Ujaran Kebencian

Ketua Relawan Pro Jokowi Amin Ambroncius Nababan: Tidak Mungkin Saya Rasis kepada Warga Papua

Ketua relawan Pro Jokowi Amin (Projamin) Ambroncius Nababan menyampaikan permintaan maaf kepada Natalius Pigai dan warga Papua

Editor: Feryanto Hadi
TRIBUNNEWS/IGMAN IBRAHIM
Ambroncius Nababan, terduga aksi rasisme terhadap Natalius Pigai, mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (25/1/2021) malam. 

Taufan menilai, perbedaan pendapat tidak semestinya diwarnai rasisme atau tindakan diskriminasi dalam bentuk penyampaian kebencian atau penghinaan berdasarkan ras dan etnis.

Baca juga: Ketua Kadin Pastikan Pengusaha Bakal Gratiskan Vaksin Covid-19 Mandiri untuk Karyawan

Ia juga mengingatkan penegak hukum, kasus serupa yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu pernah memicu demonstrasi besar-besaran di Papua, dan berujung terjadinya berbagai kekerasan di sana.

"Karena itu, Komnas HAM mendesak aparat penegak hukum bertindak cepat, sehingga tidak terulang gejolak akibat seperti kasus Surabaya beberapa waktu lalu."

"Kami juga mengimbau semua pihak menahan diri dan mempercayakan penegak hukum untuk menyelesaikan masalah ini," kata Taufan ketika dihubungi Tribunnews, Senin (25/1/2021).

Baca juga: Doni Monardo Diduga Tertular Covid-19 Saat Makan Bersama, Ini Isi Lengkap Prokes di Restoran

Taufan menjelaskan, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial melalui UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Di dalam pasal 4 ayat a UU tersebut, kata Taufan, dikatakan tindakan diskriminatif dapat berupa “menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis” yang berupa sejumlah perbuatan.

Pertama, kata Taufan, membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya, yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain.

Baca juga: Meski Fokus Cari CVR SJ 182, KNKT Bakal Lapor Basarnas Jika Temukan Jasad Korban

Kedua, lanjut dia, berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain.

Ketiga, mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain

Keempat, kata dia, melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.

Baca juga: Densus 88 Ciduk 5 Orang Terafiliasi Jaringan Bom Polrestabes Medan di Aceh, Ada Paspor dan Buku ISIS

Undang-Undang tersebut, kata Taufan, juga mengatur pasal pemidanaan.

Dengan demikian, kata dia, kasus tersebut mestinya diproses secara pidana sebagaimana diatur pada pasal 16 yang berbunyi:

“Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis."

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Ternyata Pakai Database KPU, Menkes: Saya Kapok, Enggak Percaya Data Kemenkes

"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta.”

"Dengan begitu, rasisme atau tindakan diksriminasi berdasarkan ras dan etnis sangat ditentang baik secara nasional mau pun internasional, bahkan bisa dipidanakan," beber Taufan.

Sebelumnya, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) melaporkan politikus Partai Hanura Ambrosius Nababan, Senin (25/1/2021), terkait kasus ujaran kebencian dan rasisme terhadap aktivis Papua Natalius Pigai.

Baca juga: Coba GeNose dan Negatif Covid-19, Luhut Minta Bahannya Diganti dengan yang Bisa Didaur Ulang

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved