Omnibus Law
Demonstrans Kecam Sikap Represif Aparat yang Aniaya dan Tangkapi Mahasiswa Penolak UU Cipta Kerja
Orator juga menyebut aparat seperti bermain “ninja warrior” karena mahasiswa dikejar, ditendang, ditangkap.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) juga perwakilan dari mahasiswa daerah kembali melakukan aksi unjuk rasa di Kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (20/10/2020).
Para perwakilan mahasiswa menyampaikan orasi-orasinya menolak UU Cipta kerja yang menyengsarakan masyarakat.
Dalam salah satu orasi yang disampaikan dari perwakilan mahasiswa Yogyakarta disebutkan bahwa telah terjadi kekerasan yang dilakukan aparat kepada perjuangan mahasiswa daerah saat melakukan aksi penolakan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca juga: Dua Koridor Transjakarta Dihentikan Sementara Selama Aksi Unjuk Rasa Berlangsung
Baca juga: Bekuk Tiga Remaja Penggerak Pelajar Untuk Demo Rusuh, Polisi Buru Satu Pelaku Lainnya
“Dengar kawan-kawan semua, terdapat 4 orang kawan kita dari Semarang ditangkap oleh aparat dan sekarang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka hanya menyuarakan suara rakyat,” ujar sang orator berapi-api
Ujaran orator tersebut disambut sorak-sorai dari kerumunan massa aksi mahasiswa yang hadir siang ini.
Orator juga menyebut aparat seperti bermain “ninja warrior” karena mahasiswa dikejar, ditendang, ditangkap.
“Bapak dan ibu sekalian apakah kalian sedang bermain ninja warrior ? kalian mengejar kami sampai loncati pagar. Tolong jangan pukuli kami jangan tendangi kami” ujarnya lagi.
Baca juga: Di Atas Mobil Komando, Koordinator BEM SI Singgung Menkominfo Johny G Plate Soal Hoaks
Kemudian aksi-aksi orasi tersebut dilengkapi dengan teatrikal dari salah satu perwakilan mahasiswa Lampung yang menggunakan baju compang-camping sambil memegang bungkusan putih bertulis demokrasi.
Teatrikal tersebut menggambarkan penderitaan rakyat merindukan demokrasi yang seolah-olah sudah mati.
Mahasiswa di Jogja mengaku dianiaya
Seperti diketahui, aksi demo menolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di Yogyakarta pada Kamis (8/10/2020) lalu berbuntut panjang.
Di satu sisi, ada pengakuan dari pihak pendemo, dalam hal ini mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial ARN (20) yang mengaku mengalami tindakan kekerasan, di sisi lain pihak kepolisian membantah keras pengakuan ARN.
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial ARN (20) mengaku mengalami tindakan kekerasan saat mengikuti demo menolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020).
Video: Dirusak Massa saat Demo Omnibus Law, Petugas Perbaiki Halte Transjakarta Harmoni
“Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kacamata saya patah,” kata ARN melalui keterangan tertulis yang diterima wartawan, Minggu (11/10/2020).
Dalam keterangan tertulis tersebut, Direktur Kemahasiswaan UGM Suharyadi disebut sempat menjenguk ARN di Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta, Jumat.
• SUSI Pudjiastuti Nangis Ada Mahasiswa UGM Tolak UU Omnibus Law Dipukuli hingga Gagang Kacamata Patah
• Guru Besar Hukum UGM Nilai UU Cipta Kerja Bakal Jadi Macan Kertas
Saat itu, selang infus dan oksigen masih terpasang di tubuh ARN. Dirinya mengaku masih merasa sesak napas akibat tendangan.
Wajahnya juga lebam karena terkena pukulan. ARN bercerita, saat demo berlangsung, dirinya datang terlambat.
Ia menyusul kawan lain yang sudah jalan dari bundaran UGM menggunakan sepeda motor.
ARN membawa dua kardus air minum yang akan dibagikan kepada rekannya.
Selanjutnya, ARN berada di baris depan bersama demonstran lainnya. Ketika dia berada tepat di depan Gedung DPRD, tiba-tiba kembali terjadi kericuhan akibat aparat terprovokasi oleh demonstran.
• MULAI Hari Ini PSBB Transisi Diberlakukan, Ini Pedoman Beribadah, Gym, Salon dan Penata Rambut
“Empat personel diganggu massa, saya yakin anak SMA atau SMK. Satu personel terprovokasi, kebetulan posisi saya pas di belakang personel itu.
Mulai bentrok dan ricuh, saya ikut mundur bersama polisi, saya masuk ke aula DPRD,” kata ARN.
Saat berlindung, ARN didatangi oleh salah satu aparat dan mulai diinterogasi. Tak lama kemudian, dia dibawa bersama demonstran lainnya.
Saat diciduk petugas, ponsel miliknya disita. ARN dibawa ke lantai atas Gedung DPRD untuk diinterogasi lebih lanjut sambil dipukul.
“Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kacamata saya patah,” kata dia.
• Update PSBB Transisi: Mobil Diizinkan Bermuatan Penuh untuk Satu Domisili, Ganjil Genap Ditiadakan
Menurut ARN, dia diminta mengaku sebagai provokator dalam demo tersebut, karena polisi melihat isi pesan percakapan soal demo dari ponselnya.
"Mereka anggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo Gedung DPRD jadi ricuh,” kata ARN.
Saat dijenguk Direktur Kemahasiswaan UGM Suharyadi, ARN mengaku mendapatkan motivasi agar cepat sembuh dan dapat beraktivitas kembali.
“Pak Haryadi minta saya tetap semangat tetap pikir positif. Saya ingin masalah ini cepat selesai dan bisa kuliah kembali,” ujar dia.
Tanggapan polisi Saat dikonfirmasi, Kapolresta Yogyakarta Kombes Purwadi Wahyu Anggoro membantah adanya pemukulan saat dilakukan interogasi terhadap ARN.
• Ini Alasan Panti-Griya Pijat, Kelab Malam, Spa dan Karaoke Belum Diizinkan Buka Selama PSBB Transisi
"Tidak ada. Yang sudah di Polresta tidak ada pemukulan, mereka kan di lapangan," kata Purwadi saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Minggu.
Ia juga membantah informasi bahwa ARN dipaksa oleh aparat untuk mengaku sebagai provokator dalam unjuk rasa yang berakhir ricuh di depan Gedung DPRD DIY.
"Enggak ada, kita sesuai bukti pendukung. Yang tidak sesuai dengan fakta hukum ya kita lepaskan. Sudah bukan zamannya paksa-paksa orang mengaku," ucap dia.
Lebih lanjut, Purwadi mengatakan, dalam interogasi, pengakuan bukanlah yang utama. Tetapi, cukup ada bukti dan saksi.
"Tidak mengaku pun kalau ada saksi dan bukti sudah cukup," kata Purwadi.
Sementara itu, ARN sudah diperbolehkan pulang pada Sabtu malam. Namun, dia tetap akan dikenakan wajib lapor.
"Wajib lapor. Tapi lihat kondisi kesehatan yang bersangkutan," kata Purwadi.
Mahasiswa UGM: Saya Beberapa Kali Dipukul sampai Gagang Kacamata Patah
Seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial ARN (20) diduga dipukul oleh aparat serta dipaksa mengaku sebagai provokator.
Peristiwa tersebut diduga terjadi dalam demo menolak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020).
Akibat pemukulan itu ARN harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta.
Ia mengalami sesak napas lantaran tendangan dan lebam di wajah.
Menurut pengakuan ARN, ketika demo berlangsung dirinya datang terlambat.
Menggunakan sepeda motor, ARN menyusul kawan lainnya yang sudah berjalan dari bundaran UGM.
Saat itu, ARN juga membawa dua kardus air minum yang akan dibagikan ke rekannya.
Kemudian ARN bergabung bersama barisan demonstran di baris depan. Namun setibanya di depan Gedung DPRD, kericurhan terjadi.
Keributan itu disebabkan karena aparat terprovokasi oleh demonstran.
“Empat personel diganggu massa, saya yakin anak SMA atau SMK. Satu personel terprovokasi, kebetulan posisi saya pas di belakang personel itu. Mulai bentrok dan ricuh, saya ikut mundur bersama polisi, saya masuk ke aula DPRD,” kata ARN.
Ponsel sempat disita, dipukuli Namun ketika berlindung, ARN didatangi salah seorang aparat yang juga mulai menginterogasinya.
Aparat juga menyita ponsel milik ARN dan membawanya bersama demonstran lainnya.
Ia rupanya dibawa ke lantai atas Gedung DPRD untuk diinterogasi. ARN diminta mengaku sebagai provokator usai polisi melihat percakapan dari ponselnya.
"Mereka anggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo Gedung DPRD jadi ricuh,” kata ARN.
Saat itulah ARN mengaku mengalami tindak kekerasan.
"Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul sampai gagang kacamata saya patah," tutur ARN.
Setelah kejadian tersebut, ARN mengaku mengalami sesak napas akibat tendangan.
Wajahnya juga lebam karena terkena pukulan. Ia harus dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta.
Saat berada di rumah sakit, ARN sempat dijenguk oleh Direktur Kemahasiswaan UGM Suharyadi.
“Pak Haryadi minta saya tetap semangat tetap pikir positif. Saya ingin masalah ini cepat selesai dan bisa kuliah kembali,” ujar dia.
Polisi membantah
Polisi membantah telah melakukan pemukulan terhadap mahasiswa. Apalagi memaksa mereka mengaku sebagai provokator.
"Tidak ada. Yang sudah di Polresta tidak ada pemukulan, mereka kan di lapangan," kata Kapolresta Yogyakarta Kombes Purwadi Wahyu Anggoro.
"Enggak ada, kita sesuai bukti pendukung. Yang tidak sesuai dengan fakta hukum ya kita lepaskan. Sudah bukan zamannya paksa-paksa orang mengaku," ucap dia.
ARN kini dikenai wajib lapor usai diizinkan pulang pada Sabtu malam. "Wajib lapor. Tapi lihat kondisi kesehatan yang bersangkutan," ujar dia.
(Nirmala Alifah Nur)