Virus Corona

KPAI Banyak Temukan Pengaduan Anak Putus Sekolah Selama Covid-19 dan Menikah Muda

Hasil pantauan KPAI adanya pandemi Covid-19 akan meningkatkan putus sekolah dan pernikahan muda.

Istimewa
Ilustrasi -- Selama pandemi KPAI mendapat laporan banyak yang putus sekolah dan menikah muda Sejumlah siswa tengah belajar di Gazebo Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu pada Rabu (11/11/2020). Dengan Adanya jakWifi mereka kini lebih leluasa menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi covid-19 

Kedua, Potensi meningkatnya angka putus sekolah karena  siswa menikah atau bekerja

Pandemi covid-19 dan kebijakan penutupan sekolah dan pemberlakuan belajar dari rumah (BDR) atau Pembelajaran Jarak jauh (PJJ)  menjadi salah satu pemicu peserta didik berhenti sekolah karena pernikahan dini atau siswa memilih bekerja membantu ekonomi keluarga karena orangtua kehilangan pekerjaan. Ketika anak menikah atau bekerja, maka secara otomatis berhenti sekolah. 

Saat KPAI melakukan pengawasan penyiapan buka sekolah di masa pandemi pada 8 provinsi (seluruh provinsi di Pulau Jawa ditambah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bengkulu), ternyata beberapa Kepala Sekolah menyampaikan bahwa ada peserta didiknya yang putus sekolah.

Alasan putus sekolah misalnya tidak memiliki alat daring, kalaupun punya tidak mampu membeli kuota internet,  sehingga anak-anak tersebut selama berbulan-bulan tidak mengikuti PJJ, dan akhirnya ada yang memutuskan bekerja dan menikah.

“Dari temuan KPAI, ada 119 peserta didik yang menikah, laki-laki maupun perempuan, yang usianya beriksar 15-18 tahun”, ujar Retno.

Pihak sekolah mengetahui siswanya menikah atau bekerja dari kunjungan ke rumah orangtua peserta didik, berawal dari tidak munculnya anak-anak tersebut saat PJJ berlangsung dan tidak pernah lagi mengumpulkan tugas.

Saat didatangi walikelas dan guru Bimbingan Konseling, sekolah baru mengetahui bahwa siswa yang bersangkutan mau menikah, atau sudah menikah, atau sudah bekerja. 

“Ada kisah inspiratif di Kabupaten Bima dan  Lombok Barat (NTB) dimana pihak sekolah berhasil membujuk siswa dan orangtua untuk melanjutkan pendidikan yang tinggal beberapa bulan lagi ujian kelulusan. Usaha para guru tersebut patut di apresiasi,” kata Retno. 

Baca juga: Polisi Profiling Pemilik Website Wedding Organizer Aisha Wedding yang Promosikan Pernikahan Anak

Dari data diperoleh jenis pekerjaan para siswa umumnya pekerjaan informal seperti tukang parkir, kerja dicucian motor, bekerja di bengkel motor, di percetakan, berjualan bensin di rumah, asisten rumah tangga (ART) dan ada juga yang membantu usaha orangtuanya karena sudah tidak mampu lagi membayar karyawan. 

“Bahkan, pada salah satu SMK swasta di Jakarta yang mayoritas siswanya memang dari keluarga tidak mampu, rata-rata per kelas ada 4 siswa bekerja,” ungkap Retno. 

Namun, mereka diberikan kesempatan untuk menyusulkan tugas-tugasnya, kalau soal bayaran sekolah (SPP) tidak ada masalah, karena di DKI Jakarta mereka mendapatkan KJP  Plus (Kartu Jakarta Pintar Plus) untuk pembiayaan pendidikannya, kalau daerah lain belum tentu terbiaya pemerintah daerah, terutama untuk jenjang SMA/SMK. 

Selain itu, aktivitas belajar di rumah tanpa pengawasan orangtua akan berpotensi mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar.

Ini terjadi bila pengawasan orangtua terhadap anaknya sangat lemah.

Tidak dapat dihindari terjadinya pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan menyebabkan angka dispensasi meningkat di masa pandemi ini.

Ketiga, PJJ Berpotensi Membuat Peserta Didik Tidak Naik Kelas Karena Sejumlah Alasan

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved