Kasus Rizieq Shihab

Masih Misteri, Mengapa Polisi Menembak 4 Laskar FPI yang Sudah Tak Berdaya di Rest Area KM 50?

2 laskar FPI tewas diduga setelah baku tembak. Sedang 4 laskar FPI diduga tewas karena ditembak polisi di rest area KM 50. Mengapa harus ditembak?

Penulis: Desy Selviany |
Wartakotalive.com/Joko Supriyanto
Rekontruksi FPI di rest area tol Jakarta-Cikampek Km 50, Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. KM 50 menjadi saksi kasus penembakan 4 dari 6 laskar FPI yang digambarkan Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Komnas HAM telah membeberkan temuan kasus penembakan 6 laskar FPI plus kesimpulan adanya pelanggaran HAM oleh polisi.

Dari hasil temuan Komnas HAM terungkap, 2 laskar FPI tewas diduga setelah baku tembak.

Sedang 4 laskar FPI diduga tewas karena ditembak polisi di rest area KM 50.

Baca juga: Irjen Argo Yuwono Tanggapi Tudingan Pelanggaran HAM Kasus 6 Laskar FPI, Mari Buktikan di Pengadilan

Baca juga: Komnas HAM Simpulkan Penembakan 4 dari 6 Laskar FPI Unlawful Killing Atau Diluar Proses Hukum

Nah kasus kematian 4 laskar FPI inilah yang disimpulkan Komnas HAM sebagai unlawfull kliing atau kasus di luar prosedur hukum alias melanggar HAM.

"4 anggota FPI yang masih hidup diminta berjalan jongkok dan tiarap oleh aparat kepolisian.

Para anggota FPI itu juga diminta masuk ke dalam sebuah mobil lewat pintu samping dan belakang."

Warga yang menyaksikan saat itu diminta menghapus rekaman.

Baca juga: Sarjana Hukum Siap-Siap! Rekrutmen Calon Hakim Kemungkinan Besar Dibuka Di CPNS 2021, Segini Gajinya

Dan di titik inilah yang menjadi misteri, mengapa polisi membunuh 4 laskar FPI yang sudah tak berdaya?

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono sudah menanggapi pernyataan komisioner Komnas HAM terkait tudingan pelanggaran HAM polisi atas kasus tewasnya 4 laskar FPI tersebut.

Argo mengajak semua pihak untuk membuktikannya di pengadilan.

Misteri 4 Laskar FPI

Menurut Komnas HAM, polisi sempat menghapus CCTV di rest area KM 50 Jalan Tol Jakarta - Cikampek usai melakukan penangkapan terhadap enam anggota FPI.

Baca juga: Hasil Piala FA: Juergen Klopp Salami Para Pemain Muda Villa Meski Timnya Menang Telak 4-1

Mereka juga meminta warga untuk menghapus rekaman handphone.

Hal itu diungkapkan Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam usai penyelidikan yang dilakukan atas tewasnya enam anggota FPI.

Penyelidikan dilakukan sejak 7 Desember 2020 hingga 31 Desember 2020.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (WARTA KOTA/DESY SELVIANY)

Pihak Komnas HAM langsung memeriksa saksi-saksi di lapangan beberapa jam usai peristiwa itu terjadi.

Beberapa saksi merupakan warga yang berada di Rest Area KM 50 Jalan Tol Jakarta - Cikampek, Karawang, Jawa Barat.

Hasilnya ditemukan bahwa sejumlah aparat polisi terlihat mengeluarkan dua anggota FPI yang tewas dari dalam sebuah mobil.

Baca juga: Tren Kasus Positif dan Kematian Covid-19 Meningkat, Rumah Makan dan Restoran Tutup Jam 20.00 WIB

Anggota FPI itu kata Choirul diduga tewas karena baku tembak dengan polisi saat berada di dalam mobil.

"Satu duduk di mobil dengan keadaan sudah tewas dan satu diturunkan ke jalan dengan satu luka tembak. Selain itu terlihat darah di jalan di depan salah satu warung depan rest area KM 50," terang Choirul dalam rilisnya di Kantor Komnas HAM Jumat (8/1/2021).

Sementara empat anggota FPI lain yang masih hidup diminta berjalan jongkok dan tiarap oleh aparat kepolisian.

Para anggota FPI itu juga diminta masuk ke dalam sebuah mobil lewat pintu samping dan belakang.

Baca juga: CEK Jadwal SIM Keliling Jakarta Hari Ini Sabtu 2 Januari 2021, Bisa Juga Perpanjang SIM-STNK di Mal

Saksi juga mendengar perintah petugas polisi yang meminta warga menghapus rekaman dan memeriksa handphone warga.

Saksi menjelaskan bahwa saat itu polisi beralasan bahwa peristiwa itu terkait narkoba dan terorisme.

Selain itu sejumlah saksi juga melihat adanya pembersihan darah di KM 50.

Anggota polisi juga melakukan pengambilan CCTV di salah satu warung dan memerintahkan hapus dan memeriksa handphone masyrakat di sana.

"Polisi akui ambil CCTV dan kami tanya mereka ambil legal atau ilegal. Jawaban mereka CCTV diambil legal maka kami tunggu proses di pengadilan," tutur Choirul.

Diketahui sebelumnya hasil penyelidikan Komnas HAM menduga adanya pelanggaran HAM yang dilakukan polisi saat bersiteru dengan enam anggota FPI.

Dua anggota FPI tewas karena baku tembak di Jalan Tol Jakarta-Cikampek.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Jabodetabek Sabtu 9 Januari 2021 Bodetabek Hujan pada Siang, Jakarta Hujan pada Pagi

Namun empat anggota FPI lain diduga tewas di luar insiden baku tembak.

Maka Komnas HAM meminta kasus tewasnya empat anggota FPI ini untuk dibawa ke pengadilan karena diduga telah menyalahi aturan yang berlaku dalam tindakan tegas terukur.

Hasil Penyelidikan Komnas HAM, Laskar FPI Diduga Gunakan Senjata Api Rakitan, Peluru Jadi Alasannya

Pengawal Muhammad Rizieq Shihab terbukti menggunakan senjata api saat mengawal Rizieq dari Sentul ke Karawang, Jawa Barat.

Hal itu terungkap dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM sejak 7 Desember 2020 hingga 31 Desember 2020.

Menurut Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan bahwa pihaknya sudah melibatkan sejumlah ahli senjata api dari Pindad untuk memeriksa barang bukti yang ditemukan di sekitar tempat kejadian perkara.

Para saksi ahli itu memeriksa tujuh benda yang diduga proyektil peluru dan empat buah selongsong peluru.

Baca juga: Perubahan Dramatis Shio Kerbau dan Kejutan untuk Shio Tikus pada Sabtu 9 Januari 2021

Hasilnya dari tujuh barang bukti yang diduga bagian dari proyektil peluru dinyatakan dua barang bukti bukan bagian dari proyektil dan lima barang bukti merupakan bagian dari proyektil.

Dari lima proyektil tersebut, sebanyak dua proyektil identik dengan senjata rakitan.

Dimana satu dari rakitan gagang coklat dan satu tidak bisa diidentifikasi dari senjata rakitan yang mana.

Sementara tiga tidak bisa diidentifikasi jenis senjatanya karena kondisi perubahan yang besar atau deformasi dan dua bukan bagian dari anak peluru.

Selain itu empat barang bukti yang diduga bagian dari selongsong dan dinyatakan satu barang  bukti bukan bagian dari selongsong peluru.

Serta tiga selongsong peluru identik dengan senjata petugas kepolisian.

Hal itu diketahui usai sejumlah pemeriksaan dari saksi ahli termasuk uji balistik.

Pemeriksaan juga melibatkan masyarakat sipil dari NGO.

"Jadi berdasarkan barang bukti di lapangan dua barang bukti identik dari senjata rakitan yang diduga milik FPI yakni senjata api gagang coklat dan gagang putih," terang Choirul Anam di Komnas HAM, Jumat (8/1/2021).

Sementara tiga selongsong diduga milik anggota kepolsian.

Selain itu, Komnas HAM juga telah memeriksa CCTV dari 48 KM ke bawah di Jalan Tol Jakarta-Cikampek.

Baca juga: Nasib Donald Trump di Ujung Kekuasaan, Ditinggal Orang Dekat dan Terancam Dilengserkan Paksa

Rekaman CCTV itu didapat dari Jasa Marga.

Hasilnya Komnas HAM memeriksa 9.942 rekaman CCTV yang terkait dengan peristiwa tersebut.

Selain itu ada 137.548 screencapture CCTV yang terkait dengan peristiwa tersebut.

Dalam rekaman CCTV itu, Komnas HAM melihat ada upaya saling tembak menembak antara kendaraan polisi dan kendaraan yang digunakan oleh enam anggota laskar FPI.

Saling tembak dan serempet sudah dilakukan sejak Jalan Internasional Barat sebelum masuk Gerbang Tol Karawang Timur.

Pemeriksaan dilakukan secara  manual dengan membandingkan satu titik dengan titik yang lain yang terdapat CCTV.

Pihak Komnas HAM menandai ciri khas mobil dan plat nomor mobil, membandingkan dengan waktu linimasa voice note dan lini masa jejak digital, diskusi dengan pihak Jasa Marga dan pengecekan e- Samsat DKI Jakarta, Sambara Jawa Barat, Sambat Banten dan Sakpole Jawa Tengah.

Rekontruksi kasus penembakan 6 Laskar FPI, polisi diadang hingga memberikan tembakan peringatan di Karawang Barat, Minggu (13/12/2020).
Rekontruksi kasus penembakan 6 Laskar FPI, polisi diadang hingga memberikan tembakan peringatan di Karawang Barat, Minggu (13/12/2020). (Wartakotalive.com/Joko Supriyanto)

Mabes Polri Umumkan Hasil Penyidikan Penembakan 6 Laskar FPI Dalam Waktu Dekat

Mabes Polri akan umumkan hasil penyidikan penembakan 6 laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 di Karawang, Jawa Barat dalam waktu dekat

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan mengumumkan hasil penyelidikan terkait peristiwa penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) hingga tewas oleh Polda Metro Jaya, di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 di Karawang, Jawa Barat.

Penyelidikan katanya dilakukan Bareskrim Polri serta Internal Propam Polri.

"Yang jelas untuk kasus di KM 50, sampai sekarang Bareskrim polri masih melaksanakan tugasnya.

"Para penyidik untuk melaksanakan itu dan sampai sekarang juga belum bisa menyimpulkan," kata Rusdi di Mabes Polri, Selasa (5/1/2020).

"Mudah-mudahan ini tidak lama lagi akan bisa diselesaikan. Tentunya hasil daripada penyidikan oleh Bareskrim akan diinformasikan kepada masyarakat," kata Rusdi.

Selain itu katanya kegiatan pengawasan yang dilakukan Divisi Propam Polri terkait hal itu akan rampung dalam waktu dekat

"Kegiatan-kegiatan pengawasan oleh Divpropam sekarang masih berjalan.

"Nanti hasil dari Divisi Propam sendiri, tentunya akan disampaikan kepada masyarakat, apabila kegiatan-kegiatan di propam telah selesai.

Baca juga: Presiden Jokowi Pastikan Siap Divaksin Menunggu Izin Penggunaan Darurat BPOM

"Kita tunggu saja pasti akan dikomunikasikan kepada masyarakat," katanya.

Kuasa Hukum Sebut Penanganan Kasus Penembakan 6 Laskar FPI Bak Drama Komedi, Ini Alasannya

Kuasa Hukum 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) yang ditembak mati polisi, Munarman menilai perkembangan penanganan kasus penembakan 6 laskar FPI oleh Bareskrim makin ngawur dan bak drama komedi.

"Mencermati perkembangan penanganan kasus pembantaian 6 syuhada warga negara Indonesia, yang makin menunjukkan rangkaian drama komedi yang garing, maka kami menyampaikan beberapa hal sebagai berikut," kata Munarman yang juga Sekertaris Umum DPP FPI, dalam keterangannya kepada Warta Kota, Rabu (16/12/2020).

Pertama, kata Munarman, pihaknya menolak penangangan perkara dan rekontruksi atau reka ulang atas tragedi pembunuhan dan pembantaian terhadap 6 anggota Laskar FPI yang dilakukan oleh pihak Kepolisian.

"Kedua, kami meminta kepada Komnas HAM untuk menjadi leading sector untuk mengungkap tragedi pembunuhan dan pembantaian terhadap 6 syuhada anggota Laskar FPI karena merupakan peristiwa pelanggaran HAM berat," ujar Munarman.

Ketiga kata dia, bahwa penanganan perkara yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dengan menggunakan ketentuan Pasal 170 KUHP Jo. Pasal 1 (1) dan (2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan atau Pasal 214 KUHP dan atau Pasal 216 KUHP adalah tidak tepat.

"Karena justru menjadikan 6 syuhada anggota Lakskar FPI tersebut adalah sebagai pelaku, yang sejatinya mereka adalah sebagai korban," katanya.

Lagi pula, tambah Munarman, secara hukum acara pidana, dengan mengikuti alur logika pihak kepolisian, maka penanganan perkara yang tersangkanya sudah meninggal tidak bisa lagi dijalankan.

"Janganlah kita bodohi rakyat Indonesia dengan drama komedi yang tidak lucu lagi," kata Munarman.

Keempat, katanya, pihaknya meminta kepada semua pihak untuk menghentikan spiral kekerasan terhadap 6 syuhada anggota Lakskar Pembela Islam.

"Mereka keenam korban hanya para pemuda lugu yang mengabdi kepada gurunya, menjaga keselamatan gurunya dan berkhidmat untuk agama," ujar Munarman.

Jadi tambahnya jangan sampai keenam laskar FPI tersebut menjadi korban dari spiral kekerasan.

"Yaitu secara berulang ulang dan terus menerus menjadi korban kekerasan, mulai dari kekerasan fisik dgn terbunuhnya mereka, berlanjut dengan kekerasan verbal berupa fitnah yang memposisikan  mereka seolah pelaku dan berlanjut lagi dengan kekerasan struktural yaitu berupa berbagai upaya rekayasa terhadap kasus mereka," papar Munarman.

Kelima, kata dia, pihaknya mengecam atas sikap dan ucapan dari Presiden Republik Indonesia yang justru memberikan justifikasi terhadap tindak kekerasan negara terhadap warga negar sendiri. 

"Ini adalah merupakan bukti kekerasan struktural yang paling nyata, yang dilakukan oleh penguasa dan akan melanjutkan tembok impunitas terus berlanjut terhadap aparat negara yang melakukan berbagai pelanggaran HAM terhadap rakyatnya sendiri," katanya.

Apalagi tambahnya dunia saat ini sedang dalam moment memperingati Hari HAM sedunia.

"Jangan sampai Indonesia dikenal di dunia sebagai bangsa tidak beradab, karena menjadikan nyawa rakyat sebagai permainan drama komedi yang tidak lucu," ujarnya.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved