Kolom Trias Kuncahyono
Cerita Guru: Setelah Kain Membunuh Abil
Banyak orang seringkali berlaku seolah-olah seperti orang yang tuli dan bahkan acuh-tak acuh. Padahal punya telinga dan bisa mendengarkan.
Cerita Guru: Setelah Kain Membunuh Abil
oleh Trias Kuncahyono
WARTAKOTALIVE.COM - Pernahkan kalian mendengar cerita tentang Kain dan Abil, dua putera Adam dan Hawa?
Begitu kata Guru mengawali pertemuan pagi hari ketika matahari masih malas-malasan di peraduannya, ketika embun pagi masih menguasai pucuk-pucuk daun, dan kokok ayam bersahut-sahutan untuk membangunkan matahari yang akan menjatuhkan embun dari pucuk-pucuk daun.
Kami semua belum menjawab pertanyaan itu, tetapi Guru sudah melanjutkan: Kalaupun kalian sudah pernah mendengar, tidak ada salahnya, dan tidak ada jeleknya mendengarkan lagi.
Sebab, banyak orang seringkali berlaku seolah-olah seperti orang yang tuli dan bahkan acuh-tak acuh. Padahal punya telinga dan bisa mendengarkan.
Bukankah ada kata-kata bijak, “Barangsiapa bertelinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengarkan!”
Kalian semua tahu bahwa telinga menjadi jendela bagi akal budi dan rasa perasaan, bagi pikiran dan pengalaman manusia.
Itulah sebabnya, kalau kalian mendengar suara, lagu-lagu yang merdu, maka kalian akan berdecak penuh kekaguman dan mengatakan, “Wow alangkah indahnya, suara itu, lagu itu.”
Dan, ketika suara sumbang, fals, maka kalian akan buru-buru berkomentar, “Ah, suaranya nggak enak didengar, bikin sakit telinga.”
Memang, telinga mampu mengantar manusia tidak hanya pada kesadaran, penilaian, dan pengertian, tetapi juga pada pemahaman, kepercayaan dan keyakinan.
Pada suatu hari, Kain membunuh Abil adiknya. Ia sangat marah, dan juga iri, benci, karena korban bakarannya tidak diterima Hyang Agung.
Sementara korban Abil diterima, terlihat dari asap korban bakaran Abil membumbung ke angkasa, menembus langit.
Sementara, asap korban bakarannya hanya berputar-putar di sekitar mezbah.
Kain lalu mengubur Abil di bawah tumpukan batu. Ia yakin tidak ada yang tahu apa yang ia lakukan.