Kasus Jiwasraya
Pembayaran dari Jiwasraya Masih Suram, Callista Wijaya dan Korban Lainnya akan Geruduk Kantor Setneg
Aksi akan digelar pada Jumat 11 September 2020 di Kantor Sekretariat Negara, kantor Jiwasraya, Kementerian Keuangan dan kantor Otoritas Jasa Keuangan.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Presenter dan aktris Callista Wijaya dan puluhan 'korban' Jiwasraya akan menggelar aksi damai terkait uang investasinya di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang tidak kunjung dibayarkan.
Aksi akan digelar pada Jumat 11 September 2020 di Kantor Sekretariat Negara, kantor Jiwasraya, Kementerian Keuangan dan kantor Otoritas Jasa Keuangan.
Aksi dilakukan oleh kumpulan yang mengatasnamakan diri 'Forum Gagal Bayar Jiwasraya' lantaran hingga saat ini tidak ada kejelasan mengenai pencairan dana bagi para nasabah Jiwasraya Saving Plan yang sudah lewat jatuh tempo pembayaran selama dua tahun.
• Reza Artamevia Jalani Rehabilitasi di Rumah Sakit Bhayangkara Lemdiklat Polri
• Pengakuan Deanni Ivanda, Diseret dan Dipukul Alif, Chintami Atmanegara Malah Nyukurin
Callista mengungkapkan, ia sudah berkali-kali mengkonfirmasi kepada pihak Jiwasraya untuk menarik uangnya tersebut, namun ia hanya mendapat janji-janji belaka.
Callista kepada Wartakotalive.com bercerita bahwa Callista jadi nasabah Jiwasraya pada 2018, atas rekomendasi BTN.
Namun, hingga kini masih tidak ada kejelasan kapan pencairan bisa dilakukan.
Padahal, ia kini sedang membutuhkan uang untuk keperluan pribadi, termasuk biaya pengobatan ibunya.
Usaha yang ia jalankan juga terganggu karena sedianya uang tersebut akan ia jadikan untuk tambahan modal.
• Berniat Kasih Pekerjaan Nella Kharisma, Inul Daratista Malah Merasa Dicuekin: Kayak Orang Ngemis
"Padahal uang itu sudah direncanakan untuk banyak hal termasuk untuk biaya berobat ibu saya dan modal usaha lainnya. Sekarang jadi berantakan akibat permasalahan Jiwasraya ini yang sebelumnya sangat kita percayai sebagai salah satu produk investasi BUMN yang diawasi oleh OJK," keluhnya.
Tidak adanya kejelasan kapan tepatnya uang miliknya akan dicairkan, membuat Callista skeptis.
Callista berharap pemerintah dapat segera menyelesaikan permasalah tersebut. Sebab, masih banyak nasabah lainnya yang bernasib sama dengannya dan hanya mendapatkan janji-janji tanpa ada kepastian.
• Dulu Anggap Penampilan Fisik adalah Segala, Feby Febiola kini Lebih Syukuri Kesehatan Fisik
JS Saving Plan disebut jadi sebab robohnya Jiwasraya
Saksi ahli konsultan, trainer perbankan, manajemen dan investasi, Kodrat Muis, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung terkait dengan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi dan TIndak Pidana Pencucian Uang di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (7/9/2020).
Kodrat mengatakan, dalam dunia asuransi tidak dikenal islitah ‘saving plan’, dan menjadi salah satu penyebab utama ambruknya perusahaan asuransi pelat merah tersebut.
JS Saving Plan yang menjadi produk andalan Jiwasraya, menurut Kodrat memiliki imbal hasil pasti.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan produk asuransi yang memadukan produk investasi, yakni unit link.
Menurut dia, hal ini sudah menyalahi Undang-undang Nomor 40/2014 tentang perasuransian dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 27 Tahun 2018 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi, pembaruan dari POJK Nomor 71 Tahun 2014.
"Sepengatahuan saya, saving plan itu produk perbankan. Kalau ada produk asuransi yang pendamping produk itu dikemas dalam bentuk saving, itu sudah menyalahi undang-undang, karena tidak diatur, yang diatur hanya dalam bentuk investasi [unit link]," kata Kodrat menjawab pertanyaan JPU.
"Artinya Saving Plan bukan merupakan produk asuransi berdasarkan UU tersebut? tanya JPU. Kodrat pun membenarkan pertanyaan JPU.
• Said Didu Prihatin Anies Baswedan Diserang Buzzer hingga Dijegal Pemerintah Pusat terkait PSBB Total
Saksi lain, Batara Maju Simatupang yang merupakan Dosen STIE Indonesia Banking School mengatakan, kesalahan lain dari Jiwasraya adalah dalam hal pembelian saham.
Menurutnya, dalam hal ini Jiwasraya melanggar ketentuan dalam pemilihan saham atau surat untang berjangka, lantaran perusahaan pelat merah tersebut seharusnya mencari minimun grade A.
“(Jiwasraya) ini milik pemerintah itu sudah jelas jelas dinyatakan bahwa hanya diperbolehkan untuk placement minimum di A. berarti kalau dibawah A ga boleh. Apalagi triple B atau double B,” kata Batara.
Sebelumnya, anggota Komisi III Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan menyebut produk JS Saving Plan yang dikelola Jiwasraya, dinilai tidak wajar lantaran imbal hasil yang tinggi dan menawarkan imbal hasil pasti, sehingga banyak nasabah yang menempatkan investasinya di produk tersebut.
"JS Saving Plan, karakter produknya apa iya wajar? JS Saving Plan itu adalah produk yang orang lain gak bisa buat, hanya orang gila yang membuat JS Saving Plan. Pantesan dia laku. Lazim tidak secara finansial maupun legal, kok bisa hadir?" terang Arteria, dalam Rapat Dengar Pendapat PPATK dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, pekan lalu di DPR RI.
Munculnya kasus gagal bayar Jiwasraya ini membuka jalan adanya kasus kriminal kerah putih yang membuat negara ditaksir kerugian sampai Rp18 triliun dengan nasabah gabungan produk tradisional dan JS Saving Plan berjumlah hingga 5,5 juta nasabah.
Pihak Kejaksaan Agung pun telah menetapkan enam tersangka yang kini tengah menjalani sidang di pengadilan Tipikor dan TPPU di PN Jakarta.
Mereka adalah Dirut PT Hanson International Benny Tjokro, ‘Pak Haji’ nama samaran Heru Hidayat Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Direktur PT Maxima Integra Joko ‘Panda’ Hartono Tirto, dan Dirut PT Asuransi Jiwasraya 2008 - 2018 Hendrisman ‘Chief’ Rahim.
Kemudian Direktur Keuangan Jiwasraya Januari 2008 - 2018 Hary ‘Rudy’ Prasetyo dan mantan Kediv Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan alias Mahmud.
Selain itu Kejaksaan Agung telah menetapkan 13 manajer investasi dalam kasus gagal bayar PT Jiwasraya sebagai tersangka.
Tak hanya itu, Kejaksaan Agung punakan menelusuri dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh para terdakwa.
Salah satunya adalah sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan yang diketahui milik Hendrisman dan Hary Prasetyo, termasuk aliran gratifikasi.
Atas perbuatannya, keenam terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara untuk diketahui, Pengumuman gagal bayar Saving Plan pada 12 Oktober 2018, dilakukan oleh Asmawi Syam yang kala itu bertindak sebagai Direktur Utama (Dirut) Jiwasraya.
Dalang pembobol Jiwasraya terungkap dalam persidangan
Dalang pembobol' PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan negara hingga Rp 16,81 triliun mulai terungkap.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (1/7/2020) yang menghadirkan sejumlah saksi diketahui hampir keseluruhan dari pembelian saham dan penempatan portofolio investasi Jiwasraya di pasar modal pada periode 2008 hingga 2018 dikendalikan oleh mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Harry Prasetyo yang kini berstatus terdakwa.
Hal ini terungkap ketika salah satu kuasa hukum terdakwa bertanya kepada saksi yakni Mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya, Donny S Karyadi, menyoal apakah benar bahwa Hary Prasetyo yang mengatur dan mengendalikan pembelian saham dan penempatan portofolio investasi perseroan.
Donny bercerita, penempatan hampir seluruh portofolio investasi Jiwasraya oleh Harry Prasetyo sudah dimulai sejak 2008 silam.
Saat itu, kata Donny, Harry pernah meminta dirinya menyediakan monitor saham di ruang Harry untuk bisa memantau seacara langsung pergerakan saham yang dibeli.
Dia juga menegaskan bahwa Jiwasraya telah membeli saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) sejak 2008.
Dimana IIKP merupakan salah satu perusahaan milik terdakwa kasus dugaan korupsi di Jiwasraya lainnya yakni Heru Hidyat.
"Saya menemukan dia beli IIKP dari trade confirmation," terang Donny.
Sebagai informasi, di dalam perkara Jiwasraya terdapat enam terdakwa yang kembali disidangkan pada Rabu (1/7).
Keenam terdakwa tersebut meliputi Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro; Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat; dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto.
Tak hanya itu, terdapat pula 3 terdakwa lain yakni mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo; dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan.