Kriminalitas

Sidang Putusan Ditunda, Majelis Hakim Diharap Jatuhkan Vonis Maksimal Kepada Rina Yuliana

Sidang Putusan Ditunda, Majelis Hakim Diharap Jatuhkan Vonis Maksimal Kepada Rina Yuliana. Berikut Alasannya

Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
Sidang kasus pemalsuan sekaligus konspirasi dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah sakit Bogor dengan terdakwa Fikri Salim (FS) dan Rina Yuliana (RY) di Pengadilan Negeri Bogor pada Rabu (10/2/2021). 

WARTAKOTALIVE.COM, BOGOR - Sidang putusan terdakwa Rina Yuliana dalam kasus pemalsuan surat perizinan Rumah Sakit (RS) Graha Medika Bogor ditunda.

Sedianya, Majelis Hakim yang diketuai Arya Putra Negara akan membacakan putusan pada hari ini, Rabu (17/2/2021).

"Kami sudah bermusyawarah dan tinggal membacakan putusan, namun karena salah satu anggota majelis hakim berhalangan karena sakit putusan kami bacakan pada tanggal 24 Februari jam 09.30 WIB, dengan demikian sidang kami tunda," ujar Ketua Majelis Hakim Arya Putra Negara pada Rabu (17/2/2021)

Sidang dihadiri salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heriyadi dan Yose selaku pengacara terdakwa.

Sementara terdakwa Rina Yuliana hadir melalui virtual.

Selepas sidang, JPU Heriyadi tetap bersikukuh agar majelis hakim menjatuhkan hukumam maksimal seperti yang dituntutnya.

"Kami menuntut delapan tahun, kami berharap hakim menjatuhkan hukuman seperti yang kami tuntut," ujar Jaksa Heriyadi.

Sementara itu, Yose, penasehat hukum Rina Yuliana mengatakan, pihaknya berharap majelis hakim mengabulkan nota pembelaan kliennya dan memberikan hukuman seringan-ringannya.

Sebagaiman diketahui, JPU menuntut pidana delapan tahun penjara terhadap terdakwa Rina Yuliana. Tuntutan itu dibacakan JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bogor, pada Selasa (26/2/2021).

Baca juga: Jadi Korban Mafia Tanah, Ibu Rumah Tangga Gugat Menteri ATR ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Dalam dakwaan ke satu, Rina Yuliana dinilai melanggar Pasal 263 Ayat (2) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP. Dan dakwaan kedua melanggar Pasal 374 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP.

Selain Rina Yuliana, dalam kasus ini juga menyeret terdakwa Fikri Salim dalam berkas penuntutan terpisah yang dituntut delapan tahun penjara oleh JPU.

Dalam pengurusan perizinan rumah sakit tersebut, Fikri Salim bekerjasama Rina Yuliana dan Selamet Isnanto.

Baca juga: Borong Sepeda Kuning Lipat, Bamsoet Acungi Jempol Henry Indraguna

Fikri Salim disebut telah membuat kuitansi-kuitansi serta bon-bon bukti pembayaran yang palsu guna mencairkan uang dengan cara menyuruh saksi Junaedi menuliskan nominal uang dan juga tanda tangan penerima uang yang dimuat dalam kuitansi.

JPU menyampaikan atas keterangan di muka persidangan bahwa Dr. Lucky Azizah selaku komisaris PT. Jakarta Medika mengalami kerugian sebesar Rp1,14 miliar terkait pengurusan perizinan rumah sakit tersebut. Rumah sakit juga belum beroperasi lantaran belum mengantongi izin operasional.

Nota Pembelaan

Sebelumnya, JPU menolak terhadap nota pembelaan atau pledoi Fikri Salim yang diajukan penasehat hukum terdakwa.

Dalam perkara ini, Fikri Salim dituntut delapan tahun penjara oleh JPU.

Di persidangan, penasehat hukum menyampaikan kesimpulan duplik yang intinya tetap bertahan pada pledoi yang telah dibacakan dalam sidang sebelumnya.

"Kami penasehat hukum terdakwa menyatakan menolak semua dakwaan dan tuntunan JPU dalam perkara a quo. Dan secara tegas menyatakan tetap bertahan pada nota pembelaan yang telah kami bacakan pada persidangan sebelumnya," katanya pada Senin (15/2/2021).

Untuk itu, lanjut penasehat hukum, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, pihaknya memohon kepada majelis hakim untuk memutuskan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan JPU.

Baca juga: Anies Berjibaku Cegah Penyebaran Covid-19, Sejumlah Tempat Hiburan di Melawai Tabrak Aturan

Selain itu, pihaknya juga memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dalam keadaan seperti semula.

"Membebankan biaya perkara kepada negara," sampainya.

Dalam kesempatan ini, Fikri Salim yang mengikuti sidang di Lapas Gunung Sindur menambahkan tanggapan atas replik dari JPU.

Melalui video conference, Fikri mengatakan, bahwa dirinya telah mengeluarkan uang lebih dari Rp 800 juta untuk perizinan dan saat mulai pembangunan rumah sakit tersebut sebelum keluarnya dana Rp 1 miliar pada pertengahan Maret 2017.

Baca juga: Sosok Risma Muncul dalam Pilkada DKI, Survei Median : Responden Minta Anies Kembali Pimpin Ibu Kota

Ia juga mengungkapkan semua yang dilakukannya atau dibangun sesuai dengan keinginan Dr Lucky Azizah.

Adapun soal izin operasional tak mungkin dapat diurusnya sendiri, sehingga meminta bantuan Slamet Isnanto dan Rina Yuliana.

"Saya minta yang mulia untuk memutuskan yang adil dan seadil-adilnya. Saya memang bersalah bukan kerena tuntunan jaksa, saya mengaku bersalah kerena sudah menghianati Dr Lucky menghilangkan kepercayaan beliau," ucap Fikri.

Baca juga: Selisih Tipis, Survei Median Prediksi Elektabilitas Anies Unggul Dibanding Risma dalam Pilkada DKI

Pada sidang sebelumnya, JPU menolak keseluruhan pledoi yang diajukan PH terdakwa dan memohon agar Majelis Hakim dapat memutuskan perkara ini seadil-adilnya dan menjatuhkan hukuman sesuai perbuatan yang dilakukan terdakwa.

"Kami menolak seluruh nota pembelaan yang diajukan penasehat hukum Fikri Salim," katanya.

JPU menyakini bahwa Fikri Salim tidak hanya melakukan satu perbuatan pidana dalam perkara tersebut.

JPU juga berpendapat keterangan saksi yang dihadirkan pihaknya dalam pledoi Fikri Salim tidak secara keseluruhan hanya sebagian potongan yang dituangkan penasehat hukum terdakwa.

Baca juga: Nama-nama yang Disebut jadi Calon Gubernur DKI, Mulai dari Anies, Risma, AHY, Raffi, hingga Agnez Mo

"Kami berpendapat bahwa fakta persidangan bukanlah potongan-potongan keterangan saksi melainkan keseluruhan keterangan saksi.

Dengan demikian potongan keterangan saksi yang dituangkan penasehat hukum Fikir Salim tidak memiliki nilai pembuktian apapun," sambungnya.

Masih kata JPU, bahwa keterangan saksi yang telah dituangkan pada penuntutan telah mencakup keseluruhan atas keterangan saksi dan dapat mendukung pembuktian perkara.

Mengenai keterangan terdakwa, JPU juga berpendapat sama tidak dimuat keseluruhan dalam pledoi.

Untuk itu, Jaksa menilai materi keterangan terdakwa bertentangan dengan keterangan saksi-saksi dan barang bukti yang disajikan tidak memiliki nilai pembuktian.

Sehingga pihaknya menjadikan hal tersebut sebagai salahsatu pertimbangan yang memberatkan pada tuntutan terhadap terdakwa.

Intinya, JPU tetap pada pendirian seperti tertuang pada surat penuntutan yakni hukuman masing-masing delapan tahun penjara.

"Kami menyampaikan dengan tegas untuk tetap pada tuntunan yang telah dibacakan pada hari Selasa 26 Januari 2021," jelasnya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved