Aborsi
Argentina Legalkan Aborsi, Pro-Kontra Masih Terjadi, 1.532 Kasus Aborsi Selama 8 Tahun Akan Ditutup
Argentina telah mengesahkan undang-undang aborsi sejak akhir tahun lalu. 1.532 Kasus Aborsi Selama 8 Tahun Akan Ditutup
WARTAKOTALIVE.COM, BUENES AIRES -- Argentina telah mengesahkan undang-undang aborsi sejak akhir tahun lalu.
Undang-undang ini dianggap kemenangan bagi aktivis wanita.
Selama ini banyak wanita di Argentina menderita karena melakukan aborsi dan dipenjara.
Pengumuman tersebut menawarkan harapan bagi sebagian besar perempuan miskin dan terpinggirkan yang menghadapi sanksi pidana karena aborsi.
Baca juga: PEMIMPIN Katolik AS Minta Presiden Terpilih Joe Biden Tobat, Partai Demokrat Dukung LGBT dan Aborsi
Baca juga: Klinik Aborsi di Cempaka Putih, Ditemukan Ribuan Janin Bayi di Dalam Septic Tank, Ini Kata Polisi
Namun masalah yang masih tersisa seperti kekerasan kebidanan dan seksisme dalam sistem peradilan menunjukkan perjuangan keadilan reproduksi belum berakhir.
Seperti dikutip dari The Guardian, Undang-undang baru, yang disahkan pada 30 Desember, mengizinkan aborsi dengan alasan apa pun selama 14 minggu pertama kehamilan.
Ini menjadikan Argentina negara terbesar di Amerika Latin yang mengizinkan prosedur ini secara luas.
Baca juga: Rion Yogatama Korban Sriwijaya Air Pesan Disiapkan Baju Putih dan Minta Sang Istri Ciumkan Anak
Wanita jarang menghabiskan waktu bertahun-tahun di penjara atas tuduhan aborsi di Argentina, tetapi ada beberapa pengecualian yang mengerikan.
Di provinsi konservatif Tucuman, Belen (bukan nama sebenarnya) ada wanita menghabiskan hampir tiga tahun di balik jeruji besi setelah mengalami keguguran.
Sebelum tim yang dipimpin oleh pengacara feminis Soledad Deza berhasil membatal keputusan itu.
“Hampir tiga tahun saya di penjara adalah saat yang sangat menyakitkan bagi saya, karena sangat mengerikan menjadi narapidana untuk sesuatu yang tidak saya lakukan,” kata Belen dalam pernyataan tertulis.
Baca juga: VIDEO Petugas TNI Mengumpulkan Berbagai Temuan yang Dibawa KRI Parang dari Area Jatuhnya SJ 182
Dan bahkan ketika rumah sakit tidak melaporkan pasiennya ke polisi, wanita yang mencari perawatan untuk aborsi terkadang mendapati diri mereka menerima perlakuan yang kejam dan merendahkan martabat.
Analia Ruggero pergi ke rumah sakit di pinggiran Buenos Aires pada usia 22 tahun ketika dia menderita komplikasi dari aborsi yang dia lakukan sendiri dengan menggunakan pil.
Ketika dokter mengetahui bahwa dia telah melakukan aborsi, mereka awalnya menolak untuk merawatnya, tetapi mereka juga mengatakan kepadanya bahwa jika dia pergi ke tempat lain, dia bisa terkena infeksi dan meninggal.
Baca juga: Lee Min Ho Bakal Main di Drama Serial Pachinko Bersama Aktor Jepang, Ini Faktanya
Akhirnya, Ruggero diterima, tetapi saat mereka bekerja, staf medis membisikkan hinaan padanya. “Perawat itu menyuntik saya dan berkata, 'Kamu melakukan aborsi! Kamu sampah, menurut kamu siapa yang datang ke sini? '”
Setelah itu, Ruggero dibiarkan pulih di tempat tidur tanpa seprai atau selimut di sudut bangsal yang dipenuhi kecoa.
Ruggero sangat senang dengan undang-undang baru itu.
“Sekarang jika perawat pertama yang saya datangi tidak ingin melakukannya, ada barisan medis di belakangnya yang bersedia melakukannya,” katanya.
Tidak jelas berapa banyak perempuan yang kasusnya akan dibatalkan karena undang-undang yang baru.
Baca juga: PT Angkasa Pura II Permudah Keluarga Korban Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 dengan Posko Crisis Center
Satu laporan baru-baru ini - oleh kelompok hak asasi manusia Argentina Cels, aktivis hak aborsi dan San Martín University Center - mengidentifikasi 1.532 kasus aborsi dalam delapan tahun terakhir yang berpotensi untuk ditutupi.
Namun tidak semua provinsi menjawab permintaan informasi para peneliti, dan juru kampanye lain mengatakan jumlahnya mungkin jauh lebih tinggi.
“Semua wanita yang telah dikriminalisasi ... akan mendapatkan keuntungan bahwa kasus mereka akan dibatalkan, karena ada penerapan retroaktif dari hukum pidana yang paling menguntungkan,” kata menteri wanita, gender dan keragaman Argentina, Elizabeth Gómez Alcorta.
Baca juga: Netizen Hujat Pedangdut Anisa Bahar yang Komentari Penumpang Pesawat yang Tidak Matikan HP
Para pegiat sekarang menuntut penyelidikan atas masalah perempuan yang mungkin telah dituntut atas kejahatan yang lebih serius, seperti pembunuhan, setelah melakukan aborsi.
Argentina melegalkan aborsi adalah kemenangan bagi perempuan atas penyalahgunaan kekuasaan politik
Laporan Cels mengidentifikasi beberapa wanita yang menjalani hukuman penjara yang lama karena kejahatan seperti pembunuhan yang diperburuk setelah mengalami masalah kebidanan seperti lahir mati dan keguguran di akhir kehamilan.
Kebanyakan dari mereka sangat miskin.
Kemenangan Aktiivis Feminis
Seperti diberitakan sebelumnya, Argentina pada Rabu (30/12/2020) menjadi negara terbesar di Amerika Latin yang melegalkan aborsi, lapor Associated Press (AP).
Baca juga: Fungsi Black Box yang Kini sedang Dicari di Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Jatuh di Kepulauan Seribu
Keputusan itu merupakan kemenangan bagi para aktivis feminis, dan dapat membuka jalan bagi tindakan serupa di berbagai masyarakat konservatif khususnya di wilayah Katolik Roma.
Setelah digodok 12 jam, Senat Argentina mengesahkan Undang-Undang tersebut pasca tengah malam.
UU yang akan ditandatangani oleh Presiden Alberto Fernandez dalam beberapa hari mendatang itu mengizinkan aborsi sampai usia kehamilan wanita mencapai 14 minggu dan setelahnya dalam kasus pemerkosaan atau ketika kesehatan wanita terancam.
Baca juga: Fungsi Black Box yang Kini sedang Dicari di Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Jatuh di Kepulauan Seribu
"Aborsi yang aman, sah dan bebas kini ada Undang-Undangnya," ujar Fernández melalui Twitter.
"Hari ini kita adalah masyarakat yang lebih baik yang memperluas hak-hak perempuan dan menjamin kesehatan masyarakat," imbuhnya seperti ditulis Kompas.com.
Meski aborsi sebenarnya sudah diperbolehkan di beberapa negara bagian lain di Amerika Latin seperti di Uruguay, Kuba dan Mexico City, pengesahan di Argentina diperkirakan akan bergema di seluruh wilayah.
Baca juga: Jadwal KRL Senin 11 Januari 2021 yang Berlangsung Selama Pembatasan Jawa-Bali Hingga 25 Januari 2021
Walau demikian, tidak semua reaksi di kawasan itu positif.
Presiden Brasil Jair Bolsonaro men-twit, “Sangat disesalkan bahwa nyawa-nyawa anak-anak Argentina, yang sekarang harus berakhir di perut ibu mereka dengan persetujuan Negara. Jika itu tergantung pada saya dan pemerintahan saya, aborsi tidak akan pernah disetujui di tanah kami."
Di luar Senat Argentina, para aktivis hak pro dan anti-aborsi berkumpul, dengan sebagian besar pendukung perempuan dalam RUU itu mengenakan warna hijau yang menjadi ciri gerakan agresif mereka. Beberapa ribu orang bersorak-sorai dan berpelukan dalam linang air mata saat
Wakil Presiden Cristina Fernandez de Kirchner, mengumumkan hasilnya, meneriakkan “aborsi legal di rumah sakit!”.
Baca juga: Putri Sulung Pilot Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 Jalani Proses Identifikasi di RS Polri Kramat Jati
“Saya adalah ibu dari seorang gadis dan saya tahu bahwa dia akan memiliki lebih banyak hak besok dan itu membuat kami terus bergerak maju,” kata Renata Vismara, suaranya serak setelah demonstrasi jalanan perayaan.
Demonstran lain, Valentine Luy Machado mengatakan, "Kekuatan untuk melihat ini menjadi kenyataan setelah bertahun-tahun... ini revolusioner."
Gerakan feminis Argentina telah menuntut aborsi legal selama lebih dari 30 tahun dan para aktivis mengatakan persetujuan RUU tersebut dapat menandai titik balik di Amerika Latin, tempat Gereja Katolik telah lama mendominasi.
Pendukung mengutip angka resmi yang mengklaim lebih dari 3.000 wanita telah meninggal karena aborsi diam-diam di negara itu sejak 1983.
Baca juga: Setelah 4 Kali Swab Test, Nirina Zubir Baru Dinyatakan Sembuh dari Covid-19
Amnesty International merayakan pemungutan suara RUU tersebut sebagai "inspirasi bagi negara di kawasan lain dan dunia untuk maju dalam mengakui akses ke aborsi yang legal dan aman."
Para penentang RUU, dipisahkan oleh penghalang dari para pendukungnya, menyaksikan dengan muram saat pemungutan suara dibuka.
Mereka adalah kelompok yang menyebut anggotanya sebagai "pembela dua nyawa", mereka mendirikan altar dengan salib di bawah tenda biru.
Karena sensitivitas tersebut, UU aborsi yang disahkan masih memungkinkan para profesional kesehatan dan institusi medis swasta yang enggan melakukan tindakan aborsi untuk merujuk pasien wanita mereka ke pusat medis lain.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/aktivis-aborsi-di-argentina.jpg)