Prostiuti Online

Prostitusi Ala Anak Kos di Depok, Pelanggan Datang via Aplikasi, Tarif Murah, Tamu Banyak Remaja

Bisnis prostitusi ala anak kos terbongkar di Kota Depok, Jawa Barat. Faktor tarif murah meriah menjadi alasan para pelaku melakukan modusnya.

Tribunnews.com
ilustrasi prostitusi. Di Depok prostitusi ala anak kos dibongkar. Pelaku sewa tempat kos sekaligus untuk praktik prostitusi, pelanggan diperoleh via aplikasi 

WARTAKOTALIVE.COM, DEPOK -- Bisnis prostitusi ala anak kos terbongkar di Kota Depok, Jawa Barat.

Faktor tarif murah meriah menjadi alasan para pelaku melakukan modusnya.

Dan ternyata pelanggannya banyak yang masih remaja, meski tak sedikit pekerja kantoran.

Baca juga: Nekat Beroperasi Hingga Tawarkan Layanan Prostitusi Selama Pandemi, Metropolis Disegel Petugas

Baca juga: Menyamar jadi Pelanggan,Satpol PP Kota Tangsel Bongkar Jaringan Prostitusi Online Bermarkas di Kosan

Adalah Leida, bukan nama sebenarnya, bersama dua temannnya patungan menyewa kontrakan dua kamar di bilangan Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo.

Di sanalah mereka melayani tamunya. Tepatnya di salah satu kamar berukuran 4x4 meter.

Setahun menjalani bisnis prostitusi ini, gadis 18 tahun ini bercerita harus berbagi kamar dengan teman-temannya jika ada pelanggan datang.

Dalam obrolan dengan TribunJakarta.com pada Senin (16/2/2021) malam, tepat satu jam setelah melayani tamu Leida harus bergegas keluar kamar.

Baca juga: KPAI Banyak Temukan Pengaduan Anak Putus Sekolah Selama Covid-19 dan Menikah Muda

Apalagi jika sudah terdengar ketukan. Itu artinya satu dari dua temannya yang menunggu di luar sudah mendapatkan tamu dan akan menggunakan kamar yang sama.

"Buruan, pelanggan gue sudah datang nih. Jangan lama-lama," begitu ucapan yang selalu terdengar di antara mereka.

Keluar dari sana sudah menerima uang, Leida menawarkan pelanggannya untuk sekedar rehat untuk mengajaknya basa-basi, menyoal apa saja.

Kontrakan tempat Leida dan dua temannya yang menjalani bisnis serupa nyempil, terhimpit tembok tetangga kanan kirinya.

Baca juga: Nindy Ayunda Akui Aksara Parasady Tidak Ingin Bercerai dan Berjanji Perbaiki Pernikahan

Leida bukan warga Depok asli. Gadis berambut sebahu, berkulit cokelat, berwajah tirus, setinggi kurang lebih 165 sentimeter ini perantau dari Riau.

Saban kali selesai melayani satu tamunya, Leida harus mandi untuk menjemput tamu lain yang memakai jasanya.

"Baru setahun, diajak teman sih awalnya," cerita Leida.

ILUSTRASI Prostitusi online
ILUSTRASI Prostitusi online (Istimewa)

Ia dan teman-temannya biasa menjaring pelanggan melalui aplikasi MiChat.

Baca juga: VIDEO HUT ke- 28 Kota Tangerang Launching Program Sekolah Penggerak

Senyumnya mengembang, jika melihat pesan masuk di ponselnya. Artinya, dia dapat pelanggan baru.

Seperti sudah jadi ritual, ia bergegas ia berbenah merapikan penampilan.

Acapkali ada tamu baru, ia selalu memakai wangi-wangian di tubuhnya yang tinggi semampai.

Ia sudah membayangkan akan mendapat bayaran Rp 300 ribu untuk sekali kencan, setelah proses tawar menawar dengan pria itu deal.

Baca juga: VIDEO Ruang Perawatan Infeksi Covid-19 di RSU Kota Tangsel Penuh

Kamar bercinta yang dipakai melayani tamu menyediakan dua kasur lipat, bantal dan guling.

Sejumlah alat rias, beberapa bungkus makanan dan remah-remahnya, berserakan di sudut lantai.

Sebuah kipas angin berukuran kecil, tak mampu menghilangkan hawa panas dari dalam ruangan tersebut.

Leida, seperti teman-temannya yang lain, punya sejumlah peraturan yang wajib ditaati pelanggan.

"Satu kali main ya, maksimal satu jam lah," kata Leida.

Sementara Leida menservis pelanggannya, dua wanita temannya menunggu di lorong.

Mereka juga menunggu pesan masuk dari tamu yang ingin mendapat layanan mereka.

Baca juga: ELSA Dalam Masalah Besar, Ini Sinopsis Ikatan Cinta Hari Ini 17 Februari 2021

Kebanyakan Remaja

Selama ini terjun di bisnis prostitusi, mayoritas pelanggan Leida dari kalangan remaja, hingga pekerja kantoran.

Beda orang beda kemauan. Pernah satu kali Leida melayani pelanggan yang memperlakukannya kasar dan banyak maunya. "Banyak minta ganti gaya,” keluh Leida.

Gadis 18 tahun ini mengaku, keretakan rumah tangga orang tuanya di Riau sedikit banyak membuatnya memilih profesi sebagai pekerja seks komersial.

"Orang tua sudah pisah, terus aku ngerantau. Kenalan sana-sini, ya sudah jadi tinggal di sini deh," kenang Leida.

Mudahnya mendapat rupiah, membuat Leida anteng melayani para pria hidung belang yang mencari kepuasan dari orang sepertinya.

Baca juga: VIDEO Anak Punk Masih Remaja Nekat Merampok dan Tusuk Korban demi Membeli Tramadol

"Lumayan kan, sehari bisa (melayani) empat sampai lima lah. Dikalikan saja tuh uangnya," ucap Leida.

Ia tak lagi memikirkan bangku pendidikan. Leida hanya tamatan sekolah menengah atas ini hanya berpikir, bagaimana bertahan hidup seorang diri tanpa kasih sayang keluarga.

"Tadinya sudah ngelamar kerja. Tapi gak pernah dipanggil. Lagian juga gajinya gak seberapa kan namanya juga lulusan SMA," kata dia.

Pelanggan berlalu, Leida kembali melirik ponselnya. Kini, ia siap kembali menebar umpan untuk calon pelanggan berikutnya.

Tak butuh waktu lama, Leida mendapat pelanggan baru. Ia langsung mengambil handuk dan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih sebelum memberi servis.

Baca juga: Isyana Sarasvati Menangis Saat Peserta The Voice Kids Indonesia Mirip Arya Saloka Memilih Tim Isyana

Profesi Sampingan

Pengamat Sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan tidak ada hal baru yang mendorong seseorang terjun dalam dunia prostitusi.

“Dulu memang ekonomi lebih dominan ya. Nah, berdasarkan penelitian di Eropa 10 tahun lalu, di zaman digital ini siapapun bisa menjadi pelaku prostitusi,” tutur Devie kepada TribunJakarta.com.

Bedanya, kata Devie, dulu pekerja seks komersial full time menjalani profesinya. Saat ini di Eropa, menjadi pekerja seks hanya sampingan.

“Nah, orang itu bisa mandiri artinya ketika mereka ada kebutuhan uang mereka bisa mencari kebutuhan tambahan, jadi part time,” ungkap dia.

Baca juga: Tambah Jam Operasional Peralatan Jadi Alasan Ariza Jakarta Tak Diterpa Banjir Hebat

Menurut Devie, fenomena ini bisa terjadi juga terjadi Indonesia. Apalagi, bisnis prostitusi saat ini peluangnya semakin mudah dengan adanya teknologi.

“Di Eropa dan di sini sama ya. Media sosialnya sama, internetnya sama. Jadi tidak menutup kemungkinan (bisnis prostitusi bertahan, red),” terang dia.

Tak hanya prostitusi, perdagangan narkotika menjadikan teknologi sebagai pasarnya. Orang dengan mudah terhubung dengan pasar ini lewat teknologi tanpa diketahui identitasnya.

“Anonimitas. Teknologi memberikan fasilitas untuk mengaburkan identitas. Sehingga, pelaku prostitusi terbebas dari stigma negatif di masyarakat," kata Devie.

Masa lalu, dunia prostitusi menjadi momok masyarakat karena proses transaksikan offline. Masyarakat mudah mengenali pelakunya.

Baca juga: Darius Sinathrya Kehilangan Sosok Ibu Anak-anak dan Istri saat Donna Agnesia Positif Covid-19

Akses internet telah memotong jalur ‘perdagangan’ orang langsung dari pelaku sendiri, ke target konsumen, tanpa perantara.

Kini, siapapun dapat memilih mempraktikkan bisnis bawah tanah ini secara mandiri, tanpa bantuan perantara.

Hal ini yang dalam konteks orang-orang Eropa, mendorong munculnya pelaku menjadikan prostitusi sebagai kerja sampingan atau paruh waktu.

"Mereka tidak menjadikan prostitusi sebagai profesi utama, tetapi, hanya sekedar tambahan pendapatan, bila dibutuhkan,” ucap Devie.

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Prostitusi Ala Kosan di Depok, Pintu Digedor Teman Sekamar: Buruan, Pelanggan Gue Datang, Penulis: Dwi Putra Kesuma

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved