Respons Isu Kebangkitan PKI, Gubernur Lemhannas: Komunisme di Dunia Sudah Mati
Agus mengatakan, bila isu kebangkitan PKI masih santer terdengar, berarti undang-undang yang melarang tidak cukup konkret untuk menjadi indikator.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letnan Jenderal Purnawirawan Agus Widjojo menyatakan, komunisme di dunia saat ini sudah mati.
Pernyataan ini disampaikan Agus dalam rangka menepis isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang santer terdengar di Tanah Air setiap memasuki Bulan September.
Mulanya Agus menjelaskan, payung hukum yang melarang menyebarkan ajaran dan paham Komunisme, Marxisme, dan Leninisme di Indonesia itu sudah kuat.
• Pilkada Tetap Digelar 9 Desember 2020, Waketum MUI: Apakah Demi Hak Konstitusi, Ribuan Orang Mati?
Salah satunya tertuang dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia yang sudah juga disertai dengan ancaman sanksinya.
"Jadi sudah cukup kuat dan tinggal ditegakkan."
"Kalau ada gejala-gejala itu (komunisme bangkit). tinggal laporkan ke pihak berwenang untuk ditindak," ucap Agus dalam sesi wawancara eksklusif dengan Tribunnews di kantornya, Rabu (23/9/2020).
• PIDATO Lengkap Jokowi di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa: PBB Harus Berbenah Diri
Agus mengatakan, bila isu kebangkitan PKI masih santer terdengar, berarti undang-undang yang melarang tidak cukup konkret untuk menjadi indikator.
Ia mempertanyakan, apa saja yang dikatakan sebagai usaha menyebarkan ajaran dan paham Komunisme, Marxisme, dan Leninisme?
"Bentuknya bagaimana? Apakah kalau orang mempunyai atribut palu arit apakah itu menyebarkan ajaran?"
• Dua Usul MUI Soal Pilkada 2020 di Masa Pandemi Covid-19, Dipilih Lewat DPRD dan Tunjuk Plt
"Kalau orang punya buku tentang sejarah PKI dalam konteks politik sejarah Indonesia, apakah itu juga termasuk menyebarkan paham komunisme?" Tanyanya.
Menurutnya, UU yang melarang penyebaran ajaran dan paham komunisme harus lebih konkret dan bisa dilihat di dalam kenyataan yang terukur.
"Selama hal demikian masih jadi perdebatan, berarti undang-undang yang melarang penyebaran ajaran komunisme itu belum cukup konkret untuk dijabarkan menjadi indikator-indikator yang bisa diukur," tuturnya.
• Hari Ini Penetapan Pasangan Calon Pilkada Serentak 2020, yang Lolos Diumumkan di Website KPUD
Namun demikian, Agus optimistis Indonesia sejauh ini telah memiliki payung hukum dan dasar hukum yang sudah sangat kuat dalam rangka membendung lahirnya PKI.
Selain itu, berdasarkan pengamatan Lemhannas, komunisme di dunia saat ini sudah mati.
"Kita lihat bahwa komunisme di dunia itu sudah mati. Walaupun masih ada partai tunggal, partai komunis, istilah-istilah itu masih ada."
• Tertunda Gara-Covid-19, Besok Dewan Pengawas KPK Putuskan Nasib Firli Bahuri di Kasus Helikopter
"Di masa perang dingin di negara dunia ketiga, itu biasanya berkait dengan komunisme internasional."
"Sedangkan sekarang gerakan komunisme internasionalnya sudah tidak ada," paparnya.
Sejarawan LIPI: Ada yang Ingin Kembalikan Kejayaan Orde Baru
Isu kebangkitan PKI atau komunis di Indonesia dihidupkan kembali, untuk mengembalikan kejayaan Orde Baru menjelang pemilihan Presiden 2024.
Hal itu disampaikan sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam, dalam Dialog Sejarah Historia 'Ngeri-ngeri Kebangkitan PKI', yang disiarkan langsung Channel YouTube Historia.id, Selasa (7/7/2020).
"Fenomena belakangan ini berkaitan dengan menghadapi 2024, ketika akan ada pemilihan presiden," ujar guru besar sejarah UI ini.
• Kuasa Hukum Djoko Tjandra dan Ketua PN Jaksel Dipolisikan, Kasusnya Mirip Pengacara Setya Novanto
Dia melihat, ada pihak-pihak yang berkepentingan untuk dihidupkan kembali isu komunisme.
"Karena mereka ini adalah bagian dari rezim Orde Baru yang ingin kembali menegakkan rezim tersebut."
"Dengan cara atau strategi yang sama yaitu menjadikan komunisme sebagai musuh bersama," jelas profesor penulis buku bertajuk 'Pelurusan Sejarah Indonesia' yang terbit pada 2014 lalu itu.
• Doni Monardo: Covid-19 Malaikat Pencabut Nyawa
Ditambah juga dengan kepentingan yang yang berbeda, menurut dia, misalnya ketika demonstrasi yang terjadi belakangan ini.
"Ada pembakaran bendera PKI. Tapi yang membakar itu pakai rompi atau di belakangnya ada bendera HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)," ungkapnya.
Melalui aksi demonstrasi tersebut, kata dia, seakan HTI ingin menunjukkan eksistensinya dengan mengatakan mereka sebetulnya adalah pejuang untuk menghancurkan komunisme.
• Satgas Tinombala Salah Tembak Dua Petani Kopi, 12 Personel dan Proyektil Peluru Diperiksa di Jakarta
Dia melihat, ada beberapa pihak sengaja menggoyang masyarakat dengan menyuarakan kebangkitan komunisme.
"Jadi ingin mengembalikan kejayaan Orde Baru, partai politik ataupun kekuatan yang lain, ditambah juga dengan kepentingan yang yang berbeda," paparnya.
Padahal, dia tegaskan, komunisme dan PKI itu sudah punah dari Tanah Air.
• Tanggapi Kalung Pembasmi Virus Corona, Fahri Hamzah: Jangan Mencemooh, Biar Dibuktikan
Apalagi, kata dia, sudah ada TAP MPRS Nomor XXV/1966 tentang pembubarkan PKI, yang melarang ajaran komunisme, atheisme di Indonesia sejak 12 Maret 1966 lalu.
Hingga kini, lanjutnya, TAP MPRS itu tidak pernah dicabut alias masih berlaku.
"Itu sudah berlaku sejak 12 Maret 1966 dan sekarang pun itu masih tetap dipertahankan."
• Tak Mau Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan, Edhy Prabowo: Saya Enggak Mau Cari Panggung
"Walaupun ada beberapa yang mengatakan, beberapa persyaratan itu dijalankan dengan memperhatikan keadilan, demokrasi dan hak asasi manusia," ucapnya.
Namun, tegas dia, itu tidak membuat peluang sama sekali bagi sebuah organisasi berideologi komunisme untuk hidup di Indonesia.
"Artinya sudah mati bisa dikatakan. Jadi bahaya laten PKI itu hanya halusinasi," tegasnya. (Lusius Genik)