atau yang dituding 'mengambilalih paksa' sebuah parpol.

Baca juga: Mahfud MD sebut Pemerintah Tak Bisa Larang KLB Demokrat, Singgung Sikap Diam SBY saat PKB Pecah

Terakhir terjadi pada kasus Partai Berkarya dimana Tommy Soeharto hampir saja disingkirkan setelah kubu KLB disahkan oleh Kemkumham.

Beruntung, saat menggugat ke pengadilan, partai Berkarya yang dirintis Tommy berhasil kembali.

Apabila nantinya Yasonna mengakui kepengurusan Demokrat versi Moeldoko, Saiful Mujani menyebut, bahwa itu pertanda Partai Demokrat akan benar-benar mati.

"Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD Ahy, lonceng kematian PD makin kencang," jelasnya.

Saiful Mujani menyebut, seandainya Yasonna mensahkan kepengurusan Demokrat versi Moeldoko dan kubu AHY mempermasalahkannya ke pengadilan, itu juga bukan perkara mudah.

Sebab, ia menilai akan ada proses panjang meskipun kubu AHY memiliki legalitas sekalipun.

Baca juga: Jangan Sampai Konflik Demokrat seperti Peristiwa Kudatuli, Sejarah Kudeta Parpol Paling Berdarah

"PD Ahy selanjutnya akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?" jelasnya.

Saiful Mujani membayangkan seandainya Partai Demokrat benar-benar dikuasi oleh Moeldoko dan kelompoknya, maka Demokrat tidak akan lagi sebesar ketika dipimpin oleh SBY.

"Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? seperti mantan jendral-jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dr Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai," tandasnya

Baca juga: Saiful Mujani: Ini Ironi Luar Biasa, Kejadian Pertama Sebuah Partai Dibajak Orang Luar Partai

Baca juga: Partainya Dikudeta, SBY Bakal Pimpin Demo ke Istana, ProDem Siap Kerahkan Anggota Lawan Penindasan

"Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu," terangnya.

Ia pun menduga, skenario terakhir dari apa yang dilakukan Moeldoko tersebut adalah untuk membunuh partai Demokrat.

"Hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi," ungkapnya.

Tanggapan Mahfud MD

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD akhirnya memberikan pernyataan terkait Kongres Luar Biasa yang digelar kubu Johnny Allen di Deli Serdang, Sumatera Utara hingga penetapan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Mahfud menyebut, pemerintah tidak bisa melarang terselenggaranya kegiatan tersebut.

"Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bs melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deliserdang," jelas Mahfud MD di akun Twitternya, Sabtu (11/3/2021)

Mahfud MD kemudian memberikan contoh kejadian serupa, dimana saat itu terjadi KLB hingga membuat Partai Kebangkitan Bangsa terpecah.

Baca juga: Terpilih Jadi Ketum Demokrat Versi KLB, Moeldoko Disarankan Yunarto Wijaya Mundur dari KSP

"Sama dengan yang menjadi menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pada saat Matori Abdul Jalil (2020) mengambil PKB dari Gus Dur yang kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003)," ungkapnya.

Mahfud juga singgung sikap diam SBY ketika menjadi presiden dan terjadi perebutan partai antara Abdurrahman Wahid atau Gusdur dengan Muhaimin Iskandar.

"Saat itu Bu Mega tak melarang atau pun mendorong karena secara hukum hal itu masalah internal PKB. Sama juga dengan sikap Pemerintahan Pak SBY ketika (2008) tidak melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol."

Mahfud menilai, saat ini pemerintah memandang konflik Partai Demokrat sebagai persoalan internal partai dan tidak akan ikut campur.

"Bagi Pemerintah sekarang ini peristiwa Deli Serdang merupakan masalah internal PD. Bukan (minimal belum) menjadi masalah hukum. Sebab belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kepada Pemerintah dari Partai Demokrat. Pemerintah sekarang hanya menangani sudut keamanan, bukan legalitas partai," jelasnya

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved