Berita Nasional

Megawati Bicara Banjir Kalsel, Rachland Demokrat: Bagaimana dengan Keppres yang Madam Tandatangani?

Keppres yang diungkit Rachland Nashidik tersebut diketahui dikeluarkan di masa kepemimpinan Megawati Soekarno Putri ketika menjadi presiden.

Editor: Feryanto Hadi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Rachland Nashidiq mengkritik ucapan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri yang menyinggung soal abainya masyarakat untuk menjaga lingkungan hidup sehingga terjadi bencana 

Sedangkan untuk mengurangi areal tidak berhutan di kawasan DAS Barito Kalsel, KLHK bersama para pihak melakukan rehabilitasi revegetasi atau penanaman pohon khususnya pada areal lahan kritis. Rehabilitasi DAS di Kalsel termasuk sangat massif dilakukan dalam lima tahun terakhir

Baca juga: MERINDING, Warga Ceritakan Detik-detik Banjir Bandang Terjang Kawasan Gunung Mas Bogor

Upaya lain untuk pemulihan lingkungan dilakukan dengan memaksa kewajiban reklamasi atas izin-izin tambang. Tindakan tegas juga dilakukan bersama Pemda, terutama pada tambang yang tidak mengantongi izin

Pelurusan informasi seperti ini sekaligus penting untuk dapat memberi rekomendasi yang tepat bagi para pengambil kebijakan, khususnya pemerintah daerah dalam mitigasi bencana.

Diantara rekomendasi KLHK adalah dengan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air (sumur resapan, gully plug, dam penahan) terutama pada daerah yang limpasannya ekstrim.

Baca juga: Greenpeace: Lebih dari Separuh Hutan Hujan di Kalsel Berganti Jadi Tambang Batubara dan Pekebunan

Selain itu mempercepat dan memfokuskan kegiatan RHL di daerah sumber penyebab banjir, dan pembuatan bangunan-bangunan pengendali banjir. Perlu terobosan-terobosan terkait dengan konservasi tanah dan air, terkait dengan lansekap yang tidak mendukung.

Serta pengembangan kebijakan konservasi tanah dan air, dan pengembangan sistem peringatan dini. Beberapa rekomendasi ini telah dijalankan dengan baik bersama Pemda, namun masih banyak yang harus segera dikerjakan bersama.

Jokowi dikritik

Pernyataan Presiden Jokowi tentang penyebab banjir di Kalimantan Selatan karena curah hujan dan luapan sungai Barito mendapatkan kritik sejumlah pihak.

Beberapa kesaksian muncul di media sosial, bahwa daerah yang lokasinya jauh dari Sungai Barito justru mengalami banjir parah. 

Kritik lainnya berkaitan dengan presiden yang tidak menyinggung adanya alih fungsi hutan lindung di Kalimantan Selatan menjadi lahan tambang maupun kebun sawit.

Padahal, dari data yang ada, luasan hutan hujan di Kalsel telah berkurang secara signifikan karena dikuasai oleh korporasi.

Baca juga: Ferdinand Hutahaen Yakin 100 Persen Anies Baswedan Akan Tumbang Jika Maju Kembali di Pilgub DKI

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyebutkan, penyebab banjir Kalsel karena 139 ribu hektar hutan berkurang dalam kurun waktu 10 tahun.
LAPAN menganalisa penyempitan kawasan hutan telah meningkatkan risiko banjir di Kalimantan Selatan. Ini hasil kajian LAPAN.
Hasil analisis menunjukkan adanya kontribusi penyusutan hutan dalam kurun 10 tahun terakhir terhadap peningkatan risiko banjir di wilayah Kalimantan Selatan.
Data tutupan lahan menunjukkan bahwa dari tahun 2010 sampai 2020 terjadi penyusutan luas hutan primer, hutan sekunder, sawah, dan semak belukar masing-masing 13 ribu hektare (ha), 116 ribu ha, 146 ribu ha, dan 47 ribu ha di Kalimantan Selatan.
Sedangkan area perkebunan di wilayah itu menurut data perubahan tutupan lahan luasnya bertambah hingga 219 ribu ha

Diberitakan, banjir melanda hampir seluruh wilayah Kalimantan Selatan akibat tingginya intensitas hujan selama beberapa hari terakhir. Gubernur Kalimantan Selatan pun telah menaikkan status siaga darurat menjadi tanggap darurat.

Jokowi menyebut curah hujan tinggi menjadi penyebab banjir di Kalimantan Selatan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ( Walhi) Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo tentang penyebab banjir di Kalimantan Selatan.

Kisworo Dwi Cahyono menyebut, banjir di Kalimantan Selatan pada Januari 2021 merupakan banjir terbesar sejak 2006.

Baca juga: Gus Nur Jalani Sidang Perdana Dugaan Penghinaan, Ibaratkan NU Bus Umum yang Disopiri Orang Mabuk

"Melihat bencana yang selalu terulang. Bahkan setelah 2006, awal tahun 2021 ini bisa dikatakan banjir terbesar dan terluas di Kalimantan Selatan melingkupi 11 Kabupaten/Kota," kata Kisworo diberitakan Kompas.com, Selasa (19/1/2021).

Hal ini ia utarakan untuk menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa banjir di Kalsel merupakan yang terbesar dalam 50 tahun terakhir.

Tak hanya itu, Jokowi juga menyebut curah hujan yang sangat tinggi selama hampir 10 hari berturut-turut menyebabkan volume air di Sungai Barito meluap.

Baca juga: Makin Memprihatinkan, Angka Pengangguran di Kota Tangerang Tembus 97.344, Didominasi Lulusan SMK

Menanggapi hal itu, Kisworo mengaku tak sepakat.

Menurut dia banjir kali ini menandakan kondisi darurat terkait ruang dan bencana ekologis di Kalsel.

"Presiden datang ke Kalsel kalau hanya menyalahkan hujan dan sungai mending tidak usah ke Kalsel. Sudah sering saya dan Walhi Kalsel ingatkan bahwa Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis," tekan dia.

Bukan tanpa sebab, ia mencatat 50 persen dari lahan di Kalimantan Selatan telah beralih fungsi menjadi tambang batubara dan perkebunan sawit.

Rinciannya yakni tambang 33 persen dan kelapa sawit 17 persen.

Baca juga: Ferdinand Hutahaen Yakin 100 Persen Anies Baswedan Akan Tumbang Jika Maju Kembali di Pilgub DKI

Penampakan udara banjir di Kalimantan Selatan. Warga Kalsel kini membutuhkan bantuan
Penampakan udara banjir di Kalimantan Selatan. Warga Kalsel kini membutuhkan bantuan (Twitter)

Oleh karena itu, ia mengaku tidak kaget apabila bencana ekologis itu terjadi saat ini dan terparah dari tahun-tahun sebelumnya.

Kisworo mengatakan, banjir kali ini merupakan yang terparah sejak 2006. Meski demikian, kata dia, banjir kali ini sudah bisa diprediksi terkait cuaca oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Namun, ia menilai pemerintah lagi-lagi tidak siap dan masih gagap dalam penanganannya.

Dia berujar, pada akhirnya masyarakat yang kembali menanggung akibatnya. "Sudah pandemi Covid-19 dihajar banjir, sudah jatuh tertimpa tangga," ucapnya.

Baca juga: Rekening Diblokir, Anggota FPI Urunan Pakai Uang Pribadi demi Sediakan Bantuan untuk Korban Bencana

Dia juga menjelaskan apa saja kerugian yang dialami masyarakat Kalsel akibat banjir di antaranya kerugian harta benda dan terganggunya musim tanam. Seperti yang terjadi di Desa Sei Batang, Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar misalnya.

Pada musim tanam tahun ini, kata Kisworo, benih atau bibit padi ikut terganggu.

"Belum lagi daerah lain ikan tambak, ternak, dan lainnya. Pemerintah ke depan harus menyiapkan bibit gratis, agar musim tanam tidak terganggu," harap dia.

Sehingga, ia mendesak pemerintah baik pusat maupun daerah untuk segera tanggap terhadap bencana banjir besar Januari 2021.

Baca juga: Pesepakbola Eks Timnas Indonesia Pukuli Pacarnya setelah Sang Kekasih Pasang Foto Seksi di WhatsApp

Selain itu, Kisworo juga mendesak pemerintah untuk mengevaluasi secara menyeluruh izin-izin industri yang dikeluarkan.

"Review dan audit seluruh perizinan industri ekstraktif. Stop perizinan baru. Penegakan hukum terutama terhadap perusak lingkungan," ujarnya.

Kisworo juga menanggapi kehadiran Presiden Jokowi ke Kalsel yang seakan tak menghasilkan sesuatu yang signifikan.

Ia menilai, seharusnya kedatangan Jokowi mampu menjawab penanganan korban dan menjamin keselamatan rakyatnya.

Menurut dia, Jokowi seharusnya datang secara kuat guna menjamin keselamatan rakyatnya dengan cara berani memanggil pemilik perusahaan tambang, kelapa sawit dan lainnya.

Baca juga: Pasar Malam di Balaraja Digelar di Masa PKPM, Pengunjung dan Pedagang Panik saat Petugas Datang

"Salah satunya berani memanggil pemilik perusahaan-perusahaan tambang, sawit, HTI, HPH. Dan kita dialog terbuka di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil," harapnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meninjau sejumlah lokasi yang terdampak banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel), Senin (18/1/2021).

Ia mengatakan, banjir kali ini merupakan yang terbesar dalam puluhan tahun terakhir.

"Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan," kata Jokowi, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin.

Jokowi menyebut, curah hujan yang sangat tinggi selama hampir 10 hari berturut-turut menyebabkan volume air di Sungai Barito meluap.

Presiden Joko Widodo yang berada di dalam mobil kepresidenan melintasi banjir di Desa Pekauman Ulu, Kabupaten banjar, Kalimantan Selatan, Senin (18/1/2021).
Presiden Joko Widodo yang berada di dalam mobil kepresidenan melintasi banjir di Desa Pekauman Ulu, Kabupaten banjar, Kalimantan Selatan, Senin (18/1/2021). (Antara/Bayu Pratama S)

Baca juga: Ibunda Irjen Fadil Imran Meninggal Dunia, Begini Sosok Pensiunan PNS Itu di Mata Kerabat

Biasanya, sungai tersebut mampu menampung 230 juta meter kubik. Sementara, saat ini volume air yang masuk mencapai 2,1 miliar meter kubik.

"Sehingga memang meluap di 10 kabupaten dan kota," ujar Jokowi.

Sorotan dari Greeenpeace Indonesia

Greenpeace Indonesia melalui @GreenpeaceID menerangkan bahwa lebih dari separuh hutan hujan Kalimantan hilang dalam 50 tahun terakhir, berganti dengan perkebunan monokultur dan lubang tambang batubara.

"Kini meningkatnya suhu bumi yang disebabkan pembakaran batubara dan hilangnya hutan, membawa bencana Krisis Iklim ke tanah Borneo," tulis @GreenpeaceID pada Sabtu (16/1/2021).

Baca juga: Meski Tanpa Atribut, FPI Buka Posko Dapur Umum dan Bantu Evakuasi Korban Banjir di Kalsel

Greenpeace Indonesia menyebut bahwa kerusakan ekologi yang belum juga menjadi perhatian serius pemerintah @jokowi, mengantar pada bencana yang kembali mengawali awal pergantian tahun.

"Banjir Kalsel di awal tahun ini bukanlah yang pertama terjadi, tapi justru menimbulkan dampak yang kian parah."

Greenpeace Indonesia juga menyoroti tingginya curah hujan yang dijadikan alasan utama atas banjir yang terjadi. 

Baca juga: Bela Raffi Ahmad dan Ahok, Abu Janda Minta Anies Baswedan Diproses Hukum karena Temui Habib Rizieq

Padahal, faktor yang tidak kalah penting yakni adanya kerusakan lingkungan yang telah terjadi.

"Tingginya curah hujan masih dijunjung sebagai faktor. Padahal, laju #krisisiklim yang terus diperparah oleh ketimpangan lingkungan hidup atas kepentingan lahan industri menjadi penyebab utama."

"Perlu selalu kita sadari bahwa keseimbangan ekologi bukan hanya perihal pelestarian lingkungan ataupun ekosistem alam di luar sana, tapi juga soal hajat hidup yang dekat dengan kita semua. Soal bencana yang semakin marak mengancam nyawa.

Baca juga: Kapal China Cuma Diusir saat Tepergok di Selat Sunda, Roy Suryo:Harusnya Ditenggelamkan di Mile 50

Waktunya tanamkan kepedulian untuk bersama mendorong upaya pemulihan lingkungan menuju normal baru yang berkelanjutan, demi meredam ancaman bencana yang berulang. Semoga saudara-saudara kita selalu berada dalam keselamatan."

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved