Kesehatan
Waspada 1 dari 3 Anak di Indonesia Mengalami Anemia, Dampaknya Bisa Timbul Kerusakan Otak
satu dari tiga anak Indonesia berusia di bawah lima tahun tercatat mengalami anemia karena kurang zat besi
Penulis: LilisSetyaningsih | Editor: Dian Anditya Mutiara
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Selain stunting, kekurangan zat besi jadi pekerjaan rumah untuk mencetak generasi emas Indonesia.
Dibandingkan mikronutrien lain, kekurangan zat besi membawa dampak besar untuk tumbuh kembang anak. Baik jangka panjang dan juga pendek.
Sayangnya, satu dari tiga anak Indonesia berusia di bawah lima tahun tercatat mengalami anemia (Riskesdas 2018), di mana 50-60 persen kejadian anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi (Grantham-McGregor S, 2010).
Kekurangan zat besi adalah kondisi ketika kadar ketersediaan zat besi dalam tubuh lebih sedikit dari kebutuhan harian.
Baca juga: Anemia Masih Jadi Masalah Bagi Indonesia dan Dunia, Defisiensi Zat Besi Jadi Biang Keladi
Sebagai bagian dari hemoglobin, fungsi utama zat besi adalah mengantarkan oksigen dari paru-paru untuk digunakan oleh bagian-bagian dalam tubuh anak.
Tanpa zat besi, organ-organ tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup sehingga menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak baik secara kognitif (kecerdasan), fisik, hingga sosial.
“Zat besi memiliki peran penting pada tubuh anak, terutama untuk mendukung tumbuh kembangnya. Asupan zat besi yang tidak adekuat dapat menyebabkan menurunnya kecerdasan, fungsi otak, dan fungsi motorik anak. Sehingga dalam jangka panjang, dapat berakibat menurunnya performa di sekolah, perubahan atensi dan sosial akibat tidak tanggap terhadap lingkungan sekitar, serta perubahan perilaku pada anak,” jelas Dokter Spesialis Gizi Klinik dan Ketua Departemen Ilmu Gizi Klinik FKUI, dr Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, SpGK dalam talkshow dengan tema 'kekurangan zat besi sebagai isu kesehatan nasional di Indonesia dan dampaknya terhadap kemajuan anak generasi maju' pada Kamis (17/12/2020).
Salah satu penyebab utama terjadinya kekurangan zat besi adalah kurangnya konsumsi asupan makanan kaya zat besi, terutama dari sumber hewani seperti daging merah, hati, ikan, dan ayam.
Baca juga: Angka Anemia Pada Ibu Hamil di Indonesia Masih Tinggi
Tidak hanya anak-anak, masalah anemia sebenernya berhulu pada saat anak masih di dalam kandungan (janin) dari ibu yang juga anemia.
Ibu yang anemia akan berisiko melahirkan anak yang anemia juga.
Bagaikan lingkaran setan, si anak terutama perempuan yang anemia, saat hamil dan melahirkan, kembali akan melahirkan bayi yang anemia. Lingkaran ini harus diputus.
Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia, data Riskesdas 2018 mencapai 48,9 persen. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2013, dimana ibu hamil yang anemia masih di angka 37,1 persen.
Penyebab Kekurangan Zat Besi
Menurut dokter Nurul, ada beberapa penyebab kekurangan zat besi:
- Terlambat memperkenalkan makanan pendamping ASI (MPASI). Idealnya MPASI diberikan mulai usia 6 bulan.
- Pola konsumsi kurang asupan protein terutama hewani. Bisa saja faktor kebiasaan, takut makan daging atau ikan karena takut ada serat daging dan tidak segar.
- Kurang konsumsi fortifikasi zat besi dalam makanan dan formula pertumbuhan.
- Pemberian suplementasi zat besi tidak sesuai indikasi
- Tidak patuh minum suplementasi karena keluhan mual.
- Penyerapan zat besi yang tidak optimal
Untuk mendapatkan asupan zat besi, ada nutrien lain yang membantu penyerapan zat besi yakni asam askorbat (vitamin C), kuprum (Cu), vitamin B6,B12, asam folat serta seng (Zn).
"Vitamin C merupakan faktor yang meningkatkan penyerapan zat besi pada daging merah, unggas, dan ikan. Elektron dari vitamin C membantu mengubah Fe3+ (zat besi dari makanan) menjadi Fe2+ yang siap diserap ke dalam usus," ujar dr Nurul.
Kekurangan zat besi dapat dicegah dengan memberikan anak makanan yang kaya zat besi seperti daging merah, hati, ikan, ayam, bayam, dan susu pertumbuhan yang difortifikasi.

Selain itu, orangtua juga harus memperhatikan asupan vitamin C pada anak karena vitamin tersebut membantu tubuh menyerap zat besi dengan lebih baik.
“Jeruk, stroberi, tomat, dan brokoli merupakan sumber vitamin C, dan sebaiknya dimakan bersama dengan makanan yang kaya zat besi untuk mengoptimalkan penyerapan. Tambahkan pula makanan dan minuman yang difortifikasi zat besi dan vitamin C untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi harian anak,” tutur dr. Nurul.
Sebaliknya hindari kopi dan teh saat makan.
Tannin yang terdapat dalam teh dan kopi menghambat penyerapan zat besi. Sehingga harus diatur ketika mengonsumsi teh dan kopi agar tidak mengganggu penyerapan zat besi. Selain tannin, juga asam oksakat (berry, coklat,teh), fitat, serat, fosvitin (dalam kuning telur).
Konsumsi zat-zat ini jangan dibarengi ketika makan besar atau snack yang mengandung zat besi. Beri waktu atau tunggu sekitar 30 menit setelah makan baru mengonsumsi teh atau kopi.