Pilpres 2024

Sudah Pernah Ditolak MK Saat Diuji Materi oleh Rhoma Irama, Rizal Ramli Kembali Gugat PT 20 Persen

Mantan Menko Maritim Rizal Ramli menggugat ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold 20 persen, Jumat (4/9/2020).

TRIBUNNEWS/FRANSISKUS ADHIYUDA
Rizal Ramli menggugat presidential threshold 20 persen ke Mahakamah Konstitusi, Jumat (4/9/2020). 

WARTAKOTALIVE, GAMBIR - Mantan Menko Maritim Rizal Ramli menggugat ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold 20 persen, Jumat (4/9/2020).

Presidential threshold 20 persen tertuang di dalam Undang-undang 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Sekitar pukul 13.43 WIB, Rizal Ramli bersama kuasa hukumnya, pakar hukum tata negara Refly Harun, hadir di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Djoko Tjandra Suap Jaksa Pinangki Rp 7 Milliar untuk Urus Fatwa MA, Ternyata Itu Cuma Uang Muka

Rizal Ramli terlihat membawa sejumlah dokumen gugatan terkait Presidential Threshold 20 persen yang dimasukkan ke dalam dus.

Rizal Ramli yang tampak mengenakan faceshield, menyerahkan langsung dokumen gugatan kepada bagian penerimaan perkara konstitusi.

Pihak MK lalu membuat tanda terima ajuan gugatan, untuk kemudian dicatatkan sebagai perkara gugatan judicial review yang terdaftar dan akan segera disidangkan.

Djoko Tjandra Bilang Adik Iparnya Meninggal Akibat Covid-19, Penyidik Kejagung Tak Langsung Percaya

Lalu, Rizal Ramli dan Refly Harun menunjukan tanda bukti gugatan yang diajukan kepada awak media.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold.

Mahkamah menolak uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemillu.

Bea Meterai Naik Jadi Rp 10 Ribu Mulai 2021, Berlaku untuk Dokumen di Atas Rp 5 Juta

Uji materi tersebut diajukan oleh Partai Islam Damai Aman (Idaman) yang diwakili oleh Rhoma Irama selaku Ketua Umum dan Ramdansyah sebagai Sekretaris Jenderal.

Perkara tersebut teregistrasi dengan Nomor 53/PUU-XV/2017.

"‎Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya."

Ditentukan oleh Penjual, Harga Vaksin Covid-19 di Indonesia Bakal Beragam

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," kata ketua majelis hakim Arief Hidayat di Gedung MK, Jakarta, Kamis (11/1/2018).

Dalam pertimbangannya, hakim menolak argumen pemohon yang menyatakan pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 inkonstitusional, berdasarkan anggapan hasil pemilu sebelumnya.

Yaitu, Pemilu 2014 yang dijadikan dasar telah lalu atau selesai.

Seperti Sales Mobil, Andi Irfan Yakinkan Djoko Tjandra Pakai Jasa Jaksa Pinangki untuk Urus Fatwa MA

Sehingga, tidak relevan lagi digunakan untuk pencalonan Presiden dan Wakil Presiden 2019, dan sekaligus partai pendatang baru terdiskriminasi.

"Hal demikian tidak benar, karena hasil itu tetap penting sebagai peta politik."

"Dan pengalaman yang menunjukkan data dan fakta dalam menyusun kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan negara," ujar Arief.

Minta Warga Sumbar Menahan Diri, Politikus PDIP: Puan Maharani Orang Minang

Terhadap dalil pemohon ketentuan presidential threshold dalam pasal 222 UU Pemilu bersifat diskriminatif.

Karena, memangkas hak pemohon sebagai parpol peserta pemilu untuk mengusulkan Rhoma Irama sebagai calon presiden.

Mah‎kamah berpendapat dalil diskriminasi tidak tepat digunakan dalam hubungan ini.

Dihukum Masuk Ambulans Sambil Tatap Keranda Jenazah karena Tak Pakai Masker, Warga Bogor Kapok

"Karena tidak setiap perbedaan perlakuan serta merta berarti didiskriminasi," ucap Arief.

Mahkamah, kata Arief, juga menilai pokok permohonan pemohon sepanjang berkenaan dengan pasal 222 UU Pemilu, tidak beralasan menurut hukum.

‎Partai Idaman dalam dalil permohonannya menyebut pasal 222 UU Pemilu diskriminatif.

Raden Brotoseno Bakal Bebas Murni Akhir September 2020, ICW Pertanyakan Status Justice Collaborator

Karena, hanya orang-orang tertentu yang dapat ditetapkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden Tahun 2019.

Pemohon menganggap telah dirugikan hak-hak konstitusionalnya, karena diperlakukan sangat tidak adil dan bersifat diskriminatif.

Di mana, bertentangan dengan pasal 6A ayat (2), pasal 22E, pasal 27 ayat‎ (1), pasal 28 D ayat (1), pasal 28 D ayat (3), dan pasal 28 ayat (2) UUD 1945. (Fransiskus Adhiyuda)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved