Pergantian Kapolri

Ini Catatan LPSK untuk Calon Tunggal Kapolri Komjen Listyo Sigit

LPSK ternyata memiliki catatan yang perlu dilihat calon tunggal kapolri, Komjen Listyo Sigit.

Divisi Humas Polri
Komjen Listyo Sigit, calon tunggal kapolri. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI segera menggelar uji kepatutan dan kepatuhan terhadap calon tunggal kapolri yang diserahkan Presiden Jokowi.

Calon tunggal kapolri yang diajukan Presiden Jokowi adalah Komjen Listyo Sigit Prabowo yang kini menjabat Kabareskrim.

Sebelumnya sempat ada beberapa nama lain, seperti Komjen Boy Rafli Amar, Komjen Gatot, dan Komjen Agus Andrianto.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pun memiliki catatan sederet pekerjaan yang menanti kapolri baru.

Baca juga: Minta Doa Restu, Komjen Listyo Sigit Silaturahmi ke Sejumlah Mantan Kapolri

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu memulai catatan tersebut dengan menyinggung mekanisme penegakan hukum seperti apa yang akan diterapkan kapolri menyikapi kasus penyiksaan yang dilakukan oknum anggota Polri?

Praktik penyiksaan, kata Edwin, masih menjadi catatan masyarakat sipil. Tindak brutalitas oknum polisi merujuk data KontraS, sepanjang periode Mei 2019-Juni 2020, terdapat 62 kasus penyiksaan. Pelaku dominan oknum polisi dengan 48 kasus.

Dari keseluruhan kasus yang terdata, terdapat 220 orang korban, dengan rincian 199 korban luka dan 21 korban tewas.

Catatan LPSK tahun 2020, terdapat 13 permohonan perlindungan perkara penyiksaan, sementara di 2019 lebih tinggi dengan 24 permohonan.

Baca juga: Isi Kekosongan Waktu Kompetisi, I Made Wirawan dan Budiman Jaga Kebugaran Fisik dengan Bersepeda

Artinya, terjadinya penurunan sebesar 54% perkara penyiksaan pada tahun 2020 dibanding 2019.

Namun, bila merujuk jumlah terlindung, pada 2020, terdapat 37 Terlindung LPSK dari peristiwa penyiksaan.

“Peristiwa terakhir yang menarik perhatian, dikenal dengan Peristiwa KM 50, yang menewaskan 6 orang laskar FPI. Rekomendasi Komnas HAM, meminta agar peristiwa itu diproses dalam mekanisme peradilan umum pidana. Sebaiknya Kapolri mencontoh KSAD yang dengan tegas memproses hukum oknum TNI di Peristiwa Intan Jaya,” ujar Edwin, Minggu (17/1/2020).

Menurut Edwin, umumnya kasus penyiksaan diselesaikan dengan mekanisme internal etik/disiplin dibandingkan proses peradilan pidana.

Baca juga: Putrinya Diculik dan Dibunuh, Seorang Ibu Bantu Polisi Menyamar Jadi Tunawisma Memburu Geng Tazmania

“Publik mempertanyakan, equality before the law dan efek jeranya. Memang, penyiksaan masih memiliki problem regulasi, karena tidak ada di KUHP sehingga disamakan dengan penganiayaan,” kata Edwin.

Kedua, bagaimana Kapolri menyikapi penyebaran hoax dan ujaran kebencian (hate speech) yang terus meningkat beberapa tahun terakhir? Polda Metro Jaya di 2020 melansir telah menangani 443 kasus hoax dan hate speech. Sebanyak 1.448 akun media sosial telah dilakukan take down, sedangkan 14 kasus dilakukan penyidikan hingga tuntas.

“Yang sering muncul menjadi pertanyaan publik atas perkara ini ialah, sejauh mana Polri bertindak imparsial tanpa melihat afiliasi politik dari para pelakunya,” tanya Edwin.

Baca juga: Basarnas Minta Warga Mamuju Lapor ke Petugas Jika Ada Anggota Keluarganya yang Hilang

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved