Berita Nasional

Kritik Sri Mulyani Pungut Pajak Pulsa hingga Token Listrik, Rizal Ramli: Akbat Ngutang Ugal-ugalan

Rizal Ramli  bahkan mengatakan Sri Mulyani membuat kebijakan pemungutan pajak pulsa ini berdasarkan saran dari orang tak kompeten.

Editor: Feryanto Hadi
kolase Warta Kota
Sri Mulyani dan Rizal Ramli 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Ekonom Senior Rizal Ramli mengkritik pemerintah terkait kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, token listrik, kartu perdana, dan voucer.

Rizal menyebut, pengenaan pajak ini cara tak kreatif mengatasi utang Indonesia.

Pemerintah Indonesia pada akhir 2020 memiliki utang sebesar Rp6074,56 triliun. APBN juga menyebut, beban bunga utang mencapai Rp3737,26 untuk tahun 2021 ini.

Pemerintah pun menargetkan akan berutang lagi sebesar Rp1.654,92 triliun.

Baca juga: Sri Mulyani Pungut Pajak Pulsa, Kartu Perdana hinga Token Listrik Mulai 1 Februari,Harga Bakal Naik?

"Ngutang ugal-ugalan dengan bunga kemahalan, neraca primer negatif selama 6 tahun, pajakin rakyat kecil yang pakai token listrik dan pulsa," kata Rizal Ramli di akun Twitternya, dilihat Wartakotalive.com Sabtu (30/1/2021),

Rizal terutama mengkritik Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menerbitkan aturan pajak pulsa.

Rizal Ramli  bahkan mengatakan Sri Mulyani membuat kebijakan ini berdasarkan saran dari orang tak kompeten.

"Mbok kreatif dikit kek. Udah ndak ngerti, dengerin medioker," kata Rizal Ramli.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengesahkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6 /PMK.03/2021 yang mengatur pajak pulsa. Langkah ini diklaim akan menjamin kepastian hukum.

Baca juga: Setelah Mediasi, Kisruh Berujung Bentrok di Apartemen City Park Cengkareng Mulai Temukan Titik Temu

"Kegiatan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token dan voucer perlu mendapat kepastian hukum," demikian yang tertulis di PMK.

PMK tersebut ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan diundangkan pada 22 Januari 2021.

Pemerintah juga menyebut, aturan baru ini bisa menyederhanakan administrasi dan mekanisme pemungutan PPN penjualan pulsa, baik dalam bentuk voucer fisik maupun elektronik.

Baca juga: Muncul Usulan Lockdown Pulau Jawa, Ketua Satgas Covid-19 IDI Prof Zubairi Djoerban: Terapkan Saja

Pajak pulsa dan kartu perdana ini akan ditagihkan pada pengusaha penyedia jasa telekomunikasi dan distributornya. Namun, pengusaha dan distributor dapat menaruh beban pajak pada konsumen.

Penyerahan barang kena pajak (BKP) berupa token listrik oleh PLN juga akan dikenai PPN.

Pemungut PPh melakukan pemungutan sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada distribusi tingkat selanjutnya atau harga jual atas penjualan kepada pelanggan secara langsung.

Baca juga: Polisi Bakal Periksa Abu Janda Senin Pekan Depan terkait Cuitan Islam Agama Arogan

Apabila wajib pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka besarnya tarif pemungutan PPh pasal 22 lebih tinggi 100 persen dari tarif 0,5 persen.

Tak pengaruhi harga

Menkeu Sri Mulyani menegaskan tak ada pengaruh atas pajak yang dikenakan untuk token listrik, pejualan puls dan kartu perdana.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru saja mengeluarkan aturan baru terkait pengenaan dan penghitungan pajak penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.

Bendahara Negara itu pun menegaskan aturan tersebut diberikan untuk memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) dan Pajak Penghasilan ( PPh).

Pengenaan Pajak berupa PPN dan PPh atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, serta voucher sebelumnya sudah berlaku. Sehingga tidak ada jenis dan objek pajak baru.

Baca juga: Sri Mulyani Pungut Pajak Pulsa, Kartu Perdana hinga Token Listrik Mulai 1 Februari,Harga Bakal Naik?

"Ketentuan tersebut TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HARGA PULSA /KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCER," tegas Sri Mulyani seperti dikutip dari akun instagramnya, @smindrawati, Sabtu (30/1/2021).

Menurut Menkeu, selama ini PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan. 

"Jadi tidak tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa token listrik dan voucer," tegasnya.

ILUSTRASI Pengisian token listrik PLN
ILUSTRASI Pengisian token listrik PLN (Istimewa)

Untuk diketahui, keputusan tersebut tertuang dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021.

Pada Pasal 4 beleid tersebut dijelaskan, PPN dikenakan atas penyerahan barang kena pajak (BKP) oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi kepada penyelenggara distribusi tingkat pertama dan atau pelanggan telekomunikasi.

Selain itu, oleh penyelenggara distribusi tingkat pertama kepada penyelenggara distribusi tingkat kedua dan atau pelanggan telekomunikasi.

Terakhir, oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada pelanggan telekomunikasi melalui penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi secara langsung, dan penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya.

Baca juga: Buruan Klaim Token Listrik Gratis dan Diskon 50 Persen dengan 3 Cara Ini

Terkait dengan PPh, pada Pasal 18 dijelaskan penghitungan dan pemungutan PPh dilakukan atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua.

Beleid tersebut menjelaskan, penyelenggara distribusi tingkat kedua merupakan pemungut PPh Pasal 22 maka akan dipungut PPh Pasal 22.

Pemungut PPh melakukan pemungutan pajak sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua dan tingkat selanjutnya.

Pungutan tersebut diambil dari harga jual atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.

Bila wajib pajak (WP) yang dipungut PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besaran tarif yang dipungut lebih tinggi 100 persen dari tarif yang diberlakukan, yaitu 0,5 persen.

Namun, pemungutan PPh Pasal 22 tidak berlaku atas pembayaran oleh penyelenggara distribusi tingkat satu dan selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi yang jumlahnya paling banyak Rp 2 juta tidak terkena PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp 2 juta.

Selain itu, pemungutan PPh 22 juga tidak berlaku kepada penyelenggara distribusi atau pelanggan yang merupakan wajib pajak bank, atau telah memiliki dan menyerahkan fotokopi surat keterangan PPh berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Tidak langsung dipungut

Penjelasan Direktorat Jenderal Pajak Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menjelaskan, dalam PMK tersebut, pemungutan PPN pulsa dan kartu perdana hanya sampai distributor tingkat II (server).

"Sehingga, untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi," jelas dia.

Selain itu, distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat lagi Faktur Pajak secara elektronik (eFaktur).

Untuk token listrik, PPN dikenakan hanya atas jasa penjualan/pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token, dan bukan atas nilai token listriknya.

Baca juga: Hore, PLN Kembali Beri Token Listrik Gratis dan Diskon Mulai 7 Januari, Akses Lewat Pln.co.id

Hestu mengatakan, untuk voucer, PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucer, bukan atas nilai voucer itu sendiri.

"Hal ini dikarenakan voucer diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN," ujar dia.

Di sisi lain, pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa/kartu perdana oleh distributor, dan PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran/penjualan token listrik dan voucer, merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat final.

Atas pajak yang telah dipotong tersebut nantinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucer dalam SPT Tahunannya.

Ia pun menegaskan, sebenarnya pajak untuk kegiatan-kegiatan tersebut sudah berlaku selama ini, sehingga tidak ada jenis dan objek pajak baru.

 "Dengan demikian dapat dipastikan bahwa ketentuan ini tidak mempengaruhi harga pulsa/kartu perdana, token listrik, atau voucer," ujar dia seperti dilansir dari keterangan tertulisnya, Jumat (29/1/2021).

Hestu menjelaskan, dalam aturan yang terangkum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 tersebut, pemungutan PPN pulsa dan kartu perdana hanya sampai distributor tingkat II (server).

"Sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi," jelas dia.

Selain itu, distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat lagi Faktur Pajak secara elektronik (eFaktur). Untuk token listrik, PPN dikenakan hanya atas jasa penjualan/pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token, dan bukan atas nilai token listriknya.

Hestu mengatakan, untuk voucer, PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucer berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucher, bukan atas nilai voucer itu sendiri.

"Hal ini dikarenakan voucher diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN," ujar dia.

Di sisi lain, pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa/kartu perdana oleh distributor, dan PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran/penjualan token listrik dan voucer, merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat final.

Atas pajak yang telah dipotong tersebut nantinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucher dalam SPT Tahunannya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sri Mulyani: Tidak Ada Pungutan Pajak Baru untuk Pulsa, Token Listrik, dan Voucer!

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved