Berita Jakarta

Terima Gaji dan Tunjangan dari DKI, Sopir Ambulans Gawat Darurat Dilarang Bentuk Serikat Pekerja

Iwan mengatakan, pembentukan serikat pekerja sebetulnya pernah terjadi sebelum tahun 2007 lalu.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Fitriyandi Al Fajri
Perkumpulan Pekerja Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan DKI Jakarta berunjuk rasa di kantor Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Balai Kota DKI, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020) pukul 10.00. 

WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyatakan, para pekerja di Unit Pelaksana (UP) Ambulans Gawat Darurat (AGD) dilarang membentuk serikat pekerja.

Meski status mereka non aparatur sipil negara (ASN), namun posisinya dianggap sebagai bagian dari karyawan pemerintah.

Soalnya gaji dan tunjangan yang mereka peroleh setiap bulan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta.

Baca juga: Legislator DKI Bakal Panggil Dinkes Buntut Kisruh Pemprov DKI dengan Pekerja Ambulans Gawat Darurat

“Seluruh gaji, dan tunjangannya itu dari APBD DKI Jakarta. Jadi memang bagian dari ASN Pemprov DKI Jakarta,” kata Kepala UP AGD pada Dinas Kesehatan DKI Jakarta Iwan Kurniawan saat dihubungi pada Jumat (23/10/2020).

Aturan yang dimaksud, kata Iwan, berupa UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN. Selain itu, mereka juga bekerja di bawah instansi Pemprov DKI Jakarta melalui UP AGD pada Dinas Kesehatan.

“UP AGD ini bagian dari Pemprov DKI Jakarta. Nah kalau instansi pemerintah, aturan-aturannya mengacu pada Peraturan Gubernur, Peraturan Kepala Dinas. Kemudian, karena pengelolaan keuangan ini BLUD (Badan Layanan Umum Daerah), kami juga punya aturan BLUD AGD DKI Jakarta,” ucap Iwan.

“Jadi, karena BLUD AGD DKI Jakarta ini instansi pemerintah juga, sehingga tidak memungkinkan adanya serikat pekerja,” lanjutnya.

Baca juga: Pemprov DKI Pinjam Duit Pemerintah Pusat Rp 1 triliun untuk Penanganan Banjir 2020

Iwan mengatakan, pembentukan serikat pekerja sebetulnya pernah terjadi sebelum tahun 2007 lalu.

Namun saat itu, masih berbentuk yayasan, bukan di bawah DKI.

Ketika tahun 2007, DKI mengambil alih yayasan itu menjadi UP AGD Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Sejak saat itu, pemerintah melarang adanya pembentukan serikat pekerja.

“Karena UP ini programnya pemerintah jadi mengacunya pada UU Nomor 5 tahun 2014, bukan lagi ke UU 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” jelasnya.

Menurutnya, keputusan itu diambil setelah UP AGD Dinas Kesehatan berkoordinasi dengan Biro Hukum Sekretariat Daerah DKI Jakarta. Keputusannya pun jelas, mereka dilarang membentuk serikat pekerja dan perjanjian kerja bersama (PKB) yang selama ini keukeuh diinginkan pekerja AGD.

Baca juga: Pembunuh Ditangkap, Kerabat Presiden Jokowi Dihabisi di Kandang Ayam Pakai Linggis lalu Dibakar

“Nah yang dituntut mereka keukeuh PKB, di mana Kepala Unit menandatangani PKB, Ketua Serikat Pekerja menandatangani PKB. Seperti halnya di perusahaan (swasta), jadi setiap kebijakan dan keputusan AGD harus seizin dan persetujuan kepala serikat,” ujarnya.

“Ini kan, tidak berlaku kalau di pemerintahan. Kecuali kalau di swasta, BUMD, BUMN boleh karena itu kan memang perusahaan yang tugasnya mencari profit oriented (utamakan keuntungan). Sementara kan kami bukan profit oriented, hanya pengelolaan keuangannya BLUD. Boleh mencari untung tapi bukan tujuan utama kami, melainkan pelayanan masyarakat,” jelasnya.

Seperti diketahui, sekitar 100 pekerja Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan DKI Jakarta berunjuk rasa di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat pada Kamis (22/10/2020) pukul 10.00.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved