Edhy Prabowo Ditangkap KPK
Susi Pudjiastuti: Biarkan Tuhan Budi Dayakan Lobster di Laut, Manusia Ambil Saat Sudah Besar
Menurutnya, ekspor benur hanya membuat populasi benur akan habis karena dipaksa diambil dari alam untuk dibudi daya.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan alasannya tegas melarang ekspor benih lobster atau benur.
Menurutnya, ekspor benur hanya membuat populasi benur akan habis karena dipaksa diambil dari alam untuk dibudi daya.
"Sampai kapanpun biar saja lobster hidup besar di laut, kita tangkap yang besar. Itu saja," tutur Susi dalam talkshow Susi Cek Ombak yang disiarkan televisi swasta, Rabu (25/11/2020) malam.
Baca juga: KRONOLOGI KPK Ciduk Menteri KP Edhy Prabowo, 6 Orang Lainnya Juga Jadi Tersangka
Founder Susi Air ini menilai, dengan lobster yang sudah besar, maka harganya akan berpuluh kali lipat dibanding hanya menjual benih lobster.
"Akan lebih baik Tuhan membudidayakan lobster di laut daripada manusia."
"Jadi Tuhan yang membudidayakan di laut, manusia mengambil saat lobster besar," urainya.
Baca juga: Bukan oleh Partai Gerindra, Bantuan Hukum untuk Edhy Prabowo Disiapkan Pihak Keluarga
Susi mengaku tak setuju jika ada pernyataan lobster besar diselundupkan ke negara lain.
Dia menilai ekspor lobster secara ilegal sudah tidak lagi terjadi, apalagi sejak masa kepemimpinannya.
"Sudah tidak ada lagi itu zaman dulu."
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 26 November 2020: Tambah 4.917, Pasien Positif Jadi 516.753 Orang
"Saya sedih saja sekarang jadi tidak ada lagi lobster besar di laut, karena benihnya sudah dibawa ke Vietnam," tutur Susi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membuka keran ekspor benih lobster yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020.
Regulasi ini mengatur pengelolaan hasil perikanan seperti lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.).
Baca juga: Dukung Pendidikan Anak Indonesia, 1.100 Pesepeda Gowes Virtual 300 Kilometer
Aturan ini sekaligus merevisi aturan larangan ekspor benih lobster yang dibuat di era Menteri KKP Susi Pudjiastuti, yakni Permen Nomor 56 Tahun 2016.
Menteri Edhy menegaskan, kegiatan ekspor benur melibatkan perusahaan, para nelayan, serta fokus pada kegiatan budi daya.
Namun perusahaan yang memiliki izin ekspor benih lobster itu menjadi sorotan, lantaran banyak kader Gerindra -partai asal Edhy Prabowo- dibalik perusahaan eksportir tersebut.
Kecelakaan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka.
Hal itu terkait kasus dugaan suap Perizinan Tambak, Usaha dan/atau Pengelolaan Perikanan atau Komoditas Perairan Sejenis Lainnya Tahun 2020.
Seusai menyandang status tersangka, Edhy Prabowo meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas perbuatannya tersebut.
Baca juga: Pangdam Jaya: Agama Mengajarkan Berkatalah yang Baik Atau Diam, Bukan Mencaci Maki
Ia menyebut kasus hukum yang menjeratnya itu adalah sebuah kecelakaan.
"Saya mohon maaf kepada seluruh masyarakat, seolah-olah saya pencitraan di depan umum."
"Itu tidak, itu semangat. Ini adalah kecelakaan yang terjadi," ucap Edhy di Gedung Juang KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020) dini hari.
Baca juga: Edhy Prabowo Diciduk KPK, Wagub DKI Ogah Ikut Campur
"Dan saya bertanggung jawab atas ini semua, saya tidak lari."
"Dan saya akan beberkan apa yang menjadi yang saya lakukan," imbuhnya.
Menteri asal Partai Gerindra ini juga secara khusus meminta maaf kepada keluarganya, karena kini ia harus menjalani kasus hukum korupsi dugaan suap ekspor benih lobster.
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 25 November 2020: Rekor Baru! Pasien Positif Melonjak 5.534 Orang
Edhy menegaskan, dirinya akan bertanggung jawab atas ulahnya tersebut.
"Mohon maaf kepada Ibu saya, yang saya yakin hari ini nonton TV, saya mohon dalam usianya yang sudah sepuh ini beliau tetap kuat."
"Saya masih kuat, dan saya akan bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi yang terjadi," tuturnya.
Baca juga: Pasien Covid-19 di Kabupaten Karawang Tambah 82 Orang, Tiga Pabrik Jadi Klaster Baru
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Menteri KKP Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan izin ekspor benih lobster atau benur.
Tak hanya Edhy, KPK juga menetapkan sejumlah orang lainnya sebagai tersangka.
Yakni, dua stafsus Edhy Prabowo bernama Safri dan Andreau Pribadi Misanta; pengurus PT Aero Citra Kargo bernama Siswadi; staf istri Menteri KKP bernama Ainul Faqih; dan Amril Mukminin selaku swasta.
Baca juga: Buka Peluang Bertemu Rizieq Shibab, Pangdam Jaya: FPI Bukan Musuh Kita
Pihak lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
Penetapan ini dilakukan KPK melalui gelar perkara setelah memeriksa Edhy dan sejumlah pihak lainnya yang dibekuk dalam operasi tangkap tangan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi pada Rabu (25/11/2020) dini hari.
"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara."
Baca juga: Polri Klaim Kini Tak Ada Lagi Polisi Menganggur yang Jadi Analisis Kebijakan, Semuanya Punya Jabatan
"KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara."
"Terkait dengan perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung Juang KPK, Jakarta, Rabu (25/11/2020) dini hari.
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap dengan total Rp 10,2 miliar dan 100 ribu dolar AS dari Suharjito.
Baca juga: KPK Ciduk Edhy Prabowo, Bambang Widjojanto: Bravo Novel Baswedan!
Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Edhy dan lima orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau Pasal 12 ayat (1) huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999.
Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Baca juga: Jokowi: Pandemi Belum Berakhir, tapi Kita akan Segera Melangkah untuk Pemulihan
Sedangkan Suharjito yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Reynas Abdila)