Berita Nasional
Kritik Sri Mulyani Pungut Pajak Pulsa hingga Token Listrik, Rizal Ramli: Akbat Ngutang Ugal-ugalan
Rizal Ramli bahkan mengatakan Sri Mulyani membuat kebijakan pemungutan pajak pulsa ini berdasarkan saran dari orang tak kompeten.
"Dengan demikian dapat dipastikan bahwa ketentuan ini tidak mempengaruhi harga pulsa/kartu perdana, token listrik, atau voucer," ujar dia seperti dilansir dari keterangan tertulisnya, Jumat (29/1/2021).
Hestu menjelaskan, dalam aturan yang terangkum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 tersebut, pemungutan PPN pulsa dan kartu perdana hanya sampai distributor tingkat II (server).
"Sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi," jelas dia.
Selain itu, distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat lagi Faktur Pajak secara elektronik (eFaktur). Untuk token listrik, PPN dikenakan hanya atas jasa penjualan/pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token, dan bukan atas nilai token listriknya.
Hestu mengatakan, untuk voucer, PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucher, bukan atas nilai voucer itu sendiri.
"Hal ini dikarenakan voucher diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN," ujar dia.
Di sisi lain, pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa/kartu perdana oleh distributor, dan PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran/penjualan token listrik dan voucer, merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat final.
Atas pajak yang telah dipotong tersebut nantinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucher dalam SPT Tahunannya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sri Mulyani: Tidak Ada Pungutan Pajak Baru untuk Pulsa, Token Listrik, dan Voucer!